Beranda Hukum Ungkap Identitas Korban Kejahatan Seksual, LBH APIK : Harusnya Polres Lebih Paham...

Ungkap Identitas Korban Kejahatan Seksual, LBH APIK : Harusnya Polres Lebih Paham Kode Etik

(Ilustrasi: kabar24)

SERANG – Setelah menangguhkan penahanan kepada kedua tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap gadis difabel  Kota Serang, kini Polres Serang Kota malah menebar identitas korban melalui rilis yang dipublikasi di media sosial milik Polres Serang Kota.

Dalam rilis yang diumumkan pada Rabu (19/1/2022) melalui @polres.serang.kota, tertera nama lengkap korban kejahatan seksual serta keluarga korban.

Terkait hal itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) menyatakan kekecewaannya sebab berdasarkan kode etik, tak seharusnya identitas korban kejahatan seksual maupun keluarganya diungkap.

“Secara kode etik kan tidak boleh ya, kita jujur ya kecewa sama Polres Serang Kota atas rilis yang sudah disampaikan. Kasus kekerasan seksual ini kan dianggap aib dan korbannya harus disamarkan, padahal secara kode etik harusnya Polres lebih paham soal kode etik ini,” ujar Direktur LBH APIK, Siti Mazumah kepada BantenNews.co.id pada Rabu (19/1/2022).

Perlindungan identitas kejahatan susila dinilai sangat penting, sebab korban kejahatan seksual sendiri sudah mengalami trauma mendalam dan kehilangan privasi.

Alih-alih membantu melindungi korban dan keluarganya, pengungkapan identitas justru akan menambah rasa trauma dan dikhawatirkan akan menghasilkan penghinaan publik hingga pengucilan terhadap korban dan keluarga.

Dalam rilis juga disebutkan keluarga korban menempuh jalur restorative justice dan Polres Serang Kota menerima surat pencabutan perkara yang diajukan pelapor, yang mana menurut LBH APIK, restorative justice tidak bisa dipakai pada kasus kejahatan seksual dan bukan merupakan win-win solution.

Dalam kasus ini, ia mengatakan seharusnya pihak kepolisian dapat  menyelidiki lebih lanjut terkait pencabutan laporan yang diajukan oleh pelapor sebab korban dalan kasus ini merupakan kaum rentan yang mana sangat membutuhkan pendampingan dan perlindungan pada korban.

“Enggaklah (enggak bisa pakai restorative justice), korban-korban kekerasan seksual itu enggak bisa di restorative justice. Tidak begitu pada praktiknya, korban seksual ini mengalami trauma, karena jelas banget kalau di restorative justice korbannya ya pasti tidak akan mendapat keadilan karena restorative justice buat korban kekerasan seksual bukanlah win-win solution. Kasus seperti ini bukanlah delik aduan tapi delik umum,” tegas Mazumah.

Penanganan kasus kejahatan seksual pada kaum disabilitas membutuhkan penanganan yang komperehensif. Sebab korban membutuhkan pendampingan yang dapat mengerti keadaan korban sehingga ketika ada usulan restorative justice dapat memahami hak-haknya secara utuh dan kasusnya pun tidak terlanggar.

Mazumah juga menyebutkan seharusnya korban ditempatkan di Rumah Aman mengingat kedua pelaku merupakan orang-orang terdekat korban yakni paman kandung dan tetangga korban.

“Keluarganya adalah bibinya yang merupakan istri dari salah satu pelaku harusnya kan polisi bisa melihat itu sebagai kerentanan korban untuk jadi korban berulang. Seharusnya korban ditempatkan di tempat yang aman sampai proses hukum selesai,” kata Mazumah.

“Kok bisa-bisanya malah terjadi pernikahan dan kasusnya tidak diproses dengan baik dengan alasan pelapornya mencabut laporan. Ini kan dikenakan Pasal 286 perkosaan dengan kondisi tidak berdaya dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun,” ungkap Mazumah.

LBH APIK juga berharap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat terlibat aktif dalam memberikan perlindungan terhadap korban.

“Kita juga berharap sebenarnya LPSK terlibat aktif dalam memberikan perlindungan kepada korban dapat langsung ke Banten, kalau korbannya tetap ditempatkan di sana apalagi sekarang kondisinya sudah terjadi pernikahan dikhawatirkan dia akan menjadi korban berulang,” tutup Mazumah.
(Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini