SERANG — Setelah menjadi buronan selama lima tahun, Arifin salah satu terdakwa korupsi dana bantuan sosial dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk wilayah Kabupaten Pandeglang pada 2015 silam, akhirnya diadili. Ia diketahui sudah menjadi buronan sejak 23 Oktober 2020.
Arifin ditangkap oleh tim tangkap buron Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang pada Februari 2025 silam. Di perkara ini, empat terdakwa lain yang sudah divonis adalah Asep Saifudin, Rohman, dan Elvi Sukaesih.
Sidang perdana Arifin digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang, Rabu (30/7/2025) kemarin, dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pandeglang, Rista Anindya Nisman.
Rista mengatakan, pada tahun 2015, Kemendikbud mempunyai anggaran Rp175,73 miliar dari APBN untuk disalurkan sebagai dana sosial (bansos) bagi perorangan, lembaga, dan organisasi pendidikan di seluruh Indonesia.
“Sekitar bulan Maret 2015, Asep Saifudin yang sebelumnya telah mendapat informasi tentang bantuan sosial, menghubungi Terdakwa dan menginformasikan kepada Terdakwa terdapat dana bantuan sosial tersebut,” kata Rista.
Namun jumlahnya, kata Asep tidak besar. Hanya Rp10-20 juta. Mekanismenya adalah lembaga lembaga yang diajukan sebagai penerima harus membuat proposal dan mengumpulkan beberapa berkas.
Ia juga mewajibkan setiap lembaga yang menerima dana bansos nantinya, harus bersedia dipotong 50 persen dari yang diterima.
Arifin kemudian mencari lembaga atau organisasi pendidikan untuk mendapatkan dana bantuan tersebut.
Beberapa hari kemudian ia bertemu Rohman di Masjid Panimbang dan memberitahu mengenai bansos tersebut bisa disalurkan untuk Majelis Taklim dan Paud.
Pengurus Majelis Taklim dan Paud yang tertarik, kemudian diminta agar dana bansos yang mereka terima nanti, dipotong hingga 60 persen dari total bantuan yang diterima.
Pemotongan itu diberlakukan dengan dalih untuk diberikan kepada staff Kemendikbud yang mengatur pencairan dana bansos.
Arifin lalu menyuruh Rohman dan Saksi Elvi Sukaesih membuat proposal dan persyaratannya. Mereka kembali menyuruh orang lain bernama Mahmudin untuk membuat 10 proposal dengan imbalan Rp50 ribu.
“Setelah proposal dan dokumen tersebut dibuat, para pimpinan Majelis Taklim dan Paud menandatangani proposal dan dokumen. Selanjutnya semua proposal dan dokumen diberikan kepada Terdakwa (Arifin) untuk diteruskan kepada Asep Saifudin,” ujar Rista.
Kemudian Sebanyak 22 lembaga tercatat menerima dana bansos dengan total pencairan sebesar Rp306 juta. Dana itu cair ke rekening masing-masing lembaga pada Oktober 2015 sampai Januari 2016.
Namun, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hanya Rp76,5 juta yang benar-benar diterima oleh lembaga penerima.
Sisanya, sebesar Rp230 juta, ditilap oleh Asep dan Terdakwa Arifin. Sedangkan Rohman dan Elvie diberikan uang sebesar Rp100-500 ribu per Majelis Taklim yang mereka buat proposalnya, sebagai uang operasional.
Karena banyak penerima bansos yang tidak terima dana mereka dipotong, akhirnya, Asep sempat mengembalikan uang sebesar Rp80 juta terhadap Majelis Taklim tersebut.
“Perbuatan Terdakwa Arifin bersama-sama dengan Asep Saifudin, Rohman dan Elvie Sukaesih, tersebut di atas telah memperkaya diri Terdakwa sejumlah Rp96,3 juta atau orang lain yakni Asep Saifudin sejumlah Rp36 juta, Rohman dan Elvie Sukaesih sejumlah Rp18 juta,” ucap Rista.
Atas perbuatannya, Arifin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis : Audindra Kusuma
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd