
TANGSEL – Suara gambang kromong mengalun dari panggung sederhana di alun-alun Pondok Aren, Minggu (27/7/2025) pagi. Langit cerah, satu per satu warga berdatangan. Ada yang membawa anak, ada yang datang berdua. Senyum mereka menandakan: ini bukan Minggu biasa.
Hari kedua Festival Budaya Betawi dibuka tanpa petasan. Tawa dan musik tradisional menyambut warga, berpadu dengan semangat panitia muda dari Karang Taruna yang sibuk mengatur jalannya acara.
Di antara keramaian, Nurjanah (42), warga Pondok Kacang Timur, menggandeng dua anaknya. Ia berdiri dekat ondel-ondel yang berada di panggung.
“Anak-anak saya baru pertama kali lihat ondel-ondel dari dekat. Tadi sempat takut, sekarang malah minta foto,” katanya sambil tersenyum.
Di sisi lain, warga mencicipi makanan, berpindah dari satu lapak ke lapak lain. Stan UMKM makanan ringan, dan kerajinan tangan. Beberapa pengunjung bertanya tentang proses pembuatan, bukan sekadar menawar harga.
Yudi (31), warga Jurang Mangu, datang bersama istrinya. “Awalnya cuma mau cari kerak telor. Eh, malah betah. Ramai banget, seru,” ujarnya.
Menjelang siang, suasana tetap hidup. Seorang ibu muda menari kecil sambil menggendong bayinya. Sekelompok remaja berfoto bersama ondel-ondel. Anak-anak berlarian sambil memegang mainan baru. Festival ini serasa jadi ruang temu lintas generasi: antara yang mengenang dan yang baru mengenal.
Wakil Wali Kota Tangerang Selatan, Pilar Saga Ichsan turut hadir di tengah keramaian. Ia mengenakan batik Betawi bermotif pucuk rebung dan beberapa kali berhenti menyapa serta berfoto bersama warga.
“Budaya Betawi jangan sampai tergerus oleh modernisasi. Tangerang Selatan ini kota maju, tapi harus tetap ingat akar budayanya,” kata Pilar dalam sambutannya.
Menurut Pilar, festival seperti ini penting untuk mendekatkan budaya kepada generasi muda.
“Jangan hanya kenal bajunya. Tapi juga nilai-nilainya, seperti gotong royong dan kebersamaan,” pungkasnya.
Penulis: Mg-Ahmad Rizki
Editor: Usman Temposo