Beranda Hukum FSPP Banten Tak Ingin Kasus Dugaan Korupsi Hibah Ponpes Jadi Dagangan Politik

FSPP Banten Tak Ingin Kasus Dugaan Korupsi Hibah Ponpes Jadi Dagangan Politik

Presidium FSPP Banten saat memberikan keterangan pers. (Wahyu/bantennnews)

SERANG – Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten meminta agar kasus korupsi hibah pondok pesantren tidak menjadi manuver politik sebagian pihak.

FSPP juga menilai ada pihak-pihak yang sengaja menyudutkan FSPP sebagai lembaga.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Presidium FSPP Banten Ikhwan Hadiyyin, meminta kepada pimpinan pondok pesantren se-Banten untuk tenang dan menahan diri menyikapi pemberitaan media yang tendensius menyudutkan FSPP. “Mengedepankan silaturahim dan fokus pada pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat pesantren,” bunyi siaran tertulis yang diterima awak media, Jumat (27/1/2023).

Pihaknya juga mengimbau kepada elite politik dan tokoh masyarakat untuk menghormati putusan pengadilan dan tidak menjadikan kasus hibah sebagai komoditas politik.

Kuasa Hukum FSPP Provinsi Banten dari LKBH Sinar Madani Banten yang disampaikan oleh Wahyudi dan Rahmat Hidayat membantah adanya putusan kasasi yang membebankan gantu rugi keuangan negara akibat kasus korupsi kepasa FSPP.

“Putusan Pengadilan Negeri Serang sampai tingkat Kasasi Mahkamah Agung, tidak terdapat satupun frasa dalam amar putusan, yang menyatakan bahwa FSPP Provinsi Banten diperintahkan oleh Majelis Hakim untuk pengembalian dana hibah yang menjadi kerugian dalam objek perkara,” jelasnya.

Ia menambahkan, putusan pengadilan menjatuhkan sanksi pidana dan pertanggung jawabannya hanya kepada para terdakwa secara individu yakni mantan Biro Kesra Provinsi Banten Irvan Santoso dan Ketua Tim Evaluasi dan Verifikasi penyaluran hibah ponpes, Toton Suriawinata.

“FSPP Provinsi Banten sebagai lembaga, menghormati putusan Pengadilan dan mendukung penegakan hukum yang berkeadilan. Bahwa FSPP Provinsi Banten merupakan Forum yang terdiri dari para Pengelola dan Pimpinan Pondok Pesantren adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan mulia dalam mengembangkan kemajuan Pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai keagamaan kepada masyarakat Banten.

Sekjen FSPP Banten Fadlullah menegaskan bahwa koruptor yang menyunat dana hibah untuk pondok pesantren tidak terkait secara institusional dengan FSPP. “FSPP mengajak kepada semua pihak agar berhenti mengeksploitasi kasus dana hibah pontren ini karena berpotensi mengadu domba umat, merusak silaturrahim dan persatuan masyarakat Banten, serta merusak citra pontren dan marwah kiyai,” ujarnya.

Untuk diketahui, Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) jadi yang bertanggung jawab atas penyaluran anggaran hibah dari Pemprov Banten pada 2018 dan 2020 yang dikorupsi. Hal ini tertuang dalam pertimbangan Majelis Hakim dalam amar putusan kasasi yang tetap menghukum terdakwa Irvan Santoso dan Toton Suriawinata selama 4 tahun penjara.

MA berpendapat bahwa alasan kasasi penuntut umum dan terdakwa Irvan tidak dapat dibenarkan karena hakim tidak salah menerapkan hukum. Berdasarkan saksi, ahli, para terdakwa di persidangan diperoleh fakta bahwa Irvan selaku Kepala Biro Kesra dan terdakwa Toton sebagai Ketua Tim Evaluasi dalam kegiatan hibah ke FSPP tahun 2018 dan 2020 ke ponpes tidak melaksanakan tugas sebagaimana kewenangan.

“Tidak melakukan survei ke lapangan tetapi menerima data dari FSPP,” begitu bunyi pertimbangan putusan kasasi MA.

Data ponpes tersebut juga tidak akurat karena terdapat penerima hibah yang tidak ada di Aplikasi Data EMIS. Termasuk pesantren yang tidak memiliki Ijin Operasional (IJOP) Kementerian Agama.

Sebagai pengusul anggaran di Biro Kesra, terdakwa juga tidak melakukan penolakan atau perbaikan pada usulan itu. Khususnya terkait dengan Nota Dinas terdakwa Irvan yang menjadi dasar Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD ) untuk menetapkan anggaran hibah.

Berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2016, hakim berdasarkan fakta sidang berwenang menilai kerugian negara. Di hibah tahun 2018, FSPP seharusnya tidak menerima hibah Rp 2,8 miliar. Selain itu ada 563 penerima hibah ponpes yang hibahnya tidak bisa dipertanggungjawabkan senilai Rp 11,2 miliar.

“Sehingga total perhitungan kerugian negara dalam pemberian hibah tahun 2018 adalah sejumlah Rp 14,1 miliar menjadi beban dan tanggung jawab FSPP dalam pengembaliannya,” bunyi pertimbangan kasasi MA.

Kemudian, untuk hibah tahun 2020 ditemukan kerugian Rp 5,2 miliar. Dari nilai itu, terdakwa IV atau Tb Asep Subhi dibebankan pengembalian Rp 96 juta sedangkan sisanya yaitu 5,1 miliar dibebankan kepada 172 pesantren yang menerima hibah tapi tidak memenuhi syarat.

“172 pondok pesantren telah menerima hibah tahun 2020 yang tidak memenuhi syarat tidak tercatat dalam Database EMIS Kanwil Kemenag Banten dan tidak memiliki ijin operasional Kementerian Agama sejumlah Rp 5,1 miliar menjadi beban dan tanggung jawab 172 pondok pesantren dalam pengembaliannya,” bunyi dalam putusan kasasi.

(You/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News