SERANG– Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan sebagian gugatan penyintas banjir yang menggugat Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) mengenai pengelolaan bendungan Sindangheula.
Putusan tersebut dibacakan hakim PTUN di e-court pada Rabu (3/4/2024) kemarin dengan Perkara nomor: 50/G/TF/2023/PTUN.Srg dengan nama penggugat bernama Ririn Purnamasari melawan Kepala Balai BBWSC3 selaku tergugat. Ririn merupakan penyintas banjir pada 1 Maret tahun 2022 lalu yang mengakibatkan rumahnya rusak dan hanyut.
“Menyatakan Tindakan Pemerintahan Berupa Perbuatan Tidak Bertindak (Omission) untuk melakukan pengelolaan Bendungan Sindang Heula yang berlokasi di Desa Sindang Heula, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Provinsi Banten sehingga menyebabkan banjir di Serang–Banten pada tanggal 01 Maret 2022 yang dilakukan oleh Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum oleh badan/pejabat pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad),” dikutip BantenNews.co.id dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Tata Usaha Negara Serang.
Hanya satu gugatan tersebut yang dikabulkan. 6 Gugatan lainnya seperti meminta agar BBWSC3 memberikan uang ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp26 juta dan meminta maaf kepada masyarakat melalui media massa ditolak oleh PTUN.
Kuasa hukum penggugat, Rizal Hakiki mengatakan dengan putusan tersebut dapat menjadi evaluasi bagi pejabat publik khususnya BBWSC3 agar dapat bekerja lebih baik lagi.
“Menurut kami ini salah satu benchmark decision istilahnya, putusan yang bersifat progresif itu sangat berpihak bagi publik khususnya penyintas banjir dan yang pasti putusan ini bisa jadi evaluasi kontrol buat para pejabat untuk bekerja secara profesional berdasarkan Undang-Undang dan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” kata Rizal.
Meskipun dalam putusan tersebut tidak ada sanksi yang mengikat, Rizal berharap agar BBWSC 3 tidak mengajukan upaya hukum banding. Namun, jika akhirnya banding maka dirinya akan melaporkan hal serupa ke Ombudsman RI atau komisi pengawasan pengawasan bendungan atau mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Serang.
Adapun mengenai hal-hal yang jadi kelalaian BBWSC3 mengelola Bendungan Sindangheula menurut Rizal para ahli yang dihadirkan di persidangan mengatakan kelalaiannya yaitu pintu buka tutup air atau ekohidrodinamika Hollow Jet yang rusak, tidak membuat fluid storage atau kolam pengendali banjir, serta tidak mengindahkan instruksi Kementerian PUPR mengenai pengosongan 103 bendungan di Indonesia. Akibatnya yaitu banjir 1 Maret 2022.
“Dari kepala BPBD Kota, Kabupaten, dan Provinsi juga menyatakan (saat itu) kalau banjir 1 maret 2022 paling besar selama Provinsi Banten berdiri,”imbuhnya.
Mengenai putusan tersebut, BantenNews.co.id telah coba menghubungi pihak BBWSC3 untuk meminta tanggapan terkait putusan tersebut.
Kami coba menghubungi melalui humasnya yang bernama Muslimin dengan mengirim pesan dan menelepon via WhatsApp sejak Rabu kemarin. Tapi, sampai berita ini naik, yang bersangkutan tidak membalas.
(Dra/red)