Beranda Peristiwa Wahidin Halim Naik Pitam Pemprov Banten Disebut Gagap Bencana

Wahidin Halim Naik Pitam Pemprov Banten Disebut Gagap Bencana

Wahidin Halim - foto istimewa

SERANG – Gubernur Banten, Wahidin Halim naik pitam tak terima pihaknya disebut gagap dalam menangani bencana banjir bandang dan longsor.

Pernyataan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Ketua DPRD Banten Andra Soni.

Mantan Walikota Tangerang dua periode tersebut marah ketika diminta tanggapan oleh awak media.

Wahidin mengatakan, sejak hari pertama bencana, Pemprov Banten telah mengirimkan bantuan logistik dan petugas tim evakuasi ke lokasi bencana terutama di Kabupaten Lebak.

“Orang mulai pertama bantuan sudah dikerahkan gagap-gagap kamu yang negatif kamu tulis,” kata Wahidin kepada wartawan di kantornya, Kamis (9/1/2020).

Terkait data korban jiwa dan bangunan rusak yang masih simpang siur, menurutnya, pihaknya masih di lapangan melakukan pendataan dan validasi karena persoalan data yang valid perlu waktu yang panjang.

“Bilangin dewannya orang langsung keliling ama dia kok data kan gak bisa satu hari mana ada satu hari semua kan verifikasi terus,” katanya.

Terpisah, anggota DPRD Banten dari Fraksi Partai Gerindra Ade mengaku sependapat dengan pernyataan Ketua DPRD Banten Andra Soni yang menyebut Pemprov Banten gagap dalam penanganan bencana.

Ade berpendapat penanganan bencana oleh pemprov perlu dievaluasi terutama untuk penanganan bencana banjir bandang di Kabupen Lebak.

“Saya membenarkan apa yang menjadi pernyataan Ketua DPRD (Banten Andra Soni),” katanya.

Ada beberapa indikasi yang mengarah pemprov dianggap masih gagap dalam penanganann bencana. Pertama, dilihat dari gerakan yang dilakukan dalam mengevakuasi serta penanganan bencana.

Dia mengaku melihat di lapangan bahwa BPBD Banten masih kalah cepat oleh relawan kemanusiaan dari ormas maupun lembaga lain yang turun.

“Sebagai yang terlihat banyak muncul itu lebih banyak relawan kemanusiaan, sementara untuk dari pemprov lambat,” ujarnya.

Indikasi kedua, koordinasi dengan relawan yang turun yang masih lemah. Bahkan dia tak menemukan peta khusus wilayah terdampak bencana yang bisa jadi rujukan untuk tim maupun relawan.

Kemudian tak ditemukan juga data terpadu terkait korban maupun damapk kerusakan. Sehingga masing-masing memiliki data berbeda-beda.

“Betul koordinasinya masih dianggap lemah, salah satunya dengan relawan. Tentuanya tidak hanya sekali dua kali, harus rutin koordinasi ini selama penanganan untuk menyusun apa yang sudah dan belum dilakukan,” ucapnya.

Atas koondisi tersebut, dia mendorong agar gubernur melakukan evaluasi terhadap manajemen penanganan bencana. “Dilakukan evaluasi untuk perbaikan di masa yang akan datang jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Memang tak bisa dipungkiri Banten merupakan wilayah rawan bencana, ada gunung, sungai besar dan pantai,” katanya.

BPBD Banten juga harus memiliki pemetaan wilayah mana saja yang rawan bencana beserta jenis bencananya. Dengan hasil pemetaan BPBD kemudian menentukan jenis alat seperti apa yang dibutuhkan untuk evakuasi bencana.

“Misalnya alat angkut yang dibutuhkan seperti apa. Semuanya perlu tersedia dengan memadai,” ujarnya.

Jika pun anggaran tak memenuhi, maka BPBD bisa mengambil cara lain dengan memetakan alat yang dibutuhkan ada di OPD mana. Selanjutnya dilakukan koordinasi agar sewaktu-sewaktu terjadi bencana alat langsung diturunkan.

“Penanganan bencana kan ada anggarannya, kalau tidak dijalankan dengan baik lalu dikemanakan itu anggarannya,” ujarnya.

Terkait rumah korban yang bencana yang rusak parah, dia berharap pemprov tak hanya menunggu anggaran dari pusat senilai Rp 50 juta per rumah.

Dia ingin pemprov juga mengucurkan anggaran sendiri untuk membantunya, mengingat data DTT yang tersedia cukup besar atau senilai Rp 45 miliar. “Jangan mengandalkan pusat, kalau memang bisa kita juga Banten tetap mengeluarkannya untuk membantu rumah korban yang rusak parah,” tuturnya.

(You/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini