Beranda Pariwisata Wisata Negeri Di Atas Awan Dinilai Proyek Instan

Wisata Negeri Di Atas Awan Dinilai Proyek Instan

Kawasan wisata Citorek. (Ali/bantennews)

SERANG – Perencanaan pembangunan infrastruktur wisata ‘Negeri di Atas Awan’ Kabupaten Lebak, Banten, terkesan terburu-buru dan dipaksakan cepat selesai. Selain itu, proyek tersebut mengabaikan analisis dampak lingkungan (Amdal).

Hal itu dikatakan oleh aktivis Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Universitas Banten Jaya (Unbaja), M Ridho Ali Murtadho. Dirinya menyoroti terkait dengan peristiwa banjir yang dialami oleh masyarakat Citorek.

Pihaknya sangat menyayangkan dengan adanya pembangunan ini, bukannya memperindah dan menjaga nilai keaslian alam, sebaliknya yaitu tekesan dieksploitasi. Alam menjadi rusak, pohon serta tanah menjadi hancur.

“Pembangunan wisata serta infrastruktur boleh dilakukan, tetapi jangan melupakan beberapa aspek, di antaranya adalah aspek lingkungan. Yang saya lihat dari pembangunan infrastruktur dan tepat wisata di Citorek, tidak menerapkan pembangunan yang berwawasan lingkungan,” ungkapnya.

Pembangunan seperti tempat wisata Negeri di Atas Awan’, kata Ridho, dimana yang awalnya banyak pohon, dengan adanya tempat wisata tersebut, banyak pohon yang ditebang dan rusak. Ia menegaskan, kaidahnya dalam setiap pembangunan harus adanya Amdal.

“Dalam praktiknya, penyusunan dokumen Amdal membutuhkan waktu kisaran 3-6 bulan. Namun yang dilihat dari pembangunan wisata Negeri di Atas Awan ini sangat cepat sekali prosesnya. Aturan pemerintah sebelum membangun, harus membuat analisis mengenai dampak yang akan dihasilkan. Kemudian, di dalam Amdal pun terdapat beberapa aspek yang harus dikaji terlebih dahulu, di antaranya aspek sosial, ekonomi, lingkungan, serta geografi,” jelasnya.

Ia pun menuturkan, jika dilihat pembangunan infrastruktur wisata Negeri di Atas Awan ini belum ada kajiannya. Dimana, dari segi aspek lingkungan saja masih dilupakan. Hal itu dilihat, ketika terjadi penebangan banyak pohon-pohon dan juga jalan yang terlalu lebar, serta dinilai memaksakan untuk sampai ke tempat wisata.

“Ini pun ketika dinilai dari aspek ekonomi, tidak berpihak kepada masyarakat. Sebab, jika pembangunan jalan tidak sampai ke atas, hal ini bisa di manfaatkan oleh warga setempat untuk usaha seperti membuka usaha ojeg untuk ke tempat. Tentu jika hal itu di lakukan, dapat meningkatkan nilai perekonomian warga,” tuturnya.

Berdasarkan penuturannya, pembangunan infrastruktur wisata Negeri di Atas Awan ini terkesan Pemerintah Provinsi memberikan singkong bakar terhadap masyarakat Citorek. Harusnya, kata dia, jika sudah melakukan kajian Amdal, suatu kegiatan bisa dinilai dampaknya. Ketika diterapkan hasil analisis dampak tersebut, tidak akan terjadi bencana yang saat ini dialami oleh masyarakat Citorek.

“Hal itu terlihat jika singkong dibakar dengan api yang tinggi, walau terlihat di luarnya gosong, namun terkadang di dalamnya masih mentah, ini bisa di gambarkan dari pembangunan infrastruktur wisata Negeri di Atas Awan Citorek ini, terlihat dengan keinginan wisatawan yang tinggi, namun di dalamnya belum ada persiapan yang matang,” ujarnya.

Hal itu disebut-sebut berkaitan dengan banjir bandang di wilayah Citorek dan Bayah di selatan Banten. Ridho menilai, bencana ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah habisnya pepohonan yang ditebang untuk proses pembangunan wisata serta akses jalan.

“Dengan berkurangnya pohon, akan mengakibatkan daya infiltrasi atau resap bumi terhadap air berkurang. Hal ini yang menjadi run-off air langsung ke aliran sungai, yang seharusnya air hujan diresap oleh pohon, karena berkurangnya pohon mengakibatkan aliran air langsung ke sungai,” terangnya.

Ridho mengungkapkan, beberapa bulan yang lalu ketika masih terkenal cerita Negeri di Atas Awan yang tersebar melalui media sosial, saat itu dirinya pun turut mengunjungi tempat tersebut. Saat perjalanan menuju ke lokasi, masih dalam tahap pembangunan infrastruktur.

“Ketika berkunjung ke sana, saya sangat terkejut dengan kondisi lingkungan yang mengkhawatirkan. Sebab, ekspektasi awal ketika saya ke sana akan mendapatkan pemandangan yang indah akan alam yang sejuk hijau dan rindang akan pepohonan. Namun sampai di sana, saya disuguhkan dengan gundulnya dan gersangnya suasana wisata Negeri di Atas Awan,” katanya bercerita pengalamannya.

Hal itu sebut dia, sangat di luar ekspektasi. Setelah menempuh perjalanan jauh, namun ternyata disuguhkan pemandangan yang menurutnya sendiri sangat menghawatirkan untuk ke depannya. Bagaimana tidak, di sela-sela waktu liburannya beberapa waktu yang lalu, ia sempat berbincang dengan rekannya dan menganalisa keadaan yang begitu buruk.

“Saya mengatakan, jika ada hujan dengan intensitas besar ini akan terjadi suatu bencana alam. Dan terbukti, musim hujan yang baru beberapa hari saja sudah menghancurkan 2 Kecamatan di selatan Provinsi Banten,” tandasnya. (Dhe/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disiniĀ