Kisah Mahabharata sangat menarik sekali untuk dibahas, dari buku ini diceritakan kembali dengan memuat riwayat wangsa bharata, keturunan dari nenek moyang tokoh, masa kecil hingga masa dewasa tokoh pandawa dan tokoh kurawa, pecahnya kisah mahabhrata pada saat perang Bharatayudha sampai dengan Pandawa Moksa naik ke Indraloka. Bagi saya sendiri kisah Mahabhrata cukup akrab setelah menyaksikan serial series disalah satu stasiun TV Indonesia yang sangat cukup digemari oleh ibu-ibu termasuk ibu saya sendiri, bahkan sejak sekolah menengah di pelajaran Sejarah, guru sejarah sering memberikan contoh dan karakter tokoh Mahabharata dengan disangkut pautkan dengan kehidupan sehari-hari, seperti “Pandawa itu seorang murid yang rajin, sepulang sekolah mereka akan membaca ulang dan mempelajari kembali apa yang diajarkan oleh sang guru” sedangkan Kurawa adalah murid yang malas dan tidak rajin” Saat ini penggalan-penggalan kisah Mahabharata dapat kita cari dengan sangat mudah di media internet, bahkan dilengkapi tafsiran si empu penulis ulang cerita atau diblog pribadi. Sebagai contoh dari tokoh Karna yang memilih untuk berada dipihak Kurawa meskipun tahu bahwa sebenarnya dia masih seibu dengan para Pandawa dan bahwa kelak kurawa akan kalah dalam perang Bharatayudha didalam ramalan. Sikap tokoh Karna dianggap sebagai sikap seorang ksatria sejati yang dengan teguh memegang prinsip kesetiaan dihidupnya Sisi menarik dalam kisah Mahabharata yaitu penjelasan karakter para tokoh yang sangat relevan dengan kehidupan nyata. Dengan suatu rangkaian peristiwa dan suatu plot kehidupan yang tidak mungkin lepas dari kisah masa lalu. Saya merasa perlu cukup dan harus paham cerita Mahabharata secara lengkap, karena untuk saat ini saya belum tuntas untuk membaca buku karya Nyoman S. Pendit ini, akan sangat bagus jika kita dapat memahami dan memaknai cerita secara lebih utuh. Ada beberapa quote yang sangat menarik perhatian saya, yaitu “Tak ada orang bijak yang kuat untuk selalu berbuat kebaikan seumur hidupnya. Tak ada orang durhaka yang selamanya hidup berkubang dosa. Hidup ini ibarat jaring laba-laba. Di dunia ini, tak ada orang yang sama sekali tak pernah berbuat kebajikan, tak ada pula yang sama sekali tak pernah berbuat kejahatan. Setiap orang harus memikul akibat perbuatannya sendiri. Janganlah engkau memberi jalan untuk kedukaan.” – Bagawan Wyasa. “…..untuk bisa berbuat baik kebajikan dan mempunyai budi luhur, orang harus berusaha selalu berbuat baik dan menghindari perbuatan buruk. Pengetahuan tentang baik-buruk harus benar-benar meresap dalam jiwa seseorang dan tercermin dalam perbuatannya sehari-hari. Hanya dengan jalan demikian seseorang dapat disebut bijaksana dan berbudi luhur. Pengetahuan yang kita peroleh hanya merupakan keterangan yang akan menimbuni pikiran kita dan membuat kita tidak bijaksana. Semua itu ibarat pakaian luar yang diperlihatkan kepada orang lain tetapi sesungguhnya bukan bagian diri kita.”- Resi Lomasa. Hal yang menyentuh juga terdapat pada Bab 49 dengan Permusuhan Duryodhana dan Karna terhadap Pandawa membawa banyak pelajaran yang baik untuk direnungi. Ketabahan, keteguhan hati, iri, dengki, dendam, kesabaran, kesetiaan, kepatuhan, kejujuran, dan keikhlasan menjadi nilai-nilai yang diangkat sepanjang kisah ini. Sebuah epos yang dahsyat biasanya memang tak lepas dari hal-hal magis. Sebut saja Kutuk-Pastu yang banyak dilontarkan di dalam cerita. Sumpah-sumpah yang diucapkan dan wajib dipenuhi. Lalu juga ada keajaiban-keajaiban yang diturunkan oleh dewa-dewi kepada manusia. Sebagai Penutup, Kisah tentang epos tidak hanya berisikan pesan-pesan semangat kewiraan, namun juga pesan perubahan dan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi juga terdapat dalam Mahabharata. Suasana dinamis ditemukan dalam uraian kisah tersebut, tidak ada yang abadi semua berubah, kebahagiaan akan berubah menjadi kesedihan, kemalangan menjadi keberuntungan, kejayaan menjadi kehinaan dan sebagainya. Di akhir ceritapun ditutup dengan perjalanan para Pandawa menuju dunia dewa-dewa, bukan dengan kebahagiaan, melainkan dengan upaya pertemuan dengan kekuatan adi-kodrati. Tidak ada yang kekal, kecuali perubahan itu sendiri, demikian menurut orang-orang bijak. Dari epos India yang sangat terkenal ini, kita bisa memetik banyak pelajaran berharga tentang nilai-nilai kejujuran, kesetiaan, persaudaraan, perjuangan membela kebenaran, dan kesediaan memaafkan demi kebaikan bersama. Kecuali itu, epos ini dengan jelas menggambarkan bahwa manusia yang berbudi luhur juga memiliki kelemahan; sementara yang berwatak buruk juga memiliki sisi baik. Tak ada manusia yang sempurna.
Sebuah sirine Ambulance berdering kencang, laju kendaraan beroda empat itu melenggak-lenggok ditengah jalan yang sesak akan kendaraan lain. Wajah-wajah cemas didalamnya penuh dengan ketir dan harapan. Seorang yang terbaring meringgit menahan sakit, ia hanya ingin lekas sampai ditujuannya. Lalu lalang kendaraan lain terkadang menghambat laju mobil Ambulance itu, bukan hanya sekedar terburu-buru, tetapi ada nyawa yang harus diselamatkan. Namun kenyataannya tidak semua pengendara lain peduli atau paham akan situasi darurat yang dihadapi mereka. Menyebabkan mobil Ambulance sering tertahan atau terlambat sampai ke Rumah Sakit. Dan kenyataan lainnya, ada banyak orang mengeluh karena ketersediaan mobil Ambulance yang terbatas. Apalagi, masyarakat benar-benar membutuhkan kendaraan itu dalam keadaan darurat. Sadar akan dilema itu, sosok pemuda desa yang tersentuh hatinya tergerak memberanikan diri untuk membentuk satu komunitas dibidang kemanusiaan. Relawan Desa Pangkalan atau RDP yaitu wadah komunitas yang menyediakan sebuah angkutan mobil Ambulance untuk masyarakan dan warga sekitar yang membutuhkan. Jumadi, pemuda berusia 22 tahun adalah seorang penggagas komunitas RDP. Tak hanya bekerja dalam bidang kerelawanan, ia juga bekerja sebagai Staff di Kantor Desa Pangkalan, Kecamatan Teluknaga, Tangerang, Banten. Jumadi mengatakan, alasannya membentuk Komunitas Desa Pangkalan demi membantu masyarakat yang tengah dalam kondisi kesulitan dan situasi darurat. Dia hanya ingin dapat berguna ditengah masyarakat apalagi sebagai seorang pemuda. Alasan lainnya, kata jumadi, dia turut bergabung dalam komunitas RDP merupakan ketulusan dari hatinya dan tergerak demi kemanusiaan. Ia juga berujar, tidak ada paksaan namun itu murni dari hatinya untuk tergerak demi kemanusiaan, saat ditemui di Markas Relawan Desa Pangkalan. Jumadi juga menuturkan, bahwa Komunitas RDP telah mendapatkan perhatian dari Camat Teluknaga, diakui dan didukung penuh oleh Polsek Teluknaga juga Koramil Teluknaga. Menurutnya ini adalah hasil dari kesabaran dan rasa kepedulian teman-teman RDP. Wewenang Komunitas Relawan Desa pangkalan, ada pada ketua dan wakil ketua serta penasihat juga penanggung jawab, yaitu Kepala Desa Pangkalan. Jumadi juga menyampaikan, Komunitas Relawan RDP ini tersedia selama 24 jam , jika masyarakan membutuhkan tinggal menghubungi RDP melalui Ketua RT/RW, Mandor, atau Staff Desa. Dan untuk pelayanan tidak terbatas untuk Desa Pangkalan saja, jika masih di Kecamatan Teluknaga bisa juga menghubungi team dari RDP. Raut wajah yang sumringah, Jumadi mengenang ketika dia rela menunda untuk menikah dengan sang pujaan hatinya demi untuk membeli sebuah mobil bodong seharga 25 juta, uang pribadinya pun terkocek sebesar 15 juta, padahal ia kebingungan, karena masih mempunyai hutang sebesar 10 juta, tapi rasanya tuhan selalu memberikan jalan untuk orang yang ingin berbuat kebaikan, pada saat bingung-bingungnya jumadi menemui kepala desa dengan berkata “Pak, punten saya membeli mobil untuk menambah kekurangan mobil ambilance di desa pangkalan, saya sudah bayar sebesar 15 juta, tapi untuk yang 10 juta ini saya masih belum menemukan jalannya pak.” Dengan wajah yang amat terharu oleh Jumadi, Kepala Desa Pangkalan, tanpa mempersulit Jumadi langsung menyetujui untuk melunasi sisa angsuran mobil yang belum terbayarkan, tapi kabar buruknya, Jumadi dan sang kekasih sudah mengakhiri hubungan semenjak 4 bulan yang lalu. Dari kegigihan Jumadi membuat suatu komunitas relawan ini dapat disimpulkan bahwa sekarang ini peran relawan banyak sekali dibutuhkan di suatu gerakan masyarakat, misi sosial, kegiatan perusahaan maupun pemerintahan. Tak jarang banyak pendapat sinis mengenai relawan dan pekerjaan kerelawanan, yang menilai terdapat ketidakseimbangan antara waktu, usaha bahkan dana yang dikeluarkan untuk kegiatan kerelawanan tersebut. Seringkali relawan tidak mendapat upah setelah praktiknya. Sudah berlelah-lelah, repot ngurusi ini-itu tapi tidak dapat apa-apa. Seperti yang diucapkan oleh Anies Baswedan “ Relawan tak dibayar bukan karena tak bernilai tapi karena mereka tak ternilai harganya”.