Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah dambaan setiap pemerintah daerah. Di Provinsi Banten, seluruh kabupaten dan kota secara konsisten meraih opini WTP dalam beberapa tahun terakhir.
Ironisnya, hal ini terjadi bersamaan dengan kondisi defisit anggaran di sejumlah daerah. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah WTP benar-benar mencerminkan kinerja keuangan yang sehat?
Apa Itu WTP dan Apa Saja Kriterianya?
Opini WTP merupakan penilaian tertinggi dalam audit laporan keuangan yang diberikan oleh BPK. Namun, penting untuk dipahami bahwa WTP bukan ukuran dari kinerja ekonomi atau efisiensi anggaran. WTP hanya menunjukkan bahwa laporan keuangan daerah disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, bebas dari salah saji material, dan memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
BPK Guyur Kabupaten/Kota di Banten Predikat WTP
BPK RI Perwakilan Provinsi Banten secara resmi menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada delapan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Banten tahun 2024. Penyerahan LHP BPK itu dilakukan di auditorium lantai 2, Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Palima, Kota Serang pada Senin (26/5/2025).
Secara umum, LHP BPK atas LKPD delapan pemerintah kabupaten/kota se-Provinsi Banten mendapatkan opini WTP. Meski begitu, terdapat tiga daerah mendapat WTP dengan paragraf penekanan suatu hal. Tiga daerah itu yakni, Kota Cilegon, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan Kabupaten Pandeglang.
Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Banten, Firman Nurcahyadi mengatakan, pemeriksaan atas LKPD merupakan bagian dari tugas konstitusional BPK.
“Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas LKPD, serta pelaksanaan rencana aksi dari tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sebelumnya. Maka BPK memberikan opini WTP atas LKPD Tahun 2024 kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kota Tangerang dan Kota Serang,” kata Firman.
Selain itu, lanjut Firman, BPK juga memberikan Opini WTP dengan Paragraf Penekanan Suatu Hal atas LKPD Kabupaten Pandeglang Tahun 2024. Khususnya mengenai Penggunaan sisa DAK dan DAU (specific grant) untuk membiayai belanja daerah lainnya karena mengalami kesulitan likuiditas.
“Dan Kenaikan Utang Belanja yang berisiko tidak dapat dilunasi pada Tahun 2025 karena mengalami defisit keuangan riil,” ucap Firman.
Opini atas LKPD Kota Cilegon Tahun 2024 adalah WTP dengan Paragraf Penekanan Suatu Hal atas defisit keuangan riil. Pihaknya melihat, penganggaran PAD pada Pemkot Cilegon tidak rasional dan tidak diimbangi dengan realisasi dan pengendalian belanja.
“BPK juga memberikan opini WTP dengan Paragraf Penekanan Suatu Hal atas LKPD Kota Tangsel Tahun 2024. Khususnya terkait ketidakpastian hasil dari permasalahan hukum, dalam pelaksanaan kontrak kerja sama pengelolaan sampah Tahun Anggaran 2024 pada Dinas Lingkungan Hidup oleh instansi penegak hukum,” paparnya
Selain itu, kata Firman, BPK juga menyampaikan beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian oleh kabupaten/kota. Sehingga permasalahan tersebut tidak terulang kembali di masa mendatang.
Adapun permasalahan tersebut yaitu, pertama, penatausahaan aset tetap (barang milik daerah) dan aset prasarana, sarana, utilitas umum belum tertib. Kondisi ini ditemukan pada seluruh Pemerintah Daerah.
Kedua, terkait belanja modal permasalahannya ditemukan pada seluruh pemerintah daerah di antaranya dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung dan pekerjaan peningkatan jalan dan jembatan tidak sepenuhnya sesuai spesifikasi kontrak.
Sehingga terdapat kekurangan volume pekerjaan yang berakibat pada kelebihan pembayaran dan beberapa di antaranya terlambat penyelesaiannya namun belum dikenakan denda keterlambatan.
Tiga, pengelolaan pendapatan pajak bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan belum sepenuhnya memadai ditemukan pada seluruh pemerintah daerah.
Empat, belanja perjalanan dinas yang belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Lima, penganggaran pendapatan dan realisasi belanja belum terukur secara rasional dan belum memperhatikan kecukupan Kas di Kas Daerah.
Enam, perencanaan dan Pertanggungjawaban Belanja Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan Tidak Sesuai Ketentuan pada seluruh pemerintah daerah.
“Dalam proses penyusunan LHP atas Laporan Keuangan ini, BPK telah meminta tanggapan kepada masing-masing pejabat terkait atas konsep rekomendasi BPK. Termasuk meminta dokumen rencana aksi atau action plan yang akan dilaksanakan oleh Perangkat Daerah terkait,” jelas Firman.
“Hal ini penting untuk memastikan komitmen Kepala Daerah beserta jajarannya dalam menyelesaikan seluruh tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK secara tepat waktu,” sambungnya.
Sesuai ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
“Dengan diserahkannya LHP BPK pada hari ini, kami mengharapkan kepada Kepala Daerah beserta jajaran untuk segera menindaklanjuti rekomendasi BPK yang dimuat dalam LHP ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Firman.
Sementara berdasarkan rata-rata penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK Per Semester II 2024 adalah 85,89 persen. Penyelesaian tindak lanjut dicapai oleh Pemerintah Kota Tangsel yaitu 96,31 persen, Kabupaten Tangerang 90,97 persen, Kabupaten Serang 87,77 persen.
Kota Cilegon 87,17 persen, Kota Tangerang 85,71 persen, Kabupaten Lebak 84,46%, Kota Serang 83,31 persen dan yang terakhir Kabupaten Pandeglang sebesar 72,30 persen.
Firman menilai, besarnya manfaat dari pemeriksaan ini, tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat.
“Tetapi terletak pada efektivitas Pemerintah Daerah menindaklanjuti rekomendasi, serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi BPK,” ucapnya.
BPK berharap agar Kepala Daerah dapat melaksanakan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel.
Defisit Tapi WTP: Bagaimana Bisa?
Sejumlah kabupaten/kota seperti Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Serang diketahui mengalami defisit anggaran. Defisit ini terjadi karena belanja daerah melebihi pendapatan.
Namun, selama pemerintah daerah dapat membuktikan bahwa defisit tersebut sudah direncanakan dalam APBD, didukung oleh sumber pembiayaan yang sah (misalnya SiLPA tahun sebelumnya atau pinjaman), dan tidak melanggar ketentuan hukum, maka hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk meraih opini WTP.
“Jadi sekalipun kinerja di sektor pembangunan tidak berhasil mencapai target dan kinerja di bidang keuangan tidak mencapai target (defisit), tapi selama administraiasi keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerinatahan, ya bisa dapat predikat WTP,” ujar Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fauzi Sanusi, Rabu (28/5/2025).
WTP Bukan Tolak Ukur Kesejahteraan Rakyat
Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fauzi Sanusi menyebut predikat WTP tidak bisa dijadikan acuan sebagai kesejahteraan masyarakat dan predikat kesuksesan kepala daerah.
“WTP itu aspek administrasi, sedangkan keberhasilan pembanguan itu aspek kinerja,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kepala daerah yang berhasil meraih WTP menjadikan sebagai penggerak untuk lebih fokus pada pencapaian target-target dan prioritas pembangunan sesuai dengan janji-janji politiknya.
“Untuk kasus Cilegon, kepala daerah perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh dan cermat terhadap indikator-indikator pembangunan lainnya seperti tingkat pengangguran, kemiskinan dan yang terpenting indikator keuangan yang belum menunjukkan kinerja yang baik. Memperbaiki kualitas perencanaan, memperbaiki kemandirian keuangan daerah dengan menemukan sumber PAD inovatif tanpa membebani rakyat,” imbuhnya.
Pemerintah Daerah: “Ini Hasil Kerja Keras”
Walikota Tangerang, Sachrudin menyampaikan rasa syukur dan apresiasi mendalam kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Tangerang atas kinerja dan dedikasi yang tinggi.
“Alhamdulillah, ini adalah hasil kerja keras kolektif dengan proses yang panjang. Pencapaian ini merupakan bukti nyata dari komitmen kami untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel,” ujar Sachrudin, usai menerima laporan hasil pemeriksaan di Kantor BPK Perwakilan Provinsi Banten, Serang, Senin (26/05/2025).
Raihan Opini WTP 18 berturut-turut ini, lanjut Sachrudin, menegaskan bahwa Kota Tangerang merupakan salah satu daerah dengan tata kelola keuangan terbaik di Provinsi Banten.
“Ini menjadi modal penting untuk memperkuat kepercayaan publik dan mendorong keberlanjutan pembangunan. Pencapaian ini juga menjadi motivasi untuk terus meningkatkan kualitas layanan publik dan memastikan anggaran digunakan tepat sasaran untuk program yang pro-rakyat,” ucapnya.
Perlu Literasi Publik Tentang Makna WTP
Opini WTP tetap penting karena mencerminkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Namun, masyarakat perlu memahami bahwa WTP tidak serta merta mencerminkan keberhasilan pembangunan atau kondisi fiskal yang sehat.
Ke depan, pengawasan publik harus lebih diarahkan pada kinerja anggaran: apakah uang daerah benar-benar digunakan untuk menyejahterakan rakyat?
Penulis: Usman Temposo
Editor: Tim Redaksi