Beranda » Kami Berekspresi Bukan Oligarki yang Difasilitasi

Kami Berekspresi Bukan Oligarki yang Difasilitasi

Apa yang ada di pikiran kalian mengenai politik? Konflik yang terjadi atau kemajuan negeri? Atau bahkan dunia politisi yang ingkar janji dan akhirnya korupsi?. Terkadang dari semua presepsi masyarakat kecil terhadap politik kebanyakan dari mereka memandang bahwa politik hanya sebatas konflik yang terjadi untuk menindas rakyat kecil, karena itu lah yang mereka alami. Ketika menyalonkan diri menyogok dengan kopi dan sarimi dengan tambahan janji-janji untuk memajukan negeri.
Banyak dari mereka yang janjinya terealisasi dan Amanah terhadap kepercayaan masyarakat. Tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang menyepelekan kepercayaan yang sudah masyarakat berikan.

Di suatu malam gelap yang diterangi rembulan terdapat dua orang pemuda yang sedang bermain catur di pos ronda. Dengan kopi dan kacang asin yang menjadi cemilan dikala bermain. Dengan iringan suara jangkrik dan cacing tanah yang saling bersautan.
“Skak mat” ucap salah satu pemuda yang sedang bermain catur tersebut sambil tersenyum licik kepada lawannya yang kalah.
“Ganti-ganti” sewot pemuda yang satunya sambil menyusun kembali catur-catur tersebut.
“Ah sudahlah Di, hoam” ucap pemuda itu kepada Andi sambil menguap dan langsung berbaring.
“Iya deh Rik” jawab Andi kepada Arik sambil membereskan catur itu dan menyimpannya di sudut pos ronda tersebut.

Andi dan Arik merupakan dua pemuda dari Kampung Tani yang sama-sama mempunyai latar belakang keluarga yang sederhana. Tetapi mereka mempunyai tekad untuk mengubah nasibnya dengan melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi Negri. Ketika Andi sedang memainkan HP nya terlintas ada berita politik dari media sosialnya.

“Rik liat deh, saat masyarakat kesusahan mencari uang buat makan dan lain-lain di masa pandemi ini para pejabat malah menambah hartanya” ucap Andi sambil memperlihatkan layer HP nya kepada Arik.
“Eh buset iya juga ya, kok bisa sih? Korupsi lagi nih pasti” Arik langsung bangun saat melihat berita yang Andi berikan sambil membenarkan sarung yang ia gunakan.
“Heh, suudzon mulu, mungkin dia ada bisnis lain kan” sanggah Andi terhadap pernyataan yang dilontarkan Arik secara spontan sambil memukul pelan kepala Arik.
“Iya sih, tapi wajar ga sih? Hartanya naik sampai 70% gitu saat kebanyakan masyarakat di negeri ini kesusahan?” tanya Arik kepada Andi dengan memainkan kedua alisnya naik turun secara bersamaan.
“Ga tau lah Rik” jawab Andi sambil menggaruk kepalanya.
“Yang korupsi mah itu wakil ketua DPR RI Rik” ujar Andi memberi tahu Arik.
“Wakil ketua DPR RI korupsi? Parah sih ga inget sama janjinya tuh” ujar Arik dengan nada sedikit meninggi.
“Wah Di, di tempat duduk pertigaan jalan kan temboknya kosong tuh, kita buat mural yuk” ajak Arik kepada Andi.
“Boleh tuh sambil ngisi waktu kosong” kata Andi menyetujui ajakan Arik sambil antusias.

Dua hari kemudian setelah perbincangan di malam hari di pos ronda Andi dan Arik langsung menuju tempat yang dimaksud oleh Arik dengan peralatan seadanya. Mereka berangkat jam delapan malam dengan niatan begadang sambil membuat mural sesuai ajakan Arik. Setelah sampai di tempat tujuan mereka pun langsung membersihkan tembok yang kusam dipenuhi dengan debu. Meyiapkan peralatan dan mulai menggambar mural di tembok tersebut. Memilih membuat mural di malam hari karena Arik berpikir jika siang hari itu akan menimbulkan kerumunan anak kecil yang nantinya malah merusak mural yang mereka buat dan juga ketika membuatnya malam hari mereka tidak merasakan panasnya terik matahari.
“Buat sketsanya dulu kali ya Rik?” tanya Andi kepada Arik sambil memegang pensil.
“Iya Di. Nih dari sini” titah Arik kepada Andi sambil menunjuk tembok yang akan di gambar.

Mereka pun mulai menggambar dengan kreatifitas masing-masing. Kesunyian yang menyelimuti malah hari menjadikan suasana dingin yang tercipta. Aroma cat spray yang berkeliaran dari semprotan Andi dan Arik menemani malam mereka. Berjam-jam mereka lewati untuk menciptakan sebuah mural yang indah dan tentunya kritikan di dalamnya.
“Huh akhirnya selesai juga” ucap Arik sambil berbaring menghadap mural yang baru saja mereka buat.
“Melanggar ga ya Rik ini tuh?” tanya Andi dengan muka bingung.
“Ngga Di, santai aja, lagian kan kita cuma mengekspresikan kritikan melalui mural” jawab Arik menyakinkan Andi.
Mural yang bertuliskan “TIKUS BERDASI YANG BERKELIARAN DI NEGERI” dengan di hiasi gambaran tikus berdasi membuat mural semakin indah dan tentunya dengan warna yang dipadukan. Banyak warga yang memuji mereka karena bisa membuat tembok itu yang tadinya kusam menjadi indah. Di mata masyarakat, mural yang Andi dan Arik bikin hanya sebatas memperindah Kampung, mereka tidak ada pikiran bahwa mural itu nantinya akan membuat masalah bagi Kampung mereka.

Satu minggu sudah mural itu menjadi primadona Kampung Tani tersebut dan menjadi spot foto khususnya bagi kalangan muda. Berfoto dan diupload di sosial media merupakan salah satu tujuan mereka. Satu bulan kemuadian saat Andi dan Arik ingin lebih memperindah mural yang sempat mereka buat tiba-tiba mereka melihat sekitar 10 orang di depan mural itu, 7 orang yang sedang menghapus mural yang mereka buat sedangkan 3 orang lainya merupakan warga sekitar yang sedang melihat. Andi dan Arik pun kaget melihat pemandangan seperti itu, lantas Arik pun langsung mendatanganinya.
“Ini ada apa pak?” tanya Arik kepada bapak-bapak yang sedang menghapus mural itu dengan muka kebingungan.
“Apakah kamu yang membuat mural ini?” tanya balik bapak tersebut yang menggunakan seragam.
“Iya itu hasil tangan saya dan teman saya, kenapa bapak malah menghapusnya?” jawab Arik dengan nada yang sedikit meninggi. Tentu saja, siapa yang tidak kesal jika hasil karyanya yang dibuat dengan susah payah malah dirusak oleh orang lain.
“Rik sabar Rik” ucap Andi menenangkan Arik.
“Kami menghapusnya karena ini tidak layak untuk dipertontonkan” jawab bapak-bapak tersebut.
“kenapa pak? Kenapa tidak layak? Apakah bapak tersinggung?” tanya Arik dengan sarkas kepada bapak berseragam tersebut.
“Jaga ucapan kamu, sudah lanjutkan jangan dengarkan pemuda ini” titah bapak tersebut kepada rekan kerjanya.
“Kami hanya berekspresi pak, bukan oligarki yang difasilitasi” ujar Arik dengan kesal. Ucapan Arik tadi sesungguhnya menyinggung para kaum politik elit yang hartanya semakin bertambah sesuai berita yang diberi tahukan oleh Andi saat di pos ronda. Dan Ketika Arik mengucapkan kata-kata itu, bapak berseragam pun langsung menoleh dengan diam, sementara rekan kerja dari bapak tersebut hampir selesai untuk menutupi mural yang dibuat oleh Andi dan Arik.

“Rik sudah lah, mungkin mereka juga hanya menjalankan perintah” ucap Andi memberikan pengertian kepada Arik.
“Tapi Di..” belum selesai Arik berbicara, tiba-tiba saja warga memotong pembicaraannya.
“Nak Andi, bawa Nak Arik ini duduk dulu biar tenang” ujar bapak tua salah satu warga setempat yang melihat perdebatan mereka.
“Baik pak, ayo Rik” ajak Andi kepada Arik untuk duduk di rumah warga yang dekat dari temapat mereka tadi, sehingga mereka bisa melihat para petugas yang sudah hampir selesai menutupi mural yang mereka buat.
Dari kejauhan Arik dan Andi melihat bapak yang menggunakan seragam dengan warga yang menyuruh Andi dan Arik duduk, sedang berbincang. Mereka bisa melihat bapak-bapak itu, tapi tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Tidak lama dari itu warga yang tadi berbincang dengan petugas, akhirnya menghampiri Andi dan Arik.

“Biar bapak jelaskan ya, kamunya yang tenang dulu nak Arik” ucap bapak tersebut dengan pelan sambil mengusap pelan Pundak Arik.
“Iya pak Agus” ya dia adalah Agus, ketua RW dari kampung Tani.
“Gambar yang kamu dan Andi buat itu sangat bagus, bisa memperindah Kampung Tani kita ini, banyak juga kan warga yang mengapresiasi gambar kamu dan Andi. Tapi itu melanggar peraturan nak Arik” jelas pak Agus kepada Andi dan Arik.
“Kalo boleh tau langgaran apa ya pak?” tanya Andi yang belum mengerti.
“Larangan tempat umum yang dijadikan sebagai aksi vandalisme nak Andi” jelas pak Agus agar Andi dan Arik mengerti.
“Iya pak” jawab Arik yang mulai mengerti.
Mereka hanya ingin mengekspresikan kritikan mereka terhadap negeri, tidak salah secara keseluruhan. Para petugas juga hanya menjalankan perintah, mereka bekerja. Setelah diberikan penjelasan oleh pak RW tadi Andi dan Arik pun mulai mengerti, dan Arik yang mulai tenang dan pulang meninggalkan tempat tersebut dengan muka kusutnya dan membawa hati yang kecewa.

(***)

Bagikan Artikel Ini