Awal tahun 2025, publik Indonesia dihebohkan dengan kasus eksploitasi tenaga kerja di UD Sentoso Seal, sebuah perusahaan suku cadang mobil di Surabaya. Kasus ini viral setelah muncul laporan bahwa perusahaan tersebut menahan ijazah karyawan dan memotong gaji bagi pekerja yang izin salat Jumat. Tindakan ini memicu kecaman luas karena dianggap melanggar hak asasi pekerja dan mencerminkan ketimpangan hubungan antara pemilik modal dan buruh. Melihat fenomena ini melalui teori Karl Marx, kita bisa memahami bahwa persoalan tersebut bukan sekadar pelanggaran individu, tetapi cerminan dari sistem produksi yang menempatkan pekerja dalam posisi tertekan demi keuntungan pemilik modal.
Karl Marx menjelaskan bahwa dalam sistem kapitalis, pekerja tidak menerima seluruh hasil dari kerja mereka. Mereka hanya mendapatkan sebagian kecil dalam bentuk upah, sementara sisanya yang disebut nilai lebih (surplus value) diambil oleh pemilik modal sebagai keuntungan. Nilai lebih inilah yang menjadi sumber eksploitasi. Pemilik modal berupaya memaksimalkan keuntungan dengan menekan biaya produksi, termasuk dengan menurunkan upah, memperpanjang jam kerja, atau membatasi hak-hak pekerja. Dalam konteks kasus di Surabaya, tindakan menahan ijazah dan memotong gaji merupakan cara untuk memperkuat kontrol terhadap buruh, agar tetap tunduk dan terus menghasilkan nilai bagi perusahaan.
Kasus UD Sentoso Seal hanyalah salah satu contoh dari banyak praktik eksploitasi yang masih terjadi di Indonesia. Banyak perusahaan menggunakan sistem kontrak dan outsourcing yang tidak memberi kepastian kerja, sementara sebagian pekerja di sektor pabrik, logistik, dan layanan digital menerima upah di bawah standar. Kondisi ini memperlihatkan relasi yang timpang antara kelas pekerja dan pemilik modal, seperti yang digambarkan Marx. Pekerja menjual tenaga mereka untuk bertahan hidup, tetapi hasil kerja mereka justru memperkaya pihak lain. Ini menunjukkan bahwa eksploitasi bukan sekadar penyimpangan moral, melainkan bagian dari mekanisme ekonomi yang dirancang untuk menciptakan keuntungan bagi segelintir orang.
Dalam kasus Surabaya, penahanan ijazah menjadi simbol bagaimana pemilik modal mempertahankan kekuasaan atas pekerja. Ijazah yang seharusnya menjadi hak pribadi digunakan sebagai alat kontrol agar buruh tidak bisa keluar dari pekerjaan mereka. Sementara pemotongan gaji karena menjalankan ibadah Jumat menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan pekerja sering kali diabaikan demi kepentingan produktivitas. Menurut Marx, inilah bentuk alienasi di mana manusia kehilangan kendali atas hidup dan kerjanya sendiri, karena seluruh aspek kehidupan mereka diatur oleh logika produksi dan keuntungan.
Eksploitasi seperti ini berdampak besar bagi kesejahteraan sosial. Ketika pekerja dipaksa tunduk tanpa jaminan keadilan, rasa frustasi dan ketidakpercayaan terhadap sistem ekonomi meningkat. Masyarakat mulai melihat bahwa kerja keras tidak selalu membawa kesejahteraan, karena hasilnya tidak dinikmati secara adil. Marx menilai bahwa situasi ini akan menciptakan ketegangan kelas, di mana pekerja menyadari posisi mereka sebagai pihak yang dieksploitasi. Bila kondisi semacam ini terus dibiarkan, maka akan lahir ketidakstabilan sosial dan protes terhadap sistem yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Kasus viral penahanan ijazah dan pemotongan gaji pekerja di Surabaya seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia bahwa eksploitasi tenaga kerja masih nyata terjadi di tengah modernisasi ekonomi. Karl Marx mengingatkan kita bahwa sistem yang menomorsatukan keuntungan tanpa memperhatikan martabat manusia akan selalu melahirkan ketimpangan dan penderitaan. Sudah saatnya negara memperkuat perlindungan tenaga kerja, menegakkan hukum secara tegas, dan memastikan bahwa nilai kerja manusia dihargai secara layak. Sebab sejatinya, kemajuan bangsa tidak ditentukan oleh seberapa besar keuntungan perusahaan, tetapi oleh keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang bekerja keras di dalamnya.
Penulis: Izzatul Muslimah
Dosen Pengampu: Angga Rosidin, S.I.P., M.A.P.
Kaprodi: Zakaria Habib Al-Ra’zie, S.I.P., M.Sos.
Program Studi Administrasi Negara, Universitas Pamulang (UNPAM) Kampus Serang