KAB. SERANG – Proyek pengembangan kawasan wisata di Gunung Pinang, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, resmi dihentikan. Hal ini menyusul gelombang protes warga yang menilai kegiatan tersebut merusak ekosistem hutan lindung.
Pihak pengembang yang mengakui kelalaian mereka dalam menjalankan prosedur dasar, yakni tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat hingga belum adanya pengurusan izin lingkungan (Amdal).
Direktur PT Tampo Mas Putraco, Dudung Permana menyatakan, pihaknya kini resmi mundur dari proyek yang di garapnya di Kawasan Hutan Lindung Gunung Pinang, Kabupaten Serang, lantaran mengangkangi sejumlah aturan yang seharusnya tidak dilakukan.
“Karena memang ini sifatnya bahwa pengembangan ini melibatkan pihak ketiga. Dan kami memang sudah mempersiapkan. Tapi karena memang kejadian seperti ini, mungkin ya kami tidak akan lanjut (pengembangan proyek),” ujar Dudung, Jumat (2/5/2025).
Berdasarkan pengakuannya, proyek ini dijalankan tanpa sosialisasi kepada masyarakat setempat dan tanpa dokumen AMDAL yang tuntas.
“Kami akui, ini kesalahan kami. Tidak ada sosialisasi, karena ini bukan usaha utama kami,” tuturnya.
Padahal, kata dia, kegiatan telah berjalan sejak awal April. Termasuk pembukaan lahan yang disebut-sebut mulai sekitar tanggal 10 April 2025.
Lebih jauh, Dudung menegaskan, kerugian perusahaan yang ditaksir mencapai Rp180 juta dianggap sebagai risiko bisnis biasa.
“Pengusaha itu hanya kenal dua hal: untung atau rugi. Sekarang kami rugi, ya kami hentikan,” katanya seolah mengabaikan dampak ekologis yang ditinggalkan.
Untuk diketahui, proyek ini dilakukan di atas lahan seluas 5 hektare berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Perhutani.
Skema kerja sama melibatkan sistem sewa Rp5 juta per hektare serta bagi hasil dari jumlah pengunjung. Namun begitu, hingga kini dihentikan, legalitas utamanya belum lengkap.
“Izin AMDAL baru kami urus setelah ini, dan memang kami sudah koordinasi dengan KLH,” akunya.
Dudung juga menolak berkomentar soal tuntutan warga yang meminta mutasi pejabat Perhutani terkait.
“Itu wewenang internal Perhutani. Kami hanya bertanggung jawab atas kegiatan kami sendiri,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Rabu (30/4/2025), ratusan warga Kecamatan Kramatwatu menggelar aksi di depan Kantor Perhutani di Desa Pejaten.
Demonstrasi tersebut sebagai bentuk penolakan atas aktivitas pembabatan hutan Gunung Pinang yang dinilai ilegal dan merusak lingkungan.
Aksi berlangsung panas dengan coretan-coretan protes warga terpampang di dinding kantor sebagai luapan kekecewaan.
Penulis : Rasyid
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd