Beranda Advertorial Tekan Angka Kematian Ibu dan Bayi, Dinkes Banten Gelar Pertemuan Penguatan Pelayanan...

Tekan Angka Kematian Ibu dan Bayi, Dinkes Banten Gelar Pertemuan Penguatan Pelayanan ANC Sesuai Standar

Dinkes Provinsi Banten menggelar pertemuan penguatan ANC (Antenatal) sesuai standar bagi tenaga kesehatan (Nakes) di seluruh pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) se- Provinsi Banten

SERANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten menggelar pertemuan penguatan ANC (Antenatal) sesuai standar bagi tenaga kesehatan (Nakes) di seluruh pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) se- Provinsi Banten. Kegiatan itu bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

Dinkes Provinsi Banten memberikan perhatian serius dalam mengatasi persoalan AKI dan AKB, salah satunya bagaimana upaya penanganan masalah komplikasi pada saat kehamilan, persalinan dan nifas. Berdasarkan data, diperkirakan antara 15 hingga 20 persen kehamilan dan persalinan mengalami komplikasi.

Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti menjelaskan, sebagian masalah tersebut dapat dicegah dan ditangani apabila ibu hamil segera mencari pertolongan tenaga kesehatan.

Tenaga kesehatan akan melakukan prosedur penanganan yang sesuai dengan menggunakan partograf untuk memantau perkembangan persalinan dan pelaksanaan manajemen aktif kala III untuk mencegah perdarahan pasca persalinan.

“Selain itu tenaga kesehatan juga harus mampu melakukan deteksi dini komplikasi. Dan apabila itu terjadi tenaga kesehatan juga harus dapat melakukan pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi sebelum melakukan proses rujukan,” jelas Ati usai membuka kegiatan pertemuan penguatan pelaksanaan ANC sesuai stansar di Aula Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten, KP3B, Curug  Kota Seramg, Kamis (17/3/2022).

Ati mengatakan, dalam proses kehamilan, ibu hamil harus mendapatkan pelayanan berkualitas, terpadu dan komprehensif. “Salah satunya melalui pelayanan antenatal terpadu. Pelayanan antenatal merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan yang komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada seluruh ibu hamil.”

Tenaga kesehatan, lanjut Ati dituntut memberikan pelayanan antenatal terpadu dan mampu melakukan deteksi dini masalah gizi, faktor risiko, komplikasi kebidanan, gangguan jiwa, penyakit menular yang dialami ibu hamil.

“Serta melakukan tata laksana secara adekuat. Sehingga ibu hamil siap menjalani persalinan yang bersih dan aman,” kata Ati.

Lebih lanjut, Ati mengungkapkan, tenaga kesehatan khususnya dokter dan bidan harus dapat memberikan pelayanan antenatal yakni 10T (timbang berat badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi, ukur tinggi puncak rahim, tentukan presentasi janin dan denyut jantung, skrinning status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi tetanus difteri, pemberian tablet tambah darah, tes laboratorium, tata laksanana penanganan kasus dan temu wicara.

“Standar pelayanan 10T khusunya untuk ibu hamil harus diperiksa minimal empat kali selama kehamilan. Namun, mulai 2021 standar pemeriksaan antenatal terpadu harus dilakukan sebanyak enam kali,” ungkapya.

Ati menuturkan, dalam pelayanan 10T juga terdapat triple eliminasi, yaitu melakukan tes laboratorium untuk mengetahui apakah ibu hamil mengidap penyakit menular yaitu hepatitis, HIV/AIDS dan sipilis. Meski begitu, tidak semua kabupaten/kota memiliki Laboratorium Keaehatan Daerah (Labkesda).

“Memang untuk beberapa daerah tidak sama, terutama di wilayah Banten Selatan. Di Cilegon juga belum ada Labkesda, yang ada itu di Tangerang Raya dan provinsi. Namun, laboratorium yang disebut untuk keguatan ANC dimana di poin 10T itu merupakan labiratorium sederhana yang ada di masing-masing puskesmas. Seperti cek HB dan triple eliminasi. Dan ini tidak perlu ke rumah sakit atau ke labkesda,” tuturnya.

Oleh karena itu, Ati mengaku, pihaknya juga mendorong puskesmas untuk meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kesehatan melalui akreditasi. Dimana dalam mencapai mutu pelayanan kesehatan yang baik harus ditunjang dengan sarana dan prasarana yang baik pula.

“Makanya harus ada kerjasama lintas bidang baik dari pelayanan kesehatan (yankes) juga dengan kesehatan masyarakat (kesmas) serta program P2 seperti penanganan hepatitis, HIV dan sipilis. Selain itu capaian SPM di kabupaten/kota juga harus mencapai 100 persen,” ucapnya.

Ati juga menambahkan, meski pelayanan ANC merupakan kewenangan kabupaten/kota, namun provinsi juga dapat melakukan intervensi. Hal itu karena berkaitan dengan peningkatan harapan hidup masyarakat.

“Kan peningkatan kesehatan harus dimulai dari bawah,” tandasnya. (ADV)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini