Beranda Peristiwa Ruang Kerjanya Digeruduk Buruh, Gubernur Banten: Bisa Jadi Preseden Buruk Bagi Kepala...

Ruang Kerjanya Digeruduk Buruh, Gubernur Banten: Bisa Jadi Preseden Buruk Bagi Kepala Daerah

Buruh masuk ke dalam ruang kerja Gubernur Banten di KP3B, Curug, Kota Serang, Rabu (22/12/2022).

 

SERANG – Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) kembali menyesalkan tindakan aksi massa buruh yang menjebol paksa masuk ke ruang kerjanya di Pendopo KP3B, Curug, Kota Serang, Rabu (22/12/2021). Ia menilai, tindakan yang dilakukan para buruh bisa menjadi preseden buruk ketika Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam mengambil keputusan.

“Saya pribadi tidak merasa tersinggung. Seharusnya Negara memberikan rasa aman. Karena apa yang saya lakukan sesuai dengan peraturan,” ujar WH.

WH mengaku tidak bisa membayangkan andaikan dirinya saat itu berada di ruang kerjanya. Dirinya juga menyesalkan tindakan buruh memaksa masuk ruangan kerja tapi tidak ada upaya mempertahankan atau melindungi.

“Ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat juga negara. Keputusan itu harus diback up,” katanya.

Gubernur, Bupati dan Walikota, lanjut WH, merupakan pejabat negara yang harus terlindungi dari perbuatan anarkis. Demonstrasi atau menyampaikan pendapat dimuka umum ada aturannya dan disampaikan dengan cara-cara yang baik serta menggunakan etika.

“Bisa jadi preseden semua Gubernur, Bupati dan Walikota nanti pada takut untuk mengambil keputusan. Kita juga diikuti oleh peraturan-peraturan yang menentukan,” ucapnya.

Untuk itu, mantan Walikota Tangerang itu menyerahkan pengusutan kasus penjebolan ruang kerjanya kepada aparat penegak hukum (APH). “Saya serahkan kepada pihak yang berwenang,” katanya.

Mengenai tuntutan revisi upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022, WH juga mengaku, pihaknya bukan takut pada sanksi administratif. Namun lebih melihat pada bagaimana kegiatan ekonomi bisa berjalan dan pengangguran tertanggulangi.

“UMP dan UMK diputuskan melalui musyawarah. Melalui proses dewan pengupahan dengan indikator dan variabel yang jelas termasuk melibatkan BPS yang mengukur pertumbuhan ekonomi, inflasi, kelayakan hidup dan lain-lain. Melalui kesepakatan Dewan Pengupahan, selanjutnya direkomendasikan kepada Gubernur,” paparnya

“Penetapan UMP dan UMK itu untuk kepentingan yang lebih luas, tidak hanya untuk buruh-buruh yang di pabrik. Tapi juga untuk yang di perhotelan, pariwisata dan sebagainya yang kalau sekarang karena terdampak pandemi Covid-19 belum pulih,” sambungnya.

WH menambahkan, di Indonesia ini konflik perburuhan terjadi setiap tahun.

“Buruh minta naik, pengusaha tidak mau naik. Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memfasilitasi, membangun silaturahmi serta memoderasi pertemuan itu dan damai-damai saja. Tapi pada akhirnya kita yang diserang, sejauh mana Pemerintah terlibat dalam hubungan perburuhan,” pungkasnya.(Mir/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini