Beranda Hukum Warga Miskin Desa Kohod Jadi Korban Iming-Iming dalam Kasus Sertifikat Pagar Laut

Warga Miskin Desa Kohod Jadi Korban Iming-Iming dalam Kasus Sertifikat Pagar Laut

Empat terdakwa saat menjalani sidang perdana perkara gratifikasi di Pengadilan Tipikor Serang. (Audindra/bantennews)

SERANG-Iming-iming keuntungan menjadi cara para terdakwa kasus korupsi pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, memanfaatkan warga. Jaksa Penuntut Umum Kejati Banten mengungkap bagaimana KTP dan KK warga dipakai untuk mengurus sertifikat tanah yang sejatinya merupakan wilayah laut.

JPU Kejati Banten, Faiq Nur Fiqri Sofa mengatakan para terdakwa sengaja hanya memanfaatkan identitas masyarakat miskin di Desa Kohod saja agar mau memberikan KTP dan KK mereka dengan janji keuntungan. Para terdakwa yang bersekongkol adalah Kepala Desa Kohod Arsin, Sekretaris Desa Ujang Karta, pengacara Septian Prasetyo, dan wartawan Chandra Eka Agung Wahyudi.

Pada tahun 2022, Ujang Karta selaku Sekretaris Desa merupakan orang yang mencari ratusan warga  miskin. Ujang menyusun dokumen Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) dengan memanfaatkan 203 KTP dan KK warga, masing-masing dicatat memiliki lahan sekitar 1,5 hektare. Padahal, lokasi yang diajukan bukan berupa daratan, melainkan kawasan perairan laut. Terdakwa Septian sengaja ditunjuk sebagai kuasa hukum para warga tersebut.

Sekitar September 2023, Hasbi meminta kepada Arsin agar ada penambahan Nomor Objek Pajak (NOP) lahan yang akan dibuatkan sertifikat lagi dengan luas lahan 130 hektare. Arsin kemudian kembali memerintahkan Ujang agar mengumpulkan KTP dan KK milik warga.

“Ujang Karta kemudian kembali mengumpulkan KTP dan KK milik warga Desa Kohod secara acak dan memilih warga yang kurang mampu dengan janji akan diberikan keuntungan,” kata Faiq saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (30/9/2025).

Setelah terbit SKTG kemudian  Arsin menyerahkan dokumen itu ke Hasbi Nurhamdi, seorang pengusaha yang mengimingi para terdakwa untuk menjual lahan wilayah laut yang ditancapkan pagar bambu.

Baca Juga :  Pengedar Pil Koplo di Serang Harus Berpuasa di Balik Jeruji

Hasbi kemudian pergi ke Badan Pendapatan Daerah Kabupaten (Bapenda) Tangerang untuk mengurus Nomor Objek Pajak (NOP) dan pendataan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Proses itu berjalan mulus karena Septian, Chandra, dan Hasbi menemui Dwi Chandra Budiman selaku Kepala Bidang Penetapan, Pendataan, dan Penilaian Pajak Daerah.

Setelah itu proses dialihkan ke BPN Tangerang yang kemudian menerbitkan total 260 SHM yang disetujui meski kondisi lahan yang dimohonkan berupa perairan laut. Permohonan itu disetujui atas perintah langsung oleh Joko Susanto selaku Kepala BPN.

Denny Prasetya Wangsya dari PT Cakra Karya Semesta yang memang ingin membeli lahan tersebut lalu meminta agar 260 SHM atas nama warga Desa Kohod diubah menjadi 243 Hak Guna Bangunan (HGB). Lahan yang sudah jadi HGB kemudian dibeli oleh perusahaan itu pada Mei 2024.

Harga jual lahan disepakati senilai Rp10 ribu per meter persegi dengan total jumlah uang yang akan diterima oleh para terdakwa kurang lebih Rp33 miliar. Pembayarannya dibagi menjadi dua kali yakni Rp16,5 miliar jika sertifikat sudah balik nama menjadi milik PT Cakra dan sisanya dibayar setelah lahan siap dipakai. Kesepakatan itu dibuat pada 15 Mei 2024 antara terdakwa Septian selaku kuasa warga dan Deny yang mewakili PT Cakra.

Uang sebesar Rp16,5 miliar kemudian diterima terdakwa Arsin dari Deny Prasetya yang diberi kuasa oleh Nono Sampono selaku Direktur PT Cakra. Pemberian uang dilakukan saat pertemuan di rumah makan di daerah Cipondoh Tangerang. “Setelah selesainya transaksi tersebut maka PT Cakra Karya Semesta kemudian menjual lahan tersebut kepada PT Intan Agung Makmur dengan harga Rp39,6 miliar sesuai kesepakatan dan pada bulan Oktober 2024 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sebanyak 243 SHGB atas nama PT Cakra Karya Semesta mulai beralih ke atas nama PT Intan Agung Makmur,” ujarnya.
Uang dalam jumlah besar mengalir pada Januari 2025. Uang Rp16,5 miliar yang jadi tahap awal pembayaran kepada terdakwa Arsin, diterima dengan kuitansi yang ditandatangani oleh Septian selaku penerima kuasa warga. Arsin menyerahkan uang itu kepada Hasbi.

Baca Juga :  Proyek PIK, Warga Merasa 'Diteror' Ratusan Truk Tanah

Dana Rp16,5 miliar sebagian diberikan kepada warga yang namanya digunakan dalam pengurusan sertifikat. Sekitar Rp4 miliar dibagikan kepada warga dengan nominal Rp15 juta per orang dari total KTP dan KK milik warga yang mereka kumpulkan. Sementara Rp12,5 miliar dikuasai pengusaha Hasbi Nurhamdi untuk kemudian dialirkan kepada para terdakwa setelah situasi dianggap kondusif karena saat itu sudah viral mengenai adanya pagar laut.

“Telah menerima pemberian sejumlah uang dari Hasbi Nurhamdi dengan perincian, Terdakwa Arsin sekitar Rp500 juta yang diterima secara bertahap, terdakwa Ujang Karta Rp85 juta, terdakwa Septian Prasetyo dan terdakwa Chandra Eka Agung Wahyudi masing- masing menerima uang Rp250 juta,” ujarnya.

Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi