SERANG – Ribuan buruh dari berbagai aliansi kembali berunjukrasa di depan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Rabu (8/12/2021). Mereka menuntut Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) untuk mencabut keputusan terkait penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) se-Provinsi Banten tahun 2022 mendatang.
Terkait tuntutan itu, Gubernur Banten, Wahidin Halim mengaku, jika dalam penetapan UMK 2022 dirinya berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.

“Jadi sudah berdasarkan kompromi. Tapi kalau mereka mintanya tinggi terus mah, terus pengusaha tidak mau menuruti, susah,” ujar WH.
WH mengatakan, yang perlu dipahami oleh buruh terkait gaji lebih pada hubungan antara pengusaha dengan pekerja.
“Lalu kok Gubernur yang disalah-salahin. Gubernur mah cuma fasilitator. Tidak ada kewenangan menentukan besaran kenaikannya. Untuk membangun kompromi dan lobi-lobi supaya ada kata sepakat (ada Dewan Pengupahan). Di sana juga kan terdiri daei unsur buruh juga, pengusaha, akademisi. Dan kenaikannya juga didasarkan pada pertimbangan dari statistik di BPS, KHL dan lain-lain, mereka juga kan sudah mengambil keputusan kemarin pada saat rapat,” kata WH.
WH juga menyinggung terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 dimana Banten mengalami kenaikan yang cukup tinggi dibanding sejumlah provinsi lain di Pulau Jawa. “UMP Rp40 ribu naiknya. Apalagi? Ngapain nyalahin Gubernur?,” ucapnya.
Lebih lanjut, WH menjelaskan, persoalan buruh sudah terjadi sejak abad pertengahan di Prancis.
“Itu sudah terjadi sejak zamannya (Raja) Lois IV di Prancis, juga konflik dengan buruh itu sudah terjadi. Ini kan UMK, UMP. Upah minimum. Berarti kan gaji buruh ada yang lebih dari itu. Gaji pokok kita aja Rp 2,2 juta, dia Rp 4 juta lebih. Apalagi yang sudah lama bekerja. Apa yang mau dituntut lagi,” jelasnya.
Saat disinggung statement dirinya yang meminta pengusaha untuk mengganti buruh, WH mengungkapkan, bahwa maksud ucapanya bukan diartikan mengganti pekerjaan para buruh dengan yang baru.
“Tapi kalau mereka mogok kerja lama-lama, terus banyak perusahaan yang nantinya melakukan eksodus ke daerah lain, imbasnya nanti semuanya akan merasakan termasuk para buruh juga,” ungkapnya.
“Makanya kemudian saya bilang, ya sudah kalau gitu masih banyak yang mau bekerja. Jadi jangan diterjemahkan secara ekstrem. Saya membela buruh, tapi ada batasannya tentunya. Kalau perhitungannya semau dia, ya tidak akan ada cukupnya,” sambungnya.
WH juga menilai, juga pengusaha industri di Banten tidak kuat dengan beban UMK, akan berpeluang melakukan eksodus ke daerah lain.
“Kalau pengusaha tidak kuat lagi menggaji pasti nanti akan pindah, karena menghitung produktivitas antara kinerja dengan penghasilan. Jangan karena ngukur gaji doang, tapi kinerjanya, produktivitasnya harus menghasilkan,” kata WH.
WH mengaku, dirinya juga tidak membela pengusaha. “Karena tidak ada untungnya juga. Tidak ada kepentingan kanan dan kiri. Tetapi bagaimana Banten ini tetap kondusif, investasi tetap berjalan, rakyat mendapat pekerjaan dengan gaji yang cukup, layak itu pendekatan yang saya lakukan,” katanya.
Mantan Walikota Tangerang itu mengatakan, keputusan terkait penetapan UMK 2022 tidak bisa diubah.
“Tapi kalau sudah keputusan ya tidak bisa, karena ada aturannya. Tapi kalau mereka mau demo, itu silakan saja. Saya mah tidak ada masalah. Saya mah terbuka kalau untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya. (Mir/Red)