CILEGON – Hingga saat ini sejumlah gedung dan perkantoran OPD di luar lingkup kerja Sekretariat Daerah Pemkot Cilegon diketahui masih dalam status sewa. Seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan atau pun Badan Kesatuan Bangsa dan Politik yang menyewa rumah dan dijadikan kantor sejak awal tahun 2017 silam lantaran harus meninggalkan kantor sebelumnya di Gedung Plaza Mandiri yang semula akan dikembalikan Pemkot Cilegon ke fungsi awalnya sebagai pusat keramaian dan perbelanjaan.
Belakangan, belanja sewa gedung dan perkantoran sejumlah OPD yang dianggarkan Pemkot melalui Bagian Umum Sekretariat Daerah itu menjadi perhatian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas anggaran belanja daerah pada tahun 2017 lalu. Auditor negara ini dalam catatannya menyebutkan bahwa Rp910 juta dana yang digelontorkan oleh Bagian Umum guna belanja sewa gedung dan perkantoran OPD itu tidak dilakukan melalui mekanisme pengadaan sehingga Pemkot Cilegon dianggap telah kehilangan hak kesempatan untuk mendapatkan harga sewa gedung atau kantor yang kompetitif.
“Bagi saya ini kan temuan yang fatal ya, karena pelaksanaan anggaran yang tidak sesuai prosedur, apalagi angkanya itu cukup besar. Proses pengadaan sewa gedung ini kan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga Pemkot tidak mendapatkan perbandingan harga sewa antara gedung yang lain,” ungkap Anggota Komisi III DPRD Cilegon, Hasbudin kepada BantenNews.co.id, Selasa (24/7/2018).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, Pemkot Cilegon seharusnya segera memperbaiki catatan BPK tersebut dan cermat dalam proses pengadaan sewa bangunan. “Dalam kapasitas kontrol, kami mengingatkan Pemkot agar persoalan ini tidak lagi terulang. Karena itu sudah jelas menyalahi, walaupun dalam catatan BPK itu belum ada sanksi yang berat. Misalnya sewa gedung A nilainya Rp10 juta, sementara di gedung B dengan kualitas dan luas yang sama, nilai sewanya cuma Rp9 juta dan di daerah lain mungkin ada nilainya yang lebih kecil lagi, tapi kenapa ini Pemkot langsung memutuskan untuk sewa yang Rp10 juta, jadi kan aneh,” terangnya.
Tak cukup disitu, berdasarkan informasi yang dihimpun temuan persoalan sewa gedung ini juga mengarah pada sewa gedung Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Cilegon. BPK menyebutkan, sewa gedung kantor untuk instansi vertikal ini tidak sesuai ketentuan dan sudah membebani keuangan daerah karena secara prosedur seharusnya hal itu dilakukan melalui mekanisme pinjam pakai Barang Milik Daerah (BMD). Persoalan ini turut menjadi atensi BPK menyusul temuan sewa satu tahun kantor BNN yang terhitung sejak 14 Desember 2017 dan berakhir 13 Desember 2018. Kenyataannya BNN tidak lagi menempati gedung yang disewakan Pemkot Cilegon itu pada akhir Desember 2017 lalu, atau jauh sebelum masa sewa berakhir dan pindah ke kantor barunya di gedung eks Kelurahan Kedaleman.
Disinggung menyangkut persoalan di atas, Hasbudin mengaku belum dapat berkomentar lebih banyak. “Jujur saja, kalau yang ini (sewa gedung BNN) saya belum mengetahuinya. Tapi yang pasti di rapat internal kemarin, kita juga cukup keras membahas persoalan sewa gedung ini. Karena kan meskipun kita lima tahun berturut-turut mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), tapi kan bukan berarti tanpa catatan dan temuan,” tandasnya.
Sementara itu Sekretaris Daerah Kota Cilegon, Sari Suryati yang dikonfirmasi terkait persoalan itu menolak memberikan keterangan. Wanita berdarah Bandung ini mengaku tengah mengejar waktu, lantaran diketahui terburu-buru ingin menengok Walikota Cilegon Non Aktif Tb Iman Ariyadi di Rutan Klas II B, Serang guna sekaligus berpamitan untuk menunaikan ibadah haji dalam waktu dekat.
“LHP? wah nanti saja sih. Ibunya harus tau dulu nih yang mana, soalnya ibunya lagi buru-buru, nanti saja ya,” ujarnya singkat seraya memasuki mobil dinas. (dev/red)