Beranda Hukum Polisi Upayakan Kasus Siswi SMP di Serang Di-bully Berakhir Tanpa Masuk Pengadilan

Polisi Upayakan Kasus Siswi SMP di Serang Di-bully Berakhir Tanpa Masuk Pengadilan

Kasatreskrim Polresta Serang saat menjelaskan kronologi kejadian kepada wartawan (Foto Audindra-BantenNews.co.id)
Follow WhatsApp Channel BantenNews.co.id untuk Berita Terkini

SERANG – Polresta Serang bakal lebih mengutamakan upaya diversi atau penyelesaian perkara anak di luar peradilan dalam kasus viralnya dugaan perundungan seorang siswi SMP berinsial SA berusia 14 tahun asal Kecamatan Serang, Kota Serang.

Kasat Reskrim Polresta Serang, Kompol Hengki Kurniawan menjelaskan bahwa kronologi kasus tersebut berawal pada 23 Juli 2024 lalu ketika korban yang sedang berada di rumah kemudian didatangi oleh C dan D untuk pergi bermain ke daerah Kampung Domba, Kota Serang.

Di lokasi, korban sudah ditunggu oleh DE dan S. Korban kemudian dirundung oleh para keempatnya dengan cara dikeroyok. Korban dituduh menyebarkan berita palsu mengenai saksi anak berinisial C yang merupakan teman satu sekolah korban di sekolah lamanya.

Setelah melakukan perundungan, para pelaku yang juga masih berusia di bawah umur, kemudian meninggalkan korban seorang diri. Korban kemudian dibantu oleh warga sekitar dengan cara dipesankan ojek online.

“Korban dipesankan ojek untuk mengantarkan korban pulang setelah kejadian tersebut, korban menceritakan kejadian ke kakak korban,” kata Hengki kepada wartawan, Jumat (29/11/2024).

Kakak korban lalu membawa adiknya ke RS Bhayangkara untuk melakukan visum. Pada 27 Juli silam kemudian keluarga korban melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Serang.

Hengki menjelaskan bahwa Polisi kemudian memeriksa para saksi dari keluarga korban hingga para terduga pelaku dan saksi di lokasi kejadian. Lalu pada 3 Oktober 2024 dilakukan upaya diversi bagi korban dan terduga pelaku yang juga didampingin oleh penyidik, Satgas Perlindungan Anak P2TP2A, Dinas Sosial Kota Serang, dan Bapas Serang.

Saat itu ada permohonan dari keluarga terduga pelaku agar kasus tersebut bisa diselesaikan secara musyawarah dan pihak keluarga korban meminta waktu selama 2 minggu untuk mempertimbangkan hal tersebut.

Baca Juga :  Larangan Pakai GPS, Bagaimana Nasib Ojek Online?

“Waktu berjalan, kuasa hukum pelapor atau anak korban memberitahukan kepada penyidik bahwa keluarga anak korban menolak untuk melakukan musyawarah dan meminta perkara tetap dilanjutkan,” jelasnya.

Penyidik lalu kembali melakukan gelar perkara di tanggal 8 November untuk menentukan apakah perkara tersebut bisa naik ke tahap penyidikan, namun berdasarkan keputusan yaitu tetap mengupayakan penyelesaian secara diversi.

Pada 11 November, keluarga korban kemudian diminta menandatangani dokumen penyidikan. Tapi keluarga korban menjawab untuk menunggu kuasa hukumnya yang saat itu sedang berada di Pati, Jawa Tengah.

Lalu karena Polisi terlibat sprin pengamanan TPS saat Pilkada lalu hingga 29 November, akhirnya agenda musyawarah diversi dan penandantangan administrasi akan ditentukan pada 2 Desember mendatang.

Pihaknya mengatakan upaya diversi dilakukan karena korban maupun terduga pelaku yang statusnya masih saksi anak, masih sama-sama berstatus anak atau di bawah umur. Berdasarkan Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, upaya diversi harus diutamakan.

“Apabila masih di bawah umur maka wajib mengutamakan pendekatan keadilan restorative atau wajib diupayakan diversi. Sehingga dalam hal penanganan perkara ini sebetulnya bukan penanganannya yang lama namun karena ada upaya diversi yang sudah menjadi amanat undang-undang yang harus kami penuhi langkah-langkahnya,” terangnya.

Penulis: Audindra Kusuma
Editor: Usman Temposo

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News