SERANG – Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, menilai peluang Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali terpilih pada Pilpres 2019 menguat. Hal itu didasarkan pada hasil survei Jokowi yang cenderung meningkat.
Pada hasil survei yang dilakukan SMRC, elektabilitas Jokowi meningkat dari 57,2%–pada Mei 2018–ke 60,2% pada September 2018 dengan tren pilihan presiden dua nama. Sedangkan Prabowo Subianto menurun dari 33,2% pada Mei 2018 menjadi 28,7% pada September 2018.
“Tren kenaikan ini menjadi penting sebagai indikasi hasil akhir hari H. Dari pengalaman tiga kali pilpres, calon yang suara dukungannya naik dan unggul terus, sulit dikalahkan pada hari H,” ujar Djayadi dalam paparannya, di Kantor SMRC, Jalan Cisadane, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/10/2018) dikutip dari detik.com.
Djayadi membandingkan dengan tren elektabilitas Presiden ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pilpres sebelumnya dengan tren elektabilitas Jokowi. Keduanya memiliki kesamaan sebagai capres dengan atau tanpa petahana dalam pilpres.
Pada Pilpres tahun 2004 dan 2014, SBY dan Jokowi sama-sama bukan capres pertahana, namun keduanya punya tren elektabilitas unggul atas lawannya hingga menang. Begitu pun pada tahun 2009 dan 2019, Jokowi dan SBY sama-sama capres petahana yang terus unggul atas penantang.
“SBY mengakhiri dengan kemenangan pada 2009. Bagaimana dengan Jokowi di tahun 2019? Kalau melihat pola tren dukungan pada SBY yang sukses pada 2009, Jokowi punya peluang yang sama,” katanya.
Kendati demikian, menurut Djayadi, bukan berarti Jokowi dan timnya bisa duduk manis. Sebab, ada sejumlah faktor yang bisa mengubah tren tersebut.
“Faktor ekonomi, politik, hukum, dan kondisi keamanan. Meski penilaian atas faktor itu secara umum lebih positif pada masa Jokowi jadi presiden dibandingkan pada masa SBY,” ujar Djayadi. (Red)