KAB. SERANG – Sapnah (30), bibi dari Mukhibi Habibillah (16), pelajar asal Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang, menolak narasi aparat kepolisian yang menyebut keponakannya meninggal dunia akibat mabuk usai pesta minuman keras (Miras) oplosan. Ia menduga kuat kematian Mukhibi melibatkan unsur kesengajaan dan telah direncanakan.
“Awalnya dia dijemput dari rumah jam 11 malam oleh tiga orang. Itu kejadiannya di Kampung Cigua,” ujar Sapnah saat ditemui BantenNews.co.id di kediamannya, Jumat (8/8/2025).
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Sapnah mengaku sempat mencoba menghubungi Mukhibi melalui ponsel hingga larut malam, namun tidak aktif. Hingga akhirnya, teleponnya dijawab oleh orang lain yang mengaku bernama Wawan, warga Kampung Laban Setemplok, Desa Cibodas, Kecamatan Tanara. Wawan menyebut menemukan ponsel korban di jalan sekitar pukul 01.00 dini hari.
Saat Wawan hendak mengembalikan ponsel itu, tiga orang datang mengaku sebagai pemilik. Namun, mereka gagal mengambil ponsel karena tidak bisa menjawab pertanyaan mengenai kunci layar.
“Saya tunjukkan foto ke Wawan, ternyata yang mau ambil HP itu adalah tiga orang yang jemput Habibi malam itu. Di situ saya mulai curiga,” kata Sapnah.
Sapnah juga mendatangi RI (13), salah satu remaja yang disebut terakhir bersama korban. Namun, RI mengaku sudah mengantar korban pulang.
“Saya tanya pulangnya ke mana? Di rumah juga nggak ada. Dia langsung ngelak, nggak mau jawab. Dari situ saya yakin ada yang nggak beres,” ungkapnya.
Keluarga baru mengetahui keberadaan jenazah Mukhibi setelah dihubungi pihak Rumah Sakit Bhayangkara. Identifikasi dilakukan melalui tanda khusus di perut korban yang cocok dengan ciri yang disebutkan keluarga.
“Langsung saya ke rumah sakit, dan ternyata benar, itu keponakan saya,” ucapnya.
Ia menolak pernyataan polisi yang menyebut korban tewas karena mabuk berat. Menurutnya, banyak kejanggalan yang belum terungkap.
“Kalau pesta miras, kenapa ditinggal? Kalau hanyut, kenapa nggak ditolong? HP-nya juga sengaja mau disembunyikan. Ini sudah jelas direncanakan,” tegasnya.
Sapnah juga menyayangkan pihak keluarga baru dimintai keterangan oleh penyidik setelah beberapa hari peristiwa terjadi.
“Kami baru diwawancara sekarang, padahal dari semalam (sebelum kejadian) ponakan saya sudah nggak pulang,” ujarnya.
Sementara itu, Wawan membenarkan tiga orang sempat datang ke rumahnya untuk mengambil ponsel korban.
“Saya tanya sandi HP, dia nggak tahu, jadi nggak saya kasih,” ucapnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Serang AKP Andi Kurniady mengatakan kasus ini masih dalam proses penyidikan.
“Kami mengumpulkan keterangan saksi, tersangka, dan alat bukti lain. Jika ada bukti tambahan, tentu akan kami sertakan dalam berkas perkara. Kami juga masih menunggu hasil otopsi,” ujarnya.
Sebelumnya, dua pelajar SMP berinisial RI dan RM telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap pada Minggu (3/8/2025) di rumah masing-masing di Desa Lempuyang, Kecamatan Tanara.
Berdasarkan penyidikan, korban dan kedua tersangka diduga menggelar pesta miras oplosan pada Jumat malam (1/8/2025). Minuman yang dikonsumsi merupakan campuran arak, minuman berenergi, dan obat batuk cair.
Sekitar pukul 23.30 WIB, korban diduga mengalami keracunan dan kehilangan kesadaran. Kedua remaja itu kemudian membawa korban ke lokasi sepi di dekat aliran sungai irigasi Kampung Bojong Koneng, Desa Carenang. Mereka sempat mencoba menyadarkan korban dengan memukul dada, tangan, dan wajah, namun korban kemudian ditinggalkan tergeletak di pinggir sungai.
Pukul 01.30 dini hari, keduanya kembali ke lokasi, namun korban sudah tidak ada. Jenazah Mukhibi ditemukan mengambang di sungai pada Sabtu sore dalam kondisi tak bernyawa.
Kedua tersangka dijerat Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 304 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Penulis: Rasyid
Editor: Usman Temposo