Beranda Pemerintahan Sokhidin : Spirit Santri, Benteng Diri Dari Pengaruh Kultur Asing

Sokhidin : Spirit Santri, Benteng Diri Dari Pengaruh Kultur Asing

Wakil Ketua DPRD Cilegon, Sokhidin. (Foto : Gilang)

Refleksi Peringatan Hari Santri Nasional

“Siapa sih yang disebut santri? apa mereka adalah anak-anak kecil yang masih memakai sarung? atau mereka yang hanya ada di pondok pesantren? menurut saya bukan. Bagi saya yang memiliki kegiatan di luar pesantren ini, saya merasa bahwa saya ini adalah masih seorang santri. Sebab ketika seseorang itu masih mau ngaji, masih mau menggali ilmu agama di majelis-majelis, bagi saya dia seorang santri”

Demikian dikatakan oleh Sokhidin, Wakil Ketua I DPRD Kota Cilegon membuka percakapannya dengan BantenNews.co.id soal peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada Selasa (22/10/2019) besok. Sesaat, politisi Gerindra ini terkenang pengalamannya saat masih menimba ilmu di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Cilacap. Kala itu, ia masih duduk di bangku setingkat SMP.

Kini duduk sebagai wakil rakyat, baginya keberadaan industri harus disikapi serius. Masyarakat Kota Cilegon saat ini harus mampu memaknai spirit yang dimiliki seorang santri itu sebagai pondasi untuk dapat lebih membentengi diri dari pengaruh kultur yang diusung oleh Warga Negara Asing (WNA) yang berdatangan seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan investasi.

“Kedatangan warga negara Korea dan Cina, kita harus membentengi diri dengan kuat, terutama bagi anak-anak muda Cilegon. Caranya bagaimana? terus ajak remaja kita untuk lebih tahu banyak tentang agamanya dengan datang ke majelis-majelis. Jangan sampai kultur WNA ini akan berdampak negatif. Sebab kita pun tidak bisa menyalahkan WNA ini begitu saja, karena bagi mereka tradisi yang dibawa bukanlah hal yang tabu, meskipun hal itu dipandang lain masyarakat kita. Bayangkan serbuan WNA itu kelak, apalagi saat ini akan berdiri perusahaan-perusahaan Korea lainnya,” kata Sokhidin ditemui di ruang kerjanya, Senin (21/10/2019).

Di bagian lain, mantan perwira polisi berpangkat Inspektur Dua ini juga menyikapi soal pentingnya perhatian pemerintah dan seluruh pihak dalam meningkatkan taraf perekonomian ulama dan guru ngaji agar dapat lebih fokus dalam menjalani tugas dan fungsinya untuk membekali masyarakat dengan penguatan ilmu agama agar pada akhirnya tak mudah terpengaruh dari kultur ekspatriat.

“Jangan sampai karena terbentur dengan kebutuhan, tugas utama ulama dan guru ngaji kita malah tersita dengan pekerjaan lain, sehingga pembekalan ilmu agama ke masyarakat ini tidak dapat maksimal. Saya akan dorong untuk itu di regulasi, agar guru ngaji ini lebih diberikan penghargaan,” imbuh pria yang juga aktif di Majelis Al Fath, asuhan KH Khaerul Anwar Lc ini.

Tak cukup di situ, lebih jauh pria berumur 52 tahun ini juga memandang perlunya uluran tangan pemerintah daerah terhadap keberadaan pondok-pondok pesantren tradisional di Kota Cilegon. (dev/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini