Beranda Pendidikan Polemik Hilangnya Frasa Madrasah dari RUU Sisdiknas

Polemik Hilangnya Frasa Madrasah dari RUU Sisdiknas

Mendikbud Nadiem Makarim. (googleimage)

JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim akhirnya bersuara mengenai polemik frasa Madrasah sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan di dalam Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Nadiem menegaskan tidak pernah ada rencana penghapusan bentuk-bentuk satuan pendidikan melalui revisi RUU Sisdiknas.

“Sedari awal, tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah, madrasah, atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sebuah hal yang tidak masuk akal dan tidak terbesit sekalipun di benak kami,” kata Nadiem, Rabu (30/3/2022).

Nadiem menjelaskan, penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan.

Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat undang-undang sehingga lebih fleksibel dan dinamis.

“Tujuannya adalah agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat undang-undang sehingga jauh lebih fleksibel dan dinamis,” ucapnya.

Diketahui, dalam draf RUU Sisdiknas, pemerintah tidak lagi menyebut satuan pendidikan dasar maupun menengah, diganti dengan jenjang pendidikan dasar kelas 1 sampai 9, dan jenjang pendidikan menengah kelas 10 sampai 12.

Sementara, UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, satuan pendidikan ditulis secara jelas seperti SD dan MI, SMP dan MTs, atau SMA, SMK, dan Madrasah Aliyah.

Menanggapi polemik draf RUU Sisdiknas tersebut, Pakar Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Arif Rohman menilai bahwa akan lebih adil jika memang frasa madrasah itu tetap dicantumkan.

Walaupun memang secara kebahasaan nomenklatur madrasah itu adalah bahasa Arab. Sedangkan makna dalam Bahasa Indonesia sendiri merupakan sekolah.

Namun jika mengacu pada UU Sisdiknas tahun 2003 yang saat ini masih berlaku. Madrasah sendiri memang tertulis terkhusus di dalam pasal tentabg satuan pendidikan.

“Maka kalau menurut saya supaya adil memang harus ada kata madrasah,” kata Arif saat dihubungi awak media, Selasa (29/3/2022).

Belum lagi, lanjut Arif, di dalam aturan Kementerian Agama pun nomenklatur madrasah begitu melekat. Sehingga perlu diperhatikan agar tercipta konotasi hingga menimbulkan tafsir yang berbeda antara Kemendikbudristek dan Kemenag.

“Sebaiknya kata madrasah itu juga ada. Jadi istilahnya garis miring itu madrasah. Supaya ada semacam kesepahaman yang lebih komperhensif antara istilah sekolah dan madrasah,” terangnya.

Arif menuturkan hilangnya frasa madrasah itu dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi sistem pendidikan di Indonesia. Salah satu dampak negatif itu berkaitan dengan aturan yang nanti diturunkan dari pusat ke daerah.

“Ketika tidak ada kata madrasah itu bisa jadi tafsir dari Kementerian di level provinsi, kabupaten misalnya soal penentuan APBD itu ‘loh ini enggak ada anggaran untuk madrasah’ karena di situ undang-undang diturunkan kepada peraturan pemerintah, perda. Nanti ketika kata madrasah hilang, sehingga perspektif di daerah itu tidak ada namanya anggaran untuk madrasah. Itu tentu negatifnya,” urainya.

Walaupun memang di sisi lain, hilangnya frasa madrasah dianggap juga berkaitan dengan tidak adanya lagi diskriminasi dalam satuan pendidikan. Sehingga sekolah dan madrasah itu memang sama di dalam pendidikan Indonesia. (Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini