Beranda Pemerintahan Tangkal Hoax, Keterbukaan Informasi Badan Publik dan Peran Jurnalis Diperlukan

Tangkal Hoax, Keterbukaan Informasi Badan Publik dan Peran Jurnalis Diperlukan

Suasana Acara acara Literasi Digital Anti Hoax di salah satu hotel Kota Serang, Kamis (15/11/2018).

SERANG- Komisioner Komisi Informasi (KI) Banten, Muhammad Nashrudin menyampaikan, saat ini badan publik tidak dapat lagi menutup-nutupi informasi yang dimilikinya, kecuali informasi yang dikecualikan dan telah diuji konsekuensinya.

dengan adanya instrumen aturan hukum terkait keterbukaan informasi publik dalam Undang undang Nomor 14 tahun 2008, serta Undang undang 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers dianggap dapat dijadikan alat untuk penangkal berita bohong (hoax) di masyarakat.

Dengan adanya keterbukaan informasi, kata dia, maka badan publik wajib untuk memberikan informasi ke masyarakat dengan jelas dan benar. Kemudian, pers juga harus dapat berperan dalam mengolah informasi tersebut menjadi sesuatu yang memberikan pendidikan ke masyarakat, serta mendapatkan fakta-fakta yang sesungguhnya dibalik dari data yang ada.

“Undang undang KIP ini didasari agar dapat memberikan Maximum Acces dan Limited Excluded kepada masyarakat terkait informasi di badan publik, sehingga dengan terbukanya informasi, maka informasi-informasi hoax sendiri dapat ditangkal dengan data yang benar,” jelasnya saat acara Literasi Digital Anti Hoax di salah satu hotel Kota Serang, Kamis (15/11/2018).

Namun hingga 8 tahun pelaksanaan UU KIP, lanjutnya, badan publik khususnya di Banten masih belum taat terhadap aturan tersebut. Hingga akhirnya, pada saat pemeringkatan yang dilakukan oleh KI Pusat, Banten baru mencapai kategori cukup informatif.

Sementara itu, Akademisi Universitas Serang Raya (Unsera) Abdul Malik menyampaikan, pers sangat berperan penting dalam menangkal hoax di masyarakat. Peran wartawan dalam menggali fakta yang sebenarnya juga harus dijalankan.

“Pers atau media itu sebenarnya membentuk fakta kedua. Jadi fakta pertama adalah di lapangan, dan media membuat fakta keduanya,” ujar Dekan FISIP Unsera tersebut.

Yang dimaksud dengan fakta kedua adalah, media memiliki keterbatasan dalam menjabarkan kejadian atau peristiwa yang terjadi. Dicontohkan, dalam salah satu kejadian, hanya diungkapkan menjadi fakta dalam bentuk tulisan sebanyak dua kolom atau potongan video selama tiga menit.

“Berita itu harus berdasarkan peristiwa, dan peristiwa itu terjadi di lapangan, jadi bukan hanya ucapan narasumber saja,” tegasnya. (Dhe/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disiniĀ