CILEGON – Wakil Ketua II DPRD Kota Cilegon, Masduki, menyoroti lemahnya tata kelola di lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Cilegon. Menurutnya, banyak OPD meluncurkan program-program menarik secara konsep, tetapi gagal menjawab persoalan mendasar di lapangan.
Pernyataan itu disampaikan usai mencuatnya kasus antrean panjang pasien poli bedah mulut RSUD Cilegon yang viral di media sosial. Masduki menilai masalah tersebut bukan sekadar teknis, melainkan cerminan buruknya manajemen pelayanan publik.
“Waktu tunggu cabut akar gigi bisa sampai tiga bulan. Pemerintah gencar bicara digitalisasi, tapi akar masalah berupa keterbatasan tenaga medis dan fasilitas tidak pernah diselesaikan,” tegas Masduki.
Ia juga menyatakan akan turun langsung mengecek pelayanan di Poli Gigi. Masduki heran, bagaimana seorang dokter bisa bekerja tidak profesional sementara Pemkot Cilegon baru saja menggelontorkan anggaran besar untuk pembangunan medical center lima lantai.
Selain layanan kesehatan, politisi PAN itu menyinggung soal tingginya tingkat pengangguran di Cilegon. Data BPS menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2024 mencapai 6,08%, lebih tinggi dari angka nasional 4,91%. Padahal, 61 dari 100 penduduk usia kerja di Cilegon aktif secara ekonomi.
Masduki mendorong Dinas Tenaga Kerja berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan agar program vokasi benar-benar link and match dengan kebutuhan industri, bukan sekadar formalitas pelatihan. Ia juga meminta Satpol PP menegakkan Perda secara konsisten.
Persentase penduduk miskin Cilegon memang rendah, hanya 3,75% dibandingkan Banten (5,84%) dan nasional (9,03%). Namun, indeks kedalaman kemiskinan (P1 = 0,44) dan keparahan (P2 = 0,07) masih menunjukkan kerentanan sosial.
“Dinas Sosial jangan hanya sibuk menyalurkan bantuan rutin. Harus ada program pemberdayaan nyata yang terintegrasi dengan Dinas Koperasi dan UMKM. Beri kail, bukan hanya ikan,” ujarnya.
Masduki juga menyoroti struktur PDRB Cilegon yang masih didominasi industri pengolahan (56,16%), jauh di atas perdagangan (12,16%) maupun konstruksi (7,87%). Ketergantungan ini membuat ekonomi lokal rawan guncangan global.
“Kalau industri baja atau kimia terguncang karena isu global, pasti terjadi PHK massal. Maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan harus serius melakukan diversifikasi ekonomi, misalnya pariwisata, logistik, dan ekonomi digital,” jelasnya.
Masduki menegaskan DPRD akan memperketat fungsi pengawasan. Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke depan tidak hanya membahas masalah teknis, tetapi menggali akar persoalan sistemik di setiap OPD.
“Kami akan pastikan OPD punya indikator kinerja yang jelas. Anggaran harus disertai komitmen perbaikan konkret. Kasus RSUD ini jadi pelajaran, bahwa janji tanpa solusi hanyalah retorika yang tidak menyelesaikan masalah masyarakat,” tutupnya.
Advertorial
