SERANG – Tiga Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal asal Banten diduga menjadi korban penganiayaan dan kekerasan seksual di luar negeri. Dua di antaranya, Ika Arsaya Jala dan Sarniyah, bekerja di Irak. Seorang lainnya, Sarni, bekerja di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Keluarga para PMI kini meminta pendampingan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Federasi Buruh Migran Nusantara (F-BUMINU) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (SARBUMUSI NU) untuk proses pemulangan.
PMI bernama Ika Arsaya Jala, asal Kampung Jarahanak, Desa Sangiang, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, sudah enam tahun bekerja di Baghdad. Ia berangkat melalui jalur tidak resmi yang difasilitasi oleh sponsor bernama Ibu Aida, agensi di Jakarta.
Setibanya di Dubai, Ika sempat ditampung di kantor agensi dan kemudian dipaksa bekerja ke Irak dengan ancaman denda bila menolak. Ia awalnya dijanjikan gaji Rp7 juta per bulan, tetapi nyatanya hanya digaji Rp4 juta dengan libur hanya sekali seminggu.
“PMI (Ika) terpaksa berangkat ke Irak dan bekerja di sana selama 6 tahun. Akan tetapi, PMI mendapatkan gaji tidak sesuai apa yang dijanjikan oleh pihak agensi,” kata Den Hadi, wakil ketua F-BUMINU SARBUMUSI NU kepada BantenNews.co.id, Sabtu (16/8/2025).
Saat kontraknya habis, Ika justru ditahan di kantor Syarikah Ewara Company. Sudah delapan bulan ia disekap di ruang bawah tanah dan hanya diizinkan keluar ke dapur atau kamar mandi. Berbagai upaya dilakukan untuk pulang, termasuk melapor ke KBRI dan kepolisian Irak, namun proses deportasi selalu gagal.
Nasib serupa dialami Sarniyah, warga Kampung Sambilawang, Desa Teras, Kecamatan Carenang, Kabupaten Serang. Ia diberangkatkan secara ilegal oleh sponsor dari Banten bernama Matori pada Juni 2023. Meski hasil pemeriksaan medis menyatakan tidak layak, data Sarniyah diduga dipalsukan agar bisa diberangkatkan ke Irak.
Setibanya di sana, Sarniyah beberapa kali berpindah majikan hingga 12 kali. Hampir di setiap tempat ia mendapat perlakuan buruk, termasuk percobaan pemerkosaan, penyiksaan, dan tuduhan mencuri.
Bahkan, ia pernah disiram cairan pembersih hingga harus dirawat di rumah sakit. Satu bulan gajinya juga tidak dibayar.
Kini, Sarniyah masih berada di Irak dan merasa tidak aman. “PMI (Sarniyah) sudah menghubungi sponsor tetapi tidak bertanggung jawab atas permasalahan ini,” ujar Den Hardi.
Kasus ketiga dialami Sarni, warga Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Ia berangkat pada Agustus 2024 melalui sponsor atas nama Nasrudin dan diserahkan ke PT Putra Timur Mandiri yang memprosesnya untuk bekerja di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Setelah sembilan bulan bekerja di Abu Dhabi, kondisi kesehatannya memburuk. Kedua kakinya membengkak dan ia didiagnosis menderita infeksi usus kronis. Selain itu, gajinya juga belum dibayarkan.
“Gaji PMI (Sarni) yang belum dibayarkan sejumlah 1500 Riyal,” kata Den Hadi.
Den Hadi mengatakan, usai menerima laporan para PMI tersebut dari keluarga mereka masing-masing, pihaknya sudah melakukan pendampingan dengan mendorong agar ketiganya bisa segera dibantu kepulangannya.
“Kami sudah sejauh ke Kementerian Luar Negeri di PWNI dan BHI di sana, kami sudah menanyakan untuk di-follow up seperti apa. Belum ada perkembangan berarti, tapi usaha kami sudah ke sana,” ujarnya.
Meskipun ketiganya merupakan PMI ilegal, ia mengatakan para PMI tersebut terpaksa harus bekerja ke negara yang sudah ditentukan agen karena ancaman.
“Bagaimanapun caranya, mudah-mudahan bisa dipulangkan semua. Pemerintah harus ada tindakan. Ada yang lima tahun sudah habis kontrak kerja tapi tidak dipulangkan. Walaupun mereka ilegal, sebenarnya mereka enggak mau ke negara tersebut karena terpaksa. Kalau tidak menurut, mereka harus mengganti uang (denda). Sponsornya juga tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Penyuluh Hukum Ahli Muda Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Banten, Tulus Setyo Nugroho, membenarkan pihaknya telah menerima laporan atas nama tiga PMI tersebut.
BP3MI sejauh ini sudah bersurat kepada Kementerian Pelindungan Pekerja Migran (KP2MI) dan perwakilan kedutaan besar di masing-masing negara PMI tersebut.
“Sudah kami tindaklanjuti dengan bersurat ke Kementerian P2MI Pusat dan Kemen P2MI. Juga sudah bersurat ke Perwakilan KBRI Irak. Mudah-mudahan bisa secepatnya dipulangkan, adapun terkait kepulangan kewenangannya ada di Kemenlu,” kata Tulus.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: Tb Moch. Ibni Rushd