Beranda Opini Bagaimana Napi Asimilasi di Rumah ?

Bagaimana Napi Asimilasi di Rumah ?

Ilustrasi - foto istimewa Laya Berita

Oleh : Dimas Dharma Setiawan, Pembimbing Kemasyarakatan di Banten

Pandemic Covid19 di seluruh Dunia membuat Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah-langkah kebijakan strategis diberbagai sektor dengan tujuan guna melindungi masyarakatnya dari penularan virus tersebut.

Diawali Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang mengeluarkan regulasi bernomor 13A Tahun 2020 tanggal 29 Februari 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Bencana Wabah Penyakit Virus Corona di Indonesia. Regulasi tersebut menjadi dasar bagi semua Kementerian/Lembaga dalam bekerja. Selanjutnya Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan bernomor SE.HK.02.01/MENKES/2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Protokol Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan Corona Virus Disease (Covid19).

Diikuti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) yang mengeluarkan aturan bernomor 19 tahun 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja ASN dalam upaya pencegahan penyebaran Covid19 di Lingkungan Instansi Pemerintah. Sejak surat edaran diberlakukan kegiatan pemerintahan dilakukan dirumah, kecuali pelayanan teknis yang masih dilakukan langsung dengan cara mengikuti protokol kesehatan.
Begitupun dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjend PAS) dikeluarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor : M.HH.19.PK.01.01.04 Tahun 2020 tanggal 30 Maret 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana (Napi) dan Anak melalui Integrasi dan Asimilasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid19.

Semangatnya tidak lain demi menyelamatkan nyawa dan kesehatan putra/putri bangsa Indonesia yang sedang menjalani pemindaan di dalam Lembaga bentukan pemerintah yaitu Lapas/Rutan. Napi sebagai manusia seutuhnya, rakyat Indonesia dan juga mahluk Tuhan yang mesti perlakukan sama terkait keselamatan jiwanya. Napi hanya sedang hilang kemerdekaan bergerak dan bersosialiasi dengan masyarakat luas, suatu pembatasan atas konsekuensi kesalahannya. Denga demikian Napi bukanlah mahluk yang harus dilupakan dalam kehidupan sosial.

Integrasi dan Asimilasi sebagai suatu program Negara yang diberikan kepada Napi yang telah memenuhi syarat formal seperti telah menjalani ½ masa pidana dan 2/3 masa pidana. Bagi Napi yang melakukan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) seperti tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya dan diantara dihukumnya diatas 5 (lima) tahun masuk dalam pengecualian tidak diberikan program ini.

Gong ditabuh Yasona mulai Rabu (1/4/2020), secara serentak Lapas/Rutan mulai melaksanakan pengeluaran Napi untuk menjalani program Integrasi dan Asimilasi di Rumah. Napi diberikan Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Kepala Lapas/Kepala Rutan dan serangkaian surat resmi lainnya sebagai tanda syah keluar untuk selanjutnya diserahkan pada Balai Pemasyarakatan (Bapas). Penulis garis bawahi bahwa hukuman pengadilan yang sebelumnya disemat oleh Napi tersebut tidak berkurang satu hari ini (pengecualian remisi) artinya program Integrasi dan Asimilasi bukan program Negara memberikan diskon atau potongan hukuman kepada Napi.

Tengat pelaksanaan program secara massive sampai dengan Selasa (1/4/2020). Di wilayah Banten ditargetkan mewujudkan program sebanyak 1.224 orang Napi namun hasilnya berhasil melebihi target sebanyak 1.379 orang Napi yang mendapatkan program. Selanjutnya program dilanjutkan secara berjenjang sampai dengan tanggal 31 Desember 2020. Sampai dengan hari Sabu (25/04/2020) penulis mengantongi data nasional sebanyak 38.000 orang Napi diseluruh Indonesia sudah menjalankan program integrasi dan asimilasi di rumah.

Selanjutnya penulis ingin mengajak pembaca untuk mengetahui bagaimana Napi menjalani program Asimilasi di Rumah. Adapun profesi penulis sebagai Pembimbing Kemasyarakatan pada Bapas Serang. Perlu penulis sampaikan bahwa wilayah kerja Bapas Serang meliputi Kota Serang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.

Sebut saja FB (25) yang pernah menjalani pembinaan di Lapas Kelas IIA Cilegon. Sejak awal menjalani program, waktu yang digunakan untuk mengurusi keluarganya di rumah. Anak perempuannya yang masih berusia 5 tahun sangat senang bermain dengan dirinya. Beban istrinya pun berkurang karena selama FB berada di Lapas, putri kecilnya selalu rewel ingin ayahnya segera pulang. Keberadaan FB kini menjadi tulang punggung keluarga, untuk menyambung hidup FB berdagang makanan ringan dikawasan Ciwedus Kota Cilegon. Selama berada diluar FB mendapatkan pengawasan dan pembimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Ali Asari. Secara berkala FB mengabarkan dirinya kepada PK Ali melalui layanan video media sosial.

Dari Cilegon kita beralih ke Labuan Pandeglang untuk bertemu RZ (20) seseorang yang pernah menjalani pembinaan di Rutan Kelas IIB Pandeglang. Sejak pagi hari ia membantu kakeknya di Pelelangan Ikan setempat. Pada siang hari ia akan kembali kerumah untuk istirahat dan berkumpul bersama dengan keluarganya. Kepulangan RZ membuat keluarga senang, karena sebelumnya sang ibu satu minggu satu kali harus bersusah payah berangkat dari Labuan ke Pandeglang untuk menjenguk RZ di Rutan Kelas IIB Pandeglang. RZ sadar bahwa ia masih memiliki kewajiban untuk rutin melakukan lapor diri dengan cara temu muka dengan PK Tyas melalui layanan video media sosial. RZ sangat mendengarkan nasihat yang diberikan PK Tyas agar dirinya selalu berbuat yang positip dan produktif demi masa depan dirinya dan juga keluarganya.

HB (37) saat pulang berpeluk rindu dengan keluarga. Tetes air mata RZ sebagai pesan betapa bernilainya suatu kebebasan. Terucap kata syukur dari dirinya bisa menjalani puasa ramadhan di rumah bareng keluarga. HB merasa dirinya seperti mimpi mendapatkan program ini, ia seharusnya bebas bulan Januari 2021. Kini, HB sehari-hari sedang berusaha memulihkan hidup dan kehidupannya. Mendatangi teman dan kerabatnya untuk mencari informasi pekerjaan atau lapangan usaha sebagai suatu ihktiar. HB merasa kehidupan diluar berbeda dengan kehidupan di dalam Rutan, semula ia hanya memikirkan masa pidananya saja namun kini saat diluar ia harus mengembalikan fitrahnya sebagai kepala keluarga. HB berjanji dirinya akan memanfaatkan program yang diberikan Negara sebaik mungkin terutama tidak menyalahgunakannya untuk melakukan tindak kejahatan.

AR (25) dihukum selama empat tahun penjara karena melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika. Setelah sekian tahun mendekam di balik jeruji akhirnya dirinya bisa menghirup udara bebas. AR mengaku mendapatkan program tersebut tanpa harus membayar. Saat sedang berada di kamar AR dipanggil petugas Lapas untuk mengabarkan bahwa besok AR sudah bisa pulang, seketika perasaan AR mendadak bahagia.

AR menandatangi formulir lembar ikrar akan menjadi pribadi yang taat hukum sebagai bukti keseriusan AR akan menjalani program. Kini, hari-hari AR dijalani dengan penuh kerukunan bersama kedua orang tuanya dan satu adiknya di rumah. Portal-portal usaha kreatif rutin dikunjungi untuk mengetahui jenis usaha apa saja yang masih bertahan pada situasi saat ini. AR ingin sekali berjualan kaos sablon bertemakan anak muda untuk dijual pada teman-temannya. PK Anik memberikan dukungan moral kepada AR agar bisa mewujudkan mimpinya itu. PK Anik melakukan pengawasan terhadap yang bersangkutan baik melalui kunjungan rumah atau melakukan tatap muka melalui layanan video media sosial.

Ada suatu persoalan terjadinya peristiwa tindak pidana yang dilakukan oleh Napi yang sedang menjalani Assimilasi, mulai dari mencuri handphone lalu tertangkap warga hingga tertangkap langsung oleh pihak Kepolisian pada saat mereka beraksi. Menurut data yang penulis miliki, Napi diseluruh Indonesia yang melakukan tindak pidana sebanyak 47 orang. Jumlah yang tidak terlalu banyak dibandingkan Napi yang tidak melakukan tindak pidana lagi, namun meskipun demikian situasi itu harus dijadikan intropeksi bersama, Kemenkumham atas nama Negara sebagai fasilitator dan keluarga atas nama Napi yang bersangkutan sebagai user (penerima manfaat).

Sangat bijak kita memberikan apresiasi terhadap kebijakan penyelamatan Napi sebagai anak bangsa dari penyebaran pandemic covid19. Seandainya satu orang Napi yang sedang menjalani pemidanaan terinfeksi Covid19 maka ratusan Napi lainnya ditambah petugas Lapas dapat dengan mudah tertular. Akibatnya beban tugas Negara semakin berat dalam pengentasan pasien Covid19 yang hingga saat ini belum teratasi.

Kita sama-sama mengetahui bahwa pelanggaran pidana tidak hanya ada pada saat ini saja melainkan ada sejak lama. Dari abad ke abad, tahun ketahun hingga hari ke hari syahwat kejahatan dapat menimpa siapapun. Norma atau system manapun sangat melarang tindak pidana kejahatan terjadi. Perbuatan tercela itu datang dari orang perorangan. Ada saja alasan para pelaku melakukan tindak pidana, mulai dari tidak memiliki pekerjaan hingga alasan kelaparan. Meskipun demikian alasan tersebut tidak membuat masyarakat puas. Protes muncul karena mempermasalahkan kebiakan yang sudah diambil yang dianggap berdampak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Penulis ingin menyampaikan kepada pihak yang memprotes yaitu bagaimana kalau Napi yang dikeluarkan bagian dari keluarga yang memprotes, mungkin saja mereka berterima kasih kepada pemerintah karena menerima manfaat atas kepulangan keluarganya. Ada pihak yang mengambil langkah hukum dengan melakukan gugatan atas program yang ada melalui pengadilan. Dinamika hukum kita semakin dewasa dengan mengambil ruang yang tepat untuk menguji aturan yang berlaku. Ini cara kritis yang tepat menempuh jalur hukum yang disediakan oleh Negara. Cara yang tidak tepat adalah membuat asumsi-asumsi dalam kerangka berita palsu (Hoax) pada media sosial yang membuat masyarakat resah.

Banyaknya Napi yang sudah menjalani program berdampak positip, memberi ruang yang cukup bagi Napi yang masih berada didalam. Sebelumnya kelebihan hunian didalam Lapas/Rutan menjadi kendala kelasik, mengingat minimnya kamar hunian tidak sebanding dengan besarnya jumlah Napi dan Tahanan. Nugroho, selaku Plt Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyatakan keuangan Negara menjadi hemat sekitar 260 milyard atas program tersebut. Perhitunganya adalah biaya hidup Rp 32.000 per-hari dikalikan 30 ribu orang Narapidana dikalikan lagi dengan 270 hari dari bulan April hingga bulan Desember.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini