
SERANG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten mengecam upaya penyelesaian damai kasus pengeroyokan jurnalis dan staf Kementerian Lingkungan Hidup di area PT Genesis Regeneration and Smelting (GRS), Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang.
Sekadar permintaan maaf terbuka dan ajakan penyelesaian melalui mekanisme restorative justice tidak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan proses hukum.
“Permintaan maaf tidak menghapus tindak pidana. Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya pelanggaran terhadap individu, tetapi juga pelanggaran terhadap hak publik untuk memperoleh informasi,” kata koordinator AJI Jakarta Biro Banten, Muhamad Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Minggu (5/10/2025).
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dan AJI Jakarta Biro Banten menilai tindakan pengeroyokan terhadap jurnalis merupakan pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pasal tersebut mengatur bahwa siapa pun yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
AJI Jakarta Biro Banten juga menolak alasan bahwa para pelaku adalah tulang punggung keluarga. Dalih tersebut, kata Iqbal, tidak bisa dijadikan pembenaran atas tindak kekerasan terhadap jurnalis.
“Pemakluman semacam itu hanya memperkuat budaya impunitas dan menormalisasi kekerasan terhadap jurnalis,” ujarnya.
AJI Jakarta Biro Banten mendesak Polda Banten untuk melanjutkan proses hukum secara transparan dan menolak segala bentuk perdamaian di luar mekanisme hukum pidana.
Selain itu, AJI Jakarta Biro Banten dan LBH Pers juga menyerukan kepada pemerintah, korporasi, dan aparat keamanan untuk menghormati serta menjamin pelaksanaan kerja-kerja jurnalistik sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Pers.
“Yang dilanggar bukan hanya hak jurnalis, tapi juga hak publik untuk tahu. Penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis adalah bentuk perlindungan terhadap demokrasi,” tuturnya
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: Wahyudin