SERANG – Pengamat politik dan juga Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul menilai terdapat kesepakatan antara dua pasangan calon (paslon) pada debat terbuka Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) Banten 2024, baru-baru ini. Dimana, kedua paslon tersebut menghadirkan politik menyenangkan, karena sama-sama setuju dengan daerah otonomi baru (DOB).
Meski begitu, Adib menilai, yang paling diuntungkan terkait isu DOB adalah calon Wakil Gubernur Banten nomor urut 01, Ade Sumardi.
“Dalam debat (Pilgub Banten) menurut saya terkesan (ada) politik menyenangkan. Karena (kedua paslon) sepakat membuat DOB. Ade Sumardi (lebih diuntungkan) karena orang Lebak, konstituen di sana, dan untuk mendulang suara berusaha menyenangkan,” kata Adib, Jumat (18/10/2024).
Di sisi lain, lanjut Adib, statement calon Gubernur Banten nomor urut 02, Andra Soni terkait DOB menjadi sebuah blunder. Hal yang mendasari lantaran urgensi DOB memerlukan perjuangan yang panjang.
“Selain itu moratorium harus dilepas dulu. Karena skema otonomi baru itu agak ribet. Apakah pusat dan daerah secara ekonomi akan terbebani? Bisa survive secara ekonomi apa nggak?,” ucapnya.
Seharusnya, kata Adib, pembahasan debat lebih kepada mencari solusi disparitas antara Banten Utara dan Selatan.
“Permasalahan disparitas pembangunan yang belum selesai saja kenapa harus membuka DOB,” katanya.
Menurut Adib, ajang debat terbuka Pilgub Banten seharusnya dimanfaatkan oleh kedua paslon untuk memaparkan visi dan misi serta memberikan solusi terkait persoalan yang terjadi saat ini di Provinsi Banten.
“Karena paslon yang bisa menyelesaikan persoalan dari mulai program kerja yang tersusun rapi hingga gagasan yang jelas dan masuk akal bisa merayu publik untuk memilih,” ujarnya.
Untuk itu, Adib menyarankan agar setiap tema dan isu yang dibahas oleh kedua paslon berdasarkan program kerja yang tersusun rapi, sistematis dan detail.
“Contohnya membuka kesejahteraan caranya adalah membuka lapangan kerja baru. Kita akan membuka kawasan industri begini, kita akan support UMKM begini, caranya begini, itu kan detail,” ungkapnya.
Namun, Adib melihat, paparan kedua paslon masih bersifat umum dan belum mendetail. “Itu kan (di debat) nggak ada. Masih tataran (program) secara umum,” katanya.
Contoh disparitas pembangunan di Banten, kata Adib, kekuatan swasta lebih terasa di Tangerang dibandingkan dengan Pandeglang yang masih berkutat dengan masalah infrastruktur.
“Ini kan contoh saja, kenapa di Tangerang ada swasta. Kenapa di Pandeglang yang masih dikeluhkan itu jalan rusak, untuk mengakses (fasilitas) kesehatan harus ditandu. Ini kan harus detail. Jadi problem solver ini yang dibutuhkan,” pungkasnya.
(Mir/Red)