Beranda » Cerpen : Berdemo di Jalan Jakarta

Cerpen : Berdemo di Jalan Jakarta

Ilustrasi - foto Dokumentasi Penulis

Siang itu selepas aku pulang sekolah, aku dan rombongan teman-temanku melihat dari kejauhan banyak keramaian yang tak bisa terhindarkan. Barikade-barikade jalan berjejer menjadi penghalang, jidatku mengerut berpikir keras dengan apa yang sedang terjadi. Disaat itulah seorang ibu-ibu datang tergopoh-gopoh dan memegang tanganku begitu erat, aku yang begitu kaget hanya bisa terdiam. Dia melihatku dengan begitu waspada sambil berkata “lari nak!!disini bahaya” ucapnya agar kita segera menjauh dari tempat itu.

Aku dan teman-temanku terdiam saling menatap lalu menganggukan kepala bersama-sama menandakan bahwa kita akan segera pergi. Tak lama ibu itu berbalik pergi menuju tempat ramai yang terlihat seperti amukan masa dengan banyak spanduk yang tercoret wajah para pejabat pemerintahan. Seolah-olah itu mewakili amarah,kesedihan,dan keputusasaan mereka.

“Dam, pulang aja disini bahaya” ucap salah satu temanku dengan nada penuh cemasnya.

“Iya dam, kalo sampai kita kena tarik polisi-polisi itu bahaya gak bisa pulang kita” saut temanku yang lain dan menarikku menjauh dari area terlarang itu.

Didalam perjalanan pulang aku memikirkan kejadian yang terjadi hari ini. Otakku berpikir keras, hatiku gelisah ingin mencari tahu ada hal apa yang terjadi disana. Ditempat para pendemo itu. Apa hal yang membuat mereka begitu berani maju melawan sampai-sampai merobohkan garis penghalang hanya untuk bisa menyuarakan isi hati mereka.

Sesaat setelah berpisah dengan teman-temanku yang lain, aku memutar haluan untuk berbalik pergi ke tempat para pendemo itu lagi. Mencari tahu apa yang ingin aku ketahui, dengan angkot bernomor belakang 004 aku langsung menaikinya dan sampai diperbatasan barikade jalan. Diam-diam aku mencoba memasuki kawasan tersebut dan berdiri diantara para pendemo yang mayoritasnya para karyawan juga mahasiswa. Dengan celana olahraga dan kaos tipis hitam perlahan-lahan aku masuk kedalam barisan para pendemo itu sambil mendengarkan jeritan-jeritan yang disuarakan.

“KAMI BUTUH KEADILAN!!” Teriak pendemo itu sambil berurai air mata dengan suara yang begitu lantang.

“TIDAK ADA TEMPAT UNTUK SEORANG MALING DUIT RAKYAT!!” lanjutnya dengan begitu lantang diiringi sorak sorai para pendemo yang lain.

“HUKUM DI INDONESIA MELEMAH!!KAMI BERSEDIH!!” teriakan-teriakan penuh keberanian itu membuatku tertegun. Tersadar bahwa ternyata indonesia sedang tidak baik-baik saja. Tanpa sadar air mataku menggenang di pelupuk mata, seperti ikut merasakan apa yang sedang di derita.

“Kamu ngapain disini?ini bahaya!!” Ucap seorang perempuan yang berada tepat di sampingku, dilihat dari almamater kampusnya dia seperti bukan berasal dari jakarta.

“Aku hanya penasaran dengan keributan yang ada disini” Ucapku sambil memperhatikan teriakan lantang pendemo yang lain.

“Pulang sana!!bahaya disini” Ucapnya sambil terus mengangkat spanduk bertuliskan “Keadilan bagi seluruh rakyat indonesia”.

Aku mengabaikan perkataannya, lalu kembali fokus melihat apa yang sedang terjadi. Tampak para polisi bersenjata lengkap bersiap siaga di depan mencegah jika ada yang datang mendekat.

“Dorr!!!Dorrr!!!!”

Suara itu tiba-tiba terdengar begitu jelas memekakkan telinga. Seolah kaku membatu, kaki ku sulit untuk digerakkan seperti tidak ada tenaga untuk melangkah menyelamatkan diri.

“Grebb!!”

Ditariknya aku oleh seorang laki-laki dengan almamater biru itu. Tanpa sadar aku ikut berlari menyelamatkan diri. Tak lupa berterimakasih akan kebaikan yang dilakukan.

“Tempat ini berbahaya, sekarang kamu mending keluar dari kawasan ini” Ucapnya memperingati ku untuk pergi menjauh dari tempat para pendemo ini. Mau tak mau aku langsung berlari pergi menjauh dari kawasan, sesampainya di tempat yang lebih aman refleks aku terduduk terkulai lemas di persimpangan jalan. Berusaha mencerna kejadian yang tadi aku saksikan, deru nafasku tak beraturan. Melihat para pendemo lari ketakutan.

Sesampainya dirumah, ibuku langsung menghampiriku penuh kekhawatiran karena aku baru pulang larut malam.

“Darimana aja kamu adam? ibu khawatir” Ucap ibuku sambil menyuruhku untuk duduk terlebih dahulu.

“Aku tadi sore ikutan Demo bu dijalanan” Sontak saja kejujuranku itu membuat ibuku kaget bukan kepalang.

“Jangan sekali-kali kamu ikuti tanpa seizin ibu. Demo itu ada caranya nak, jangan asal ikut saja”. Nasihatnya membuatku sedikit terurai air mata.

“Demo itu bentuk unjuk rasa tentang bagaimana perasaan masyarakat yang hidup di negara hukum namun lemah akan keadilannya. Ini indonesia nak, mungkin mereka seperti itu ingin menyuarakan haknya. Menyuarakan isi hatinya, tidak apa-apa. Memang hidup itu keras, butuh perjuangan. Tapi ibu ingin kamu tidak sembarang turun ke jalan nantinya” Ucap ibuku panjang lebar sambil menepuk bahuku perlahan. Ini sedikit menenangkan.

Akhirnya aku sadar bahwa tak semua pikiran bisa menyatu dengan begitu mudahnya, tak semua pendapat bisa diterima oleh orang lain. Peraturan adalah peraturan, dan pemerintah adalah yang menjalankan. Terlepas dari setiap kontroversinya, ternyata mereka mengemban beban yang begitu berat. Semoga Indonesiaku lekas membaik kedepannya.

(***)

Bagikan Artikel Ini