Beranda Opini Mengenang Liku Perjuangan Lahan Kubangsari (II)  

Mengenang Liku Perjuangan Lahan Kubangsari (II)  

Moch. Nasir SH. (doc.pribadi)

Oleh : Moch. Nasir SH,
Pegiat Literasi

Negosiasi antara PT Krakatau Steel (KS) dengan Pemkot Cilegon terkait lahan Kubangsari tidak semudah yang dibayangkan orang, banyak liku dan perdebatan panjang mengenai apa saja yang harus disepakati lantaran masing-masing punya argumen. Bahkan Komisi II DPR RI ikut urun rembuk dengan meninjau lokasi sengketa tanah Kubangsari pada 28 Desember 2010 silam.

Namun patut kiranya berterimakasih kepada mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Gita Wiryawan dan Menteri Perindustrian RI, MS Hidayat yang dengan gigih menjembatani dan memfasilitasi musyawarah antara Pemkot Cilegon dengan PT KS hingga akhirnya tercapai MoU antara kedua belah pihak.

MoU itu dituangkan dalam Nota Kesepahaman Antara PT KS (Persero) Tbk dengan Pemerintah Kota Cilegon Nomor 01/DU-KS/MoU/2011 dan Nomor 180/04-Huk/2011 Tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Proyek PT Krakatau Posco dan Pembangunan Pelabuhan Pemerintah Kota Cilegon yang ditandatangani Direktur Utama PT KS, Fazwar Bujang dan Walikota Cilegon Tb Iman Ariyadi serta disetujui oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat dan Kepala BKPM RI Gita Wiryawan dengan ikut menandatangani Nota Kesepahaman itu.

Dalam MoU itu disebutkan beberapa kesepakatan antara lain PT KS akan menyerahkan lahan seluas 45 hektare untuk menggantikan lahan yang dikuasai secara fisik oleh Pemkot Cilegon untuk kebutuhan pembangunan pelabuhan milik pemerintah daerah dan PT KS bersedia mengganti investasi yang dikeluarkan dari dana APBD dalam melakukan pembangunan pelabuhan di lahan Kubangsari sepanjang telah dilakukan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ditetapkan Pemerintah Pusat (Menteri Perindustrian dan Kepala BKPM). Adapun Pemkot Cilegon akan menyerahkan lahan Kubangsari seluas 66,5 hektare yang dikuasai secara fisik oleh Pemkot Cilegon untuk pembangunan proyek PT Krakatau Posco.

Di dalam Nota Kesepahaman itu disebutkan pula bahwa agar kesepakatan tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari baik secara perdata maupun pidana, maka Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Perindustrian dan atau Kepala BKPM RI akan meminta pendapat hukum secara tertulis kepada Kejaksaan Agung. Dalam rangka menindaklanjuti isi Nota Kesepahaman itu, Menteri Perindustrian kemudian meminta pendapat hukum kepada Kejaksaan Agung secara tertulis melalui Surat Nomor 176/M-IND/3/2011 tertanggal 16 Maret 2011 perihal tersebut di atas. Dalam surat balasannya, saran dari Kejaksaan Agung melalui surat Nomor B.075/A/Gph.1/06/20011 tertanggal 8 Juni 2011 di antaranya menyatakan bahwa mengingat lahan 66,5 hektare tercatat sebagai inventaris barang milik daerah, maka untuk penyerahannya harus memperoleh persetujuan DPRD, sedangkan untuk penyerahan lahan 44,5 hektare dan biaya investasi kepada Pemkot Cilegon oleh PT KS terlebih dahulu harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Adapun besaran ganti rugi investasi yang dibayarkan PT KS kepada Pemkot Cilegon hendaknya berpedoman kepada Nota Kesepahaman antara PT KS dan Pemkot Cilegon.

Setelah ada pendapat hukum dari Kejaksaan Agung di atas, Menteri Perindustrian kemudian menerbitkan surat yang ditujukan kepada Menteri BUMN yang isinya memberitahukan bahwa sesuai dengan saran Kejaksaan Agung untuk pelepasan 45 hektare tanah dan pengganti investasi harus melalui RUPS. Segera setelah itu, PT KS mengadakan RUPS dan hasilnya dituangkan dalam bentuk Keputusan Pemegang Saham PT Krakatau Industrial Estate Cilegon Nomor :01/PS-KIEC/Kpts/2012 tanggal 12 Januari tentang Pelepasan Hak Pengelolaan Lahan Kepada Negara Republik Indonesia untuk kepentingan PT KS (Persero) yang isinya antara lain menyebutkan “RUPS menyetujui usulan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk selaku pemegang saham pada PT Krakatau Industrial Estate Cilegon, PT Krakatau Bandar Samudra dan PT Krakatau Daya Listrik dan akan melepaskan aset berupa lahan seluas 45 hektare berlokasi di Kelurahan Warnasari, Kecamatan Citangkil untuk kepentingan PT KS (Persero) Tbk kepada Pemerintah Kota Cilegon”.

Demikian pula DPRD membuat Keputusan Persetujuan Pelepasan aset yang dituangkan dalam Surat Keputusan DPRD Kota Cilegon Nomor; 27 Tahun 2011 Tentang Persetujuan Penghapusan Aset Tanah 66,5 hektare Ex HGU Nomor 1 dan Penggantian Investasi di atas Tanah Negara yang dikuasai Pemkot Cilegon di Kubangsari, Kecamatan Ciwandan.

Adapun besaran penggantian investasi, sesuai dengan MoU di atas, harus ditetapkan oleh Pemerintah Pusat setelah dilakukan audit BPK. Atas dasar itu maka terbitlah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Perindustrian dan Kepala BKPM Nomor 26/M-IND/Kep/1/2012 dan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Jumlah Besaran Pengganti Biaya Investasi Pemerintah Kota Cilegon Dalam Pembangunan Pelabuhan di Lahan Kubangsari Oleh PT KS. Dalam surat Keputusan itu disebutkan bahwa penggantian investasi Pembangunan Pelabuhan di lahan Kubangsari oleh PT KS sebesar Rp.98.510.879.600,- (Sembilan puluh delapan miliar lima ratus sepuluh juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu enam ratus rupiah). Jumlah besaran uang pengganti yang diputuskan oleh Menteri Perindustrian dan Kepala BKPM di atas, sesuai dengan hasil audit BPK.

Setelah semua ketentuan yang ada dalam Nota Kesepahaman dipenuhi, selanjutnya ditindaklanjuti dengan perjanjian. Perjanjian ini merupakan pelaksanaan dari Nota Kesepahaman yang ditandatangani di hadapan Sidang Istimewa DPRD Kota Cilegon dan dituangkan dalam bentuk Surat Perjanjian antara Pemerintah Kota Cilegon dengan PT KS Nomor 590/01-HUK/2012 dan Nomor 13/C/DU-KS/KONTR/2012 tentang Pelaksanaan Nota Kesepahaman Antara PT KS (Persero)Tbk dengan Pemkot Cilegon Tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Proyek PT Krakatau Posco dan Pembangunan Pelabuhan Pemerintah Kota Cilegon tertanggal 18 Januari 2012. Perjanjian ini, ditandatangani oleh Tb Iman Ariyadi sebagai Walikota Cilegon dan Fazwar Bujang selaku  Direktur Utama PT KS. Adapun yang jadi saksi dan ikut menandatangani yaitu Menteri Perindustrian RI MS Hidayat, Menteri BUMN RI Dahlan Iskan dan Kepala BKPM RI, Gita Wiryawan.

Inti dari Perjanjian tersebut antara lain, Pemkot Cilegon mendapat lahan 45 hektare di Warnasari sebagai ganti lahan Kubangsari seluas 66,5 hektare yang diserahkan kepada PT KS. Pemkot Cilegon mendapat penggantian biaya investasi Pembangunan Pelabuhan sebesar Rp.98.510.879.600,- (Sembilan puluh delapan miliar lima ratus sepuluh juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu enam ratus rupiah). Adanya Pelaksanaan MoU atau Perjanjian tersebut tentu menjadi kebanggaan masyarakat Cilegon sekaligus sebagai titik kulminasi perjuangan tentang lahan Kubangsari dalam arti bahwa semua permasalahan yang memicu konflik berkepanjangan antara PT KS dan Pemkot Cilegon sudah bisa diselesaikan dengan baik dan tidak ada masalah lagi. Di lain pihak niat untuk menggugat BPN-pun tidak jadi dilayangkan.

Namun apa mau dikata, politik adalah politik, apapun bisa terjadi. Dibalik kemenangan perjuangan Kubangsari terdapat duka yang mendalam bagi masyarakat Cilegon. Tak lama setelah adanya Perjanjian Pelaksanaaan Nota Kesepahaman hingga penyerahan secara fisik lahan Warnasari serta keluarnya Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Warnasari atas nama Pemkot Cilegon, Tb Aat Syafaat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus pembangunan dermaga Kubangsari. Kasus yang menimpa Tb Aat Syafaat ini, merupakan satu pembuktian terhadap apa yang disampaikan Maqdir Ismail sebelumnya soal kriminalisasi. Intinya bahwa adanya kesepakatan penggantian lahan Kubangsari dengan lahan Warnasari, secara materiil menandakan kemenangan pihak Pemkot Cilegon.

Sejarah kemudian mencatat, meski Tb Aat Syafaat dalam persidangan tak pernah mengakui perbuatan sebagaimana dituduhkan, ia tetap dijatuhi hukuman.

Tb Aat Syafaat menerima hukuman itu bukan berarti mengakui perbuatan, tapi menerima sebagai konsekuensi perjuangan dalam rangka mempertahankan sebuah cita-cita besar yakni terwujudnya pembangunan pelabuhan yang kelak bisa untuk mensejahterakan rakyat.

Seiring dengan perjalanan waktu hingga terjadi pergantian kepemimpinan daerah, lahan Warnasari sebagai aset pemerintah, hingga kini belum juga dibangun pelabuhan lantaran banyaknya kendala internal maupun eksternal, baik yang terjadi di PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) sebagai BUMD yang diserahi untuk membangun pelabuhan, maupun di Pemkot Cilegon sebagai pemegang saham. Bahkan saat ini ada kecenderungan lahan itu hanya dijadikan sebagai tempat pembuangan material proyek PT Lotte Chemical Indonesia atau disewakan kepada pihak ketiga.

Pertanyaannya adalah “Mau dikemanakan lahan Warnasari?”. Jawabannya, tunggu tulisan berikutnya dengan judul yang berbeda. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News