SERANG– Tangis keluarga pecah saat sidang putusan tiga terdakwa protes berujung pembakaran kandang ayam di Kampung Cibetus, Kabupaten Serang. Putusan hakim lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten.
Putusan dibacakan langsung oleh Ketua Hakim Diah Astuti Miftafiatun. Hakim memukul rata vonis ketiga terdakwa, Didi, Nasir, dan Usup dengan vonis penjara selama satu tahun karena dinilai terbukti melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan tunggal JPU. Mereka sebelumnya, dituntut 1 tahun dan 3 bulan penjara.
“Masing-masing (terdakwa) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan bersama menggunakan kekerasan terhadap barang sebagaimana dalam dakwaan tunggal,” kata Diah di ruang sidang Pengadilan Negeri Serang, Senin (30/6/2025).
Mengenai keadaan yang memberatkan vonis, sebelum dibacakan putusan, Hakim Anggota Bony Daniel mengatakan para terdakwa melakukan penolakan terhadap proses hukum.
Kemudian keadaan yang paling memberatkan, katanya perbuatan para terdakwa dengan kelompoknya merupakan tindakan main hakim sendiri.
“Fakta hukum menunjukan bahwa upaya mediasi (antara warga dan PT STS) pernah diinisiasi tapi ditolak oleh kelompok yang kontra yang menunjukan adanya keengganan menempuh jalur dialog,” ujar Bony.
Bony juga mengatakan para terdakwa mengangkat diri mereka menjadi penuntut, hakim, dan eksekutor terhadap PT STS. Tindakan terdakwa katanya secara filosofi merupakan regresi keadaan alamiah di mana kekuatan fisik menentukan kebenaran.
“Sebuah kondisi yang justru ingin dihindari dengan pembentukan negara dan hukum,” ujarnya.
Bony juga mengatakan majelis tidak sepakat dengan argumen bahwa para terdakwa merupakan pejuang lingkungan yang berusaha mempertahankan ruang hidupnya. Alasannya, upaya protes tidak dilakukan dengan mediasi atau dialog melainkan dengan kekerasan.
“Tindakan para terdakwa beresiko mencoreng citra seluruh pejuang lingkungan dan memberi justifikasi bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan represi terhadap segala bentuk protes lingkungan di masa depan,” imbuhnya.
Sedangkan mengenai keadaan yang meringankan, yakni sikap para terdakwa terus terang selama persidangan. Kemudian perbuatan para terdakwa juga hanya merusak barang dan tidak terjadi kekerasan fisik terhadap orang.
“Fakta bahwa energi kemarahan kolektif yang begitu besar kepada benda benda mati dan tidak menyasar keselamatan jiwa menunjukan bahwa meskipun dalam kondisi chaos, masih terdapat batas batas yang tidak dilampaui oleh para terdakwa,” tuturnya.
Sontak putusan yang disampaikan Majelis Hakim membuat para keluarga dan warga Kampung Cibetus yang hadir dalam sidang histeris menangis. Mereka langsung memeluk para terdakwa setelah persidangan selesai.
Hakim memberi waktu selama tujuh hari kepada JPU dan kuasa hukum terdakwa untuk menyatakan apakah akan banding atau menerima putusan.
Diketahui, kini tersisa delapan orang warga lainnya yang belum divonis hakim. Rencananya, vonis mereka akan dibacakan pekan ini juga.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi