SERANG – Sudah lebih dari tiga tahun Rafiudin menekuni usaha budidaya jamur tiram di Kampung Cibogo Timur, Kelurahan Nyapah, Kecamatan Walantaka, Kota Serang. Ia mengaku awalnya hanya ikut-ikutan adiknya yang lebih dulu memulai usaha ini.
“Awalnya cuma ikut adik, sudah lebih dari tiga tahun. Sekarang kami tiga bersaudara semua budidaya jamur, termasuk adik saya yang juga ketua RT,” ujar Rafiudin saat ditemui pada Kamis (3/7/2025).
Menurut Rafiudin, panen jamur tiram bisa dilakukan setiap hari, tergantung kualitas bibit dan perawatan. Masa produksi bisa berlangsung hingga lima bulan, terutama jika kondisi cuaca mendukung.
“Kalau bibit bagus, tiga bulan sudah mulai panen. Kalau cuaca mendukung, bisa panen terus sampai lima bulan,” katanya.
Namun, faktor cuaca kerap mempengaruhi hasil panen. Saat musim kemarau, media tanam berupa baglog cenderung kering sehingga perlu penyiraman rutin setiap hari. Sementara di musim hujan, jamur lebih cepat menyerap kelembaban.
“Kalau hujan, cukup disiram tiga hari sekali,” ujarnya.
Proses budidaya dimulai dari pembuatan baglog menggunakan serbuk kayu yang dicampur dedak halus dan kapur. Campuran tersebut kemudian diayak, dimasukkan ke dalam plastik khusus, lalu direbus dan didinginkan selama dua hingga tiga hari.
Setelah itu, kata dia, baru diinokulasi dengan bibit jamur dan diinkubasi sekitar sebulan.
“Setelah masa inkubasi, jamur mulai tumbuh dalam 7 sampai 10 hari,” kata dia.
Bibit yang digunakan sebagian besar berasal dari petani lokal. Harga bibit pun bervariasi, tergantung kualitas. “Biasanya makin mahal, makin bagus,” tambahnya.
Untuk pemasaran, Rafiudin mengaku tidak menemui kendala. Permintaan jamur di wilayah Serang masih tinggi dan cenderung kekurangan pasokan.
“Nggak perlu repot cari pembeli, mereka datang sendiri ke tempat kami,” katanya.
Kendati demikian, ia menyebut jenis jamur yang dibudidayakan masih terbatas. “Kalau jamur kuping, jamur kancing, di sini susah karena bahan bakunya. Di luar daerah seperti Rangkas atau Sumatera, ada yang dari limbah sawit. Di sini nggak ada,” ujarnya.
Lebih jauh, Rafiudin juga mengatakan harga jual jamur tiram saat ini berkisar Rp13 ribu per kilogram. Dengan produksi rata-rata 20 kilogram per hari, omzet per bulan bisa mencapai jutaan rupiah.
“Tergantung jumlah baglog yang kita punya,” ujarnya.
Ketua RT002 RW004, Rukmadi, yang juga kakak Rafiudin, membenarkan bahwa usaha jamur tiram mulai berkembang di Cibogo Timur sejak 2019.
“Sudah enam tahun. Sekarang soal penjualan tidak jadi masalah. Pembeli datang sendiri,” tuturnya.
Namun, menurut Rukmadi, tantangan utama justru terletak pada ketersediaan tenaga kerja. Selama ini, seluruh proses produksi masih dilakukan secara manual.
“Kami dibantu ibu-ibu warga sekitar, terutama janda-janda tua. Selain membantu kami, mereka juga bisa dapat penghasilan tambahan,” katanya.
Meski masih skala rumahan, usaha budidaya jamur tiram di Cibogo Timur menunjukkan prospek cerah.
Permintaan pasar yang stabil, ketersediaan bahan baku lokal, dan keterlibatan warga menjadikan usaha ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tapi juga memperkuat solidaritas sosial di lingkungan sekitar.
Penulis: Rasyid
Editor: TB Ahmad Fauzi