SUMEDANG — Wayang Nganjor Indonesia sukses menggelar pertunjukan diplomasi budaya di ajang Pekan Wisata Budaya Geo Theater Rancakalong, Sumedang.
Komunitas wayang kontemporer asal Banten ini berkolaborasi dengan dalang muda Sumedang, A. Bratasena, membawakan lakon berjudul “Oemoen Dengan Sepoetjoek Soeratnja”, bagian dari kisah Babad Banten yang sarat nilai sejarah dan filosofi.
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Pertunjukan wayang ini menjadi momentum penting untuk memperkuat jembatan budaya antara Banten dan Tatar Sunda, menghadirkan kisah klasik diplomasi, aliansi, dan transisi kekuasaan dalam bingkai seni tradisi.
Lakon “Oemoen Dengan Sepoetjoek Soeratnja” mengisahkan Prabu Pucuk Umun, penguasa Banten Girang, yang berupaya mempertahankan negerinya dari tekanan Demak dan Cirebon. Dalam upaya diplomasi, Pucuk Umun mengirim utusan ke Portugis di Malaka, menawarkan kerja sama perdagangan lada dan izin pembangunan benteng sebagai bentuk aliansi pertahanan.
Namun, diplomasi itu gagal. Portugis ingkar janji karena tengah terlibat perang besar di Malaka. Kegagalan itu menggambarkan titik balik penting dalam sejarah Banten, bahwa kekuatan sejati tidak berasal dari bantuan asing, melainkan dari kearifan dan persatuan internal.
Diplomasi Ksatria: Ketika Wayang Mengajarkan Perdamaian
Puncak kisah ini menggambarkan pertemuan Prabu Pucuk Umun dengan Syekh Maulana Hasanudin, putra Sunan Gunung Jati. Alih-alih memilih perang, keduanya menyelesaikan konflik melalui cara damai: adu jago.
Kekalahan ayam Pucuk Umun, Si Biring Lanang, diterima dengan kebesaran jiwa. Ia menyerahkan kekuasaan secara damai dan memilih menjadi bagian masyarakat adat yang tetap menjaga nilai-nilai luhur.
Makna moral dari lakon ini adalah bahwa diplomasi dan kehormatan dapat berjalan berdampingan — sebuah pesan universal yang relevan hingga kini.
Wayang Nganjor Indonesia: Duta Budaya dari Banten
Melalui lakon ini, Wayang Nganjor Indonesia berperan sebagai duta budaya Banten yang membawa pesan persaudaraan dan toleransi lintas daerah. Kolaborasi antara Aming Ajen, dalang muda Wayang Nganjor, dengan A. Bratasena dari Sumedang memperlihatkan semangat sinergi antarbudaya.
Pertunjukan ini juga menunjukkan bahwa wayang kontemporer mampu menjadi media dialog elegan yang menggabungkan sejarah, seni pertunjukan, dan nilai-nilai diplomasi budaya.
Pementasan Wayang Nganjor Indonesia menjadi salah satu agenda unggulan Pekan Wisata Budaya Geo Theater Rancakalong. Selain pertunjukan wayang, acara ini juga menampilkan tarawangsa, seni songah, dan Pasar Leuweung yang menghadirkan produk UMKM lokal, kuliner tradisional, dan hasil hutan khas Sunda.
Rangkaian kegiatan budaya lainnya mencakup seminar budaya, bedah buku, pemutaran film dokumenter, serta berbagai lomba dan festival, seperti Festival Layangan dan Lomba Panahan Tradisional Kasumedangan.
Melalui kegiatan ini, penyelenggara berharap dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap warisan budaya dan pelestarian alam Sumedang.
Kehadiran Wayang Nganjor Indonesia di panggung Pekan Wisata Budaya Sumedang bukan sekadar hiburan, tetapi juga wujud nyata diplomasi budaya Nusantara. Melalui lakon Babad Banten, seni wayang menjadi sarana edukasi dan persahabatan lintas wilayah — mengingatkan bahwa dari sejarah, kita belajar tentang perdamaian dan kehormatan.
Tim Redaksi
