Beranda Opini Antara Panggung Depan dan Belakang dalam Penyediaan Sarana Air Bersih di Kota...

Antara Panggung Depan dan Belakang dalam Penyediaan Sarana Air Bersih di Kota Cilegon

Moch. Nasir SH, Pegiat Literasi. (doc.pribadi)

Oleh : Moch. Nasir SH,
Pegiat Literasi

Panggung Depan, Panggung Belakang dalam judul tulisan ini tak lain bagian dari teori Dramaturgi yang mendasari bahwa di dalam kegiatan interaksi satu sama lain, sama halnya dengan pertunjukan sebuah drama. Manusia merupakan aktor yang menampilkan segala sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu melalui drama yang dilakukannya. Panggung depan atau frontstage dari teori dramaturgi tak ubahnya sebagai panggung sandiwara yang menampilkan pertunjukan sisi baiknya. Sedangkan panggung belakang atau backstage, yakni peran yang sesungguhnya dalam dunia nyata.

Dalam konteks pembangunan di Kota Cilegon, sejauh ini banyak sekali yang menunjukkan adanya berbagai pernyataan dan kenyataan yang memotret adanya sisi panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan dan panggung belakang dalam pembangunan di Kota Cilegon khususnya tentang penyediaan air bersih, bertebaran di berbagai sudut perkampungan yang ada di perbukitan. Namun untuk kepentingan penulisan ini, saya hanya mengambil dua titik sebagaimana saya urai di bawah ini ;

1. Penyediaan Sarana Air Bersih di Cipala

Cipala adalah nama sebuah kampung di wilayah Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, letaknya di perbukitan. Masyarakat di sana sudah lama merasakan kesulitan air bersih hingga bertahun-tahun sejak Walikota terdahulu selalu mendapat bantuan air bersih dari Pemkot Cilegon melalui mobil tangki. Bersyukur, sejak Agustus 2023 lalu, masyarakat riang gembira lantaran kebutuhan air bersih telah tercukupi dengan adanya pipanisasi hingga airnya bisa muncrat melalui keran yang telah disediakan. Muncratnya air bersih itupun diresmikan oleh Walikota Cilegon Helldy Agustian. Dinas Kominfo Kota Cilegon tergopoh-gopoh merilis berita tentang melimpahnya air bersih di Cipala, lengkap dengan ucapan terimakasih dari warga kepada Walikota Cilegon sebagaimana diberitakan dalam sebuah harian lokal.

Pak Wali (Helldy Agustian) haturnuhun (Terimakasih-red) saat ini banyu tetap masih lancar. Warga Cipala tidak lagi susah mendapatkan air bersih meskipun sekarang ini musim kemarau. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih masyarakat Kampung Cipala kepada Pak Helldy Walikota CIlegon yang sudah menyediakan sarana air bersih bagi kami semua,” ujar Sutihat, warga RT 03/05 Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Rabu 23 Agustus 2023 sebagaimana rilis Dinas Kominfo Cilegon.

Tak hanya warga Cipala, seorang ASN yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan di lingkungan Pemkot Cilegon juga ikut membanggakan bin memuja dan memuji Walikota Cilegon atas muncratnya air di kampung Cipala dalam sebuah postingan di media sosial dan beredar luas di grup WA seolah-olah ini merupakan kesuksesan pembangunan Kota Cilegon.

Itulah panggung depannya, sebuah penampakan tentang sisi baiknya dari pernyataan penyediaan sarana air bersih di Cipala. Lantas panggung belakangnya bagaimana, apakah sesuai antara pernyataan dan kenyataan?. Sejatinya, untuk melihat berhasil tidaknya pembangunan yang dilaksanakan Pemkot Cilegon bisa dideteksi melalui dokumen resmi pembangunan sebagaimana tertuang dalam APBD tiap tahun anggaran. Khusus untuk penyediaan air bersih di Cipala ini, tidak ada anggaran sepeserpun dalam APBD 2023. Pertanyaannya adalah dari mana anggarannya hingga air bersih sampai ke kampung Cipala?.

Suatu kenyataan yang tak dapat dibantah adalah bahwa sesungguhnya pipanisasi air bersih hingga sampai ke masyarakat tak lain adalah peran serta dari PT Indonesia Power melalui program CSR-nya. Indonesia Power menyodet saluran pipa air yang mengalir dari PT KTI ke PT Indonesia Power. Momen inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Walikota Cilegon Helldy Agustian untuk menarik citra baik dengan cara meresmikan muncratnya air bersih itu seolah merupakan keberhasilan Pemkot Cilegon sehingga masyarakatpun, entah disuruh atau tidak, tergopoh-gopoh mengucapkan terimakasihnya kepada Walikota Cilegon.

Kenyataan lain dari yang sesungguhnya terjadi dalam panggung belakang adalah bahwa inisiator penyediaan air bersih itu bukanlah dari Walikota Cilegon, namun dari seorang Ketua DPRD Cilegon Isro Mi’raj. Alkisah pada bulan April 2023 Ketua DPRD Cilegon mengundang PT Indonesia Power, PT KTI, PDAM dan Dinas Perkim dan berkumpul di ruang Ketua DPRD Cilegon. Adapun pembahasannya adalah mengatasi permasalahan terkait kekeringan di daerah Lebak Gede dan Suralaya. Fakta ini bisa dilihat dari postingan Muhammad Aldi, ajudan Ketua DPRD Cilegon pada tanggal 26 April 2023 lalu. Dalam postingan itu juga terdapat narasi “Alhamdulillah dalam pembahasan ini telah disepakati untuk membuat tim. Semoga di bulan Mei ada solusi yang kita inginkan”.

Dalam sebuah berita di media online, Ketua DPRD Cilegon Isro Mi’raj sempat menyindir soal keberhasilannya menginisiasi mengumpulkan beberapa instansi terkait dalam rangka mencari solusi kekeringan di Cipala hingga kemudian berhasil, beliau mengatakan bahwa “Ketika itu terealisasi, orang lain yang klaim, buat saya tak masalah”.

2. Penyediaan Sarana Air Bersih Cisuru

Kampung Cisuru, secara geografis masuk dalam wilayah Kelurahan Suralaya, Kecamatan Pulomerak. Di Kelurahan Suralaya inilah bercokol rajanya energi di Indonesia yakni PT Indonesia Power yang menyuplai seluruh kebutuhan listrik Jawa-Bali. Namun demikian, ternyata masih ada juga kampung yang mengalami krisis air bersih hingga warga di kampung itu harus menyusuri bukit sejauh kira-kira 2 kilometer untuk bisa mendapatkan air.

Masih untung ada seorang warga Suralaya bernama Sumedi Madasik yang punya jiwa sosial. Pada tahun 2019, dibangunlah sumur bor meskipun letaknya bukan di kampung Cisuru. Dari sumur itu kemudian didorong ke atas perbukitan tempat kampung Cisuru berada. Memang masyarakat dikenai biaya Rp5.000 /meter kubik, namun biaya itu tidak bisa mencukupi untuk membayar listrik perbulan lantaran penyaluran air harus menggunakan pompa pendorong agar sampai ke kampung Cisuru. Alhasil, tiap bulan Sumedi Madasik harus merogoh uang dari kocek pribadinya antara Rp2 juta hingga Rp2,5 juta untuk mensubsidi pembayaran selama 4 tahun berjalan.

Tahun 2024 terjadi geger gumentur, Sumedi Madasik menghentikan penyaluran air bersih. Masyarakat kalang kabut harus kembali berjalan menyusuri perbukitan untuk mendapatkan air bersih. Kejadian ini kemudian dikaitkan dengan gagalnya Sumedi sebagai caleg masuk DPRD Cilegon. Berbagai gorenganpun muncul di media, disebutkan bahwa pemutusan itu lantaran suara Sumedi dalam Pileg jeblok di kampung itu. Bahkan Walikota Cilegon Helldy Agustian melalui akun media sosial pribadinya maupun akun Pemkot Cilegon turut memposting kegiatan penyaluran bantuan air bersih ke kampung Cisuru. Narasi yang dibangun dalam postingan itu menggunakan bahasa yang bernuansa nyinyiran terhadap Sumedi yang telah memutus saluran air. Alih-alih mendapat pujian, sandiwara yang dibangun malah mendapat cacian dan makian netizen di berbagai jejaring sosial, salah satunya di akun Instagram sang Walikota yang terpantau lebih dari 3 ribu warganet yang menyayangkan sikap Walikota yang demikian. Ada yang bilang sok pahlawan, pahlawan kesiangan, ada juga yang komentar pemimpin yang tak bertanggung jawab dan sebagainya. Sadar postingannya mendapat respon negatif netizen, beberapa waktu kemudian narasi nyinyirnya lantas diedit dengan menggunakan bahasa yang agak baik meskipun masih terdapat nuansa pencitraan.

Begitulah air bersih Cisuru, telah menampilkan sandiwara dalam panggung depan yakni sisi baik dari seorang pemimpin daerah seolah menjadi pahlawan dalam kasus Cisuru. Seorang teman mengistilahkan kemarau panjang 4 tahun di Cisuru ditopang oleh seseorang, tapi kemudian tak berbekas lantaran disiram air hujan –buatan– dalam sehari.

Lantas bagaimana dengan panggung belakangnya?, apa sesungguhnya yang terjadi di Cisuru?. Dari berbagai informasi yang didapat, ternyata penghentian air bersih ke Cisuru oleh Sumedi bukan hanya dipicu lantaran kegagalannya melangkah ke DPRD Cilegon an sich, tetapi memang kondisi ekonomi yang sudah tidak lagi memungkinkan untuk selalu memberikan subsidi bayar listrik pasca pencalegan.

Melihat gelagat riuhnya persoalan penghentian air bersih itu, Sumedi kemudian menanggapi postingan akun Facebook pribadi Walikota Cilegon Helldy Agustian dengan mengatakan seperti di bawah ini:

“Sudahlah, tidak usah diperdebatkan lur, ini sudah terjadi, saya sendiri juga tidak merasa benar. Saya sadar saya bukan malaikat. Dengan kesadaran ini sayapun minta maaf terhadap masyarakat Cisuru atas tindakan saya yang sudah saya lakukan. Tapi perlu diketahui bahwa berita yang beredar sehingga menjadi berita nasional ini agar menjadi perhatian dan pelajaran seluruh rakyat Indonesia bahwa begitu kejamnya politik uang. Begitu dahsyatnya pengaruh serangan fajar, kebaikan bentuk bantuan sosial tidak ada artinya bila dibandingkan dengan politik uang. Ternyata saya perlu kesabaran untuk terus membantu masyarakat Cisuru. Namun sayang saya tidak ada daya untuk menanggulangi biaya subsidi listrik yang selama ini saya lakukan. Maka dari itu, saya berharap agar masyarakat bisa bekerja sama agar ke depan tidak ada yang dirugikan. Tapi sayang juga masyarakat begitu saya ajak diskusi sampai detik ini tidak ada respon, justru memviralkan terkait hal ini. Padahal saya tidak ada niatan untuk memutus selamanya, yang saya katakan ke masyarakat adalah penutupan sementara. Justru yang saya sesalkan adalah narasi yang dibangun oleh seorang Walikotanya sendiri (Helldy Agustian) seakan beliau tau betul tentang kronologinya. Kalau saya boleh memberikan saran, Pak Wali mestinya yang jaga pernyataannya dan sikapnya, karena sejatinya apa yang dinarasikan itu akan membuat boomerang pada Pak Wali sendiri. Kemana saja selama ini Pak Wali?, Bukankah kewajiban dan tanggung jawab pemerintah (Walikota) dalam rangka mensejahterakan rakyatnya?, Kalau bapak lupa, saya ingatkan ya pak, silahkan buka Undang-Undang Dasar 1945 ya pak?”.

Demikian gambaran pelaksanaan pembangunan di Kota Cilegon khususnya terkait dengan penyediaan sarana air bersih untuk masyarakat di perbukitan dilihat dari teori dramaturgi. Yang pasti, panggung depan tergantung individu yang memerankan atau paling tidak bisa memanfaatkan momen tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi walaupun dalam kenyataannya berbeda dengan panggung belakang atau kenyataan yang ada.

Persolan percaya atau tidak dengan yang nampak dalam panggung depan terserah pada individu masing-masing, sebagaimana juga dinyatakan dalam teori dramaturgi bahwa kesan (impression) yang diperoleh orang banyak terhadap pertunjukan itu bisa berbeda-beda. Seseorang bisa sangat yakin terhadap pertunjukan yang diperlihatkan kepadanya, tetapi bisa juga bersikap sebaliknya. Dalam konteks pembangunan Cilegon, yang paling pintar mengambil momen ini tak lain adalah Walikota Cilegon walaupun dalam kenyataannya, Pemkot Cilegon tak menganggarkan atau bahkan tidak memasukkan program itu ke dalam APBD.

Semuanya hanya untuk PENCITRAAN layaknya sebuah drama dalam panggung sandiwara. Masih percaya?, Sorry ye. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini