Beranda Hukum Satgas Pangan Polda Banten Bongkar Pengoplos Beras

Satgas Pangan Polda Banten Bongkar Pengoplos Beras

Direktur Utama Perum Bulog Komjen Pol Purn. Budi Waseso atau Buwas menunjukkan beras impor Bulog yang disita dalam kasus pengoplosan beras di wilayah hukum Polda Banten kepada awak media saat Konferensi Pers Penangkapan 7 tersangka pengoplosan beras di Mapolda Banten, Jumat (10/2/2023).
Direktur Utama Perum Bulog Komjen Pol Purn. Budi Waseso atau Buwas menunjukkan beras impor Bulog yang disita dalam kasus pengoplosan beras di wilayah hukum Polda Banten kepada awak media saat Konferensi Pers Penangkapan 7 tersangka pengoplosan beras di Mapolda Banten, Jumat (10/2/2023).

SERANG – Tujuh pelaku pengoplos beras diringkus Satgas Pangan Polda Banten. Dalam penangkapan tersebut, petugas menemukan beras impor Bulog yang akan digunakan untuk stabilisasi harga telah dicampur dengan beras lainnya dan dikemas ulang secara premium seberat 350 ton.

Ketujuh tersangka tersebut yakni HS (36), TL (39), AL (58), BR (31), FR (42), HM (66), dan ID (30). Para pelaku merupakan pemilik toko beras dan juga penggilingan padi yang tersebar di wilayah hukum Polda Banten.

Direktur Utama Perum Bulog Komjen Pol Purn. Budi Waseso mengatakan penangkapan para pengoplos ini merupakan tindak lanjut dari kasus kecurangan serupa yang terjadi di Jakarta Timur beberapa waktu lalu.

Untuk stabilisasi harga, Perum Bulog sudah melakukan impor beras dari beberapa negara seperti Vietnam, Thailand, Pakistan, dan Myanmar. Namun, harga beras masih saja mengalami kenaikan di pasar hingga mencapai Rp12 ribu.

“Kenapa beras masih mahal? Naluri saya sebagai mantan polisi, saya bilang pasti ada pelanggaran,” kata pria yang akrab disapa Buwas dalam konferensi pers di Mapolda Banten, Jumat (10/2/2023).

Modus yang dilakukan ketujuh pelaku yaitu membeli beras impor Bulog seharga Rp8.300 per kilogramnya lalu dijual kembali dengan mengemas ulang (repacking) beras impor Bulog menjadi beras premium berbagai merek di antaranya PL, SB, Rojo Lele, Dewi Sri, PS, dan Badak. Beras oplosan kemudian dijual kembali dengan harga rata-rata Rp12 ribu per kilogramnya.

Para tersangka ini juga memanipulasi DO dari distributor maupun mitra Bulog serta memonopoli sistem dagang.

“Di sisi lain pengusahanya ini dapat untung luar biasa dan tidak mempertimbangkan kebutuhan masyarakat membeli, mereka hanya mencari keuntungan dan memanfaatkan operasi beras Bulog ini untuk mencari keuntungan setinggi-tingginya,” ujar Buwas.

Dari hasil penangkapan, polisi juga menyita 5 timbangan digital, 6 mesin jahit karung, 8.000 karung bekas beras Bulog, 10.000 karung beras premium berbagai merek, dan 50 bundel yang berisi nota penjualan, surat jalan, dan DO.

Sementara itu, Kapolda Banten Irjen. Pol. Rudy Heriyanto Adi Nugroho mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan penyidikan untuk menemukan aktor utama dibalik kecurangan pengoplosan beras yang terjadi di wilayah hukum Banten.

“Ini menyangkut perut rakyat, sudah saya perintahkan ini tidak ada rem harus gas pol supaya prosesnya tuntas sampai ke atas. Tim penyidik akan melakukan penyidikan sampai ke atas supaya nanti ketahuan siapa yang paling bertanggung jawab atas ini,” ujar Kapolda.

Sedangkan untuk beras yang disita sebagai barang bukti, Kapolda Banten mengungkapkan beras tersebut nantinya akan didistribusikan ke pasar untuk menurunkan harga beras di Banten.

“Barang bukti disita akan kita sisihkan untuk pembuktian. Sisanya akan kita distribusikan ke pasar supaya harga beras turun khususnya di Banten sehingga inflasi pun menurun,” kata Rudy.

Akibat perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar dan Pasal 382 bis KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 dan atau Pasal 56 KUHP dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. (Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini