Beranda Opini Terjerembap Islamofobia Hijab

Terjerembap Islamofobia Hijab

Ilustrasi - foto istimewa Viva.co.id

Oleh: Pannindya Surya Rahma Sari Puspita, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Media asal Jerman Deutch Welle (DW) dihujat sejumlah tokoh dan netizen karena membuat konten video yang mengulas tentang sisi negatif anak pakai jilbab sejak kecil. Dalam video itu, DW Indonesia mewawancarai perempuan yang mewajibkan putrinya mengenakan hijab sejak kecil.

DW Indonesia juga mewawancarai psikolog Rahajeng Ika. Ia menanyakan dampak psikologis bagi anak-anak yang sejak kecil diharuskan memakai jilbab, “Mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari pemakaiannya itu,” kata Rahaeng Ika menjawab pertanyaan DW Indonesia.

DW Indonesia juga mewawancarai feminis muslim, Darol Mahmada tentang dampak sosial anak yang diharuskan memakai hijab sejak kecil. Menurut Darol Mahmada, wajar-wajar saja seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil, “Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” kata Darol Mahmada. (Jurnal gaya-pikiran-rakyat.com).

Berbicara soal hijab, bukan lagi menjadi new trend di era masa kini, setelah menuai pro kontra dalam mengenakan hijab saat bekerja bahkan saat bersekolah sudah pernah terlampaui beberapa tahun kebelakang. Seiring berkembangnya trend style dari beberapa selebriti papan atas, bahkan role model on social media yang tampil cantik mengenakan hijab, menjadi daya tarik sendiri bagi wanita lainnya.

Di beberapa platform social media pun banyak yang mengunggah video tutorial mengenakan khimar (kerudung) mulai dari model yang dililit pada bagian leher sampai tutorial hijab menutupi dada atau dalam artian syar’i. Adapun yang mengenakan jilbab super ketat dan ada juga yang mengenakan jilbab secara syar’i. Maraknya penggunaan hijab di era ini, menjadi bukti aanya hijrah dalam sisi busana atau tata cara berpakaian.

Meskipun tak melulu pengenaan hijab ini sesuai aturan syariat Islam, kadang kali masih banyak yang menjadikan hijab sebagai aksesoris untuk mempercantik diri saja, bukan atas kesadaran bahwa mengenakan hijab merupakan aturan Allah yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan.

Analisis

Sejak tegaknya sistem kapitalisme yang saat ini menguasai dunia, salah satunya Indonesia, banyak idea tau pemikiran ala kapitalis yang mulai digaungkan dan merasuki jiwa masyarkat nya sendiri, khususnya bagi kaum muda mudi. Pengenalan food, fun, fashion, and film sudah menjadi ciri khas freedom ala kapitalis. Saat ini dalam memilih makanan bukan lagi halal dan thoyyib yang menjadi prioritas, melainkan merk bahkan harga yang fantastis dari suatu makanan.

Belum lagi banyak film yang beredar di pasaran atau istilahnya laris manis untuk ditonton menjadi incaran kaum muda mudi, meskipun selama penayangan film tersebut sama sekali tidak ada vibe positif didalamnya. Tak hanya itu, fun (kesenangan) pun sudah menjadi habbit yang harus dilestarikan oleh kaum muda mudi, euforia dalam melakukan berbagai macam kegiatan dengan embel-embel “yang penting kita senang” sudah menjadi hal biasa bagi mereka, mau sekalipun hukumnya haram, jika mereka merasa senang melakukannya, pasti akan tetap dilakukan, salah satu kegiatan yang mengandung unsur fun adalah kehidupan malam dan hingar bingar di dalamnya yang jauh dari kata dibenarkan dalam syariat Islam.

Hingga penampilan pun diperhatikan dalam sistem kapitalis, namun bukan diperhatikan dalam soal menutup aurat atau tidaknya suatu pakaian, melainkan semakin tersingkap pakaian yang kau kenakan, semakin rupawan kau dimata orang yang melihatnya. Mulai dari penegnalan fashion bikini, rok mini, croptop, bahkan sampai pakaian yang biasa disebut dengan pakaian kurang bahan, justru menajdi trend terbaik saat ini, secara tidak langsung para wanita khususnya berlomba-lomba menampilkan aura kecantikan mereka dari pakaian terbuka yang mereka kenakan, dan hal ini pun turut dilakukan juga oleh wanita yang berstatus muslimah. Naudzubillah tsumma naudzhubillah..

Inilah kisah tragis, dampak miris, membuat hati terasa teriris, saat aspek agama secara sengaja dijauhkan dari aspek kehidupan, bukan hanya dari sisi aqliyah (pemikiran) saja yang rusak melainkan nafsiyah (kepribadian) pun ikut terserang. Bahkan kini, pakaian pun menjadi sasaran empuk untuk semakin menjauhkan manusia dari perintah Allah SWT. Mengingat beberapa hari yang lalu, social media heboh dengan pernyataan islamofobia dibalik pengajaran hijab untuk anak dilihat dari sisi psikologis dan social seorang anak.

Padahal dulu sejak Islam masih berdiri kekuasaannya, anak-anak dari sejak buaian sudah dibiasakan mengenakan hijab (jilbab), dibiasakan berpakaian syar’I, diajarkan taat sejak dini, dan disesuaikan aturan hidupnya dengan aturan Islam. Namun, tidak ada kisahnya anak-anak pada zaman itu, menjadi terganggu dari sisi psikologis ataupun masalah sosialnya, justru mereka masih tetap bisa melangsungkan hidupnya dengan ketaatan yang menjadi pegangan hidup mereka.

Di dalam Islam sendiri hukum mengenakan hijab (jilbab) itu wajib, dalilnya terdapat di dalam (Q. S Al-hzab: 33) “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri orang-orang mu’min: hendaklah mengulurkan jilbab nya ke seluruh tubuh mereka”. Dari dalil tersebut dapat kita tarik benang merah nya, bahwa pengenaan jilbab hukumnya wajib, apabila dikerjakan mendapatkan pahala, namun apabila tidak dikerjakan akan mendapatkan dosa.

Maka dari itu, pengajaran jilbab kepada anak itu penting, supaya anak terbiasa menutup aurat sejak dini, sehingga anak tidak merasa kaget apalgi risih saat mengenakan jilbab. Pada usia demikian, anak dapat diajari tentang alasan dan hikmah dari berjilbab dan menutup aurat. Misalnya, sebagai bentuk pemuliaan Islam kepada wanita beriman. Dengan menutup aurat, ia akan menjaga pandangan para lelaki dan tidak membiarkan mereka bebas menikmati tubuhnya. Selain itu, ia akan dihormati dan dihargai oleh lelaki karena menutup auratnya.

Solusi

Sejak runtuhnya daulah Islamiyah, umat Islam mulai diserang dari segi fisik bahkan pemikiran, hingga serangan kepada aqidah, dengan menjunjung nilai tinggi kebebasan yang berpatok pada nafsu manusia sesaat, menjadi daya tarikan yang selalu disuarakan oleh orang kapitalis. Bahkan ide islamofobia pun tak henti disebarkan supaya umat Islam semakin jauh dari agamanya, salah satunya islamofobia hijab (jilbab) bagi anak-anak.

Sistem kapitalis sudahlah rusak tak mampu membendungi pemikiran ataupun ide yang dapat menghancurkan aqidah beragama salah satunya Islam, maka memang perlu adanya pergantian sistem bukan hanya sekedar pergantian kursi kekuasaan, karena yang dibutuhkan umat adalah sitem tegas yang mampu memberantas serangan islamofobia hingga sampai ke akar-akarnya. Dan hanya sistem Islam yang mampu memberikan solusi yang solutif atas berbagai permasalahan yang terjadi.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini