Beranda Pemerintahan Pj Gubernur Banten Dinilai Gagal Lakukan Reformasi Birokrasi

Pj Gubernur Banten Dinilai Gagal Lakukan Reformasi Birokrasi

Koordinator Presidium KMSB Uday Suhada menyerahkan rekomendasi kepada Ketua DPRD Banten Andra Soni.
Koordinator Presidium KMSB Uday Suhada menyerahkan rekomendasi kepada Ketua DPRD Banten Andra Soni.

SERANG – Koordintor Presidium Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada menilai Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar gagal menjalankan reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Hal itu lantaran masih adanya sejumlah kursi eselon II yang saat ini diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt).

Uday mengatakan, tahun 2023, merupakan periode awal memasuki perjalanan baru road map reformasi birokrasi Pemprov Banten Tahun 2022 – 2024. Road map itu tertuanh dalam Pergub Nomor 26 Tahun 2022).

“Pergub yang ditandatangani 26 Agustus 2022 oleh Pj Gubernur, merupakan penyesuaian dan penambahan periode Reformasi Birokrasi yang semula berakhir tahun 2022. Hingga akhir 2022, upaya penampakan tujuan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa belum terlihat geliatnya dalam menyiapkan instrumen pengisian jabatan di lingkungan kerja Pemprov Banten. Kekosongan posisi/jabatan atau double jabatan pada dinas/badan/biro, akan membuat pelaksanaan tugas tidak efektif dan efisien,” kata Uday, Rabu (18/1/2023).

Provinsi Banten, lanjut Uday, memiliki enam Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), yang hingga kini masih dijabat oleh Plt. Keenam dinas/badan/biro itu adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Biro Umum, Dinas Kominfo, Inspektorat, Biro Ekbang dan Kepala Dinas Pertambangan.

“Contoh Kepala DPMD merangkap juga dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Bahkan saat ini ada sekitar 15 jabatan di-Plt-kan,” katanya.

Uday menilai, RPD tidak menjadi pedoman sebagai seorang Pj Gubernur, Al Muktabar yang seharusnya menjadikan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) sebagai pedoman untuk menjalankan roda pemerintahan transisi. Namum sayangnya, berdasarkan analisa yang dilakukan pada APBD 2023 ini, tercatat masih tidak komitmennya Penjabat Gubernur dengan RPD.

Hal ini terlihat belum konsistennya antara anggaran 2023 dengan target/sasaran pembangunan yang sudah ditetapkan dalam RPD. “Hasil analisa kami terhadap dokumen APBD 2023 menunjukkan belum komitmennya Pj Gubernur dalam menjalankan RPD, karena ada inkonsistensi antara perencanaan dan anggaran,” ucapnya.

Uday juga menilai, Pj Gubernur Banten seringkali memunculkan kontroversi dalam membuat kebijakan dan tidak sejalan dengan RPD. Kontroversi tersebut juga berdampak terhadap tidak jelasnya pelayanan yang diberikan.

“KMSB mencatat, ada beberapa kebijakan yang memunculkan kontroversi, seperti ide pendidikan metaverse,big rest area di Merak, Hotel di IKN, dan Perampingan SOTK. Selain itu, dari segi pelayanan, beberapa proses pelayanan juga masih kacau, seperti PPDB yang semrawut,” kata Uday.

“KMSB menyoroti khusus tentang perampingan SOTK yang terlihat dipaksakan dan akan menyebabkan makin kacaunya proses pembangunan di Banten nantinya. Perampingan SOTK ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap penggunaan anggaran yang akan kacau dikarenakan antara proses perencanaan penganggaran dan pelaksanaan akan terjadi perbedaan, yang pada akhirnya akan berdampak terhadap makin buruknya pelayanan kepada masyarakat,” sambungnya.

Berdasarkan hal tersebut, Uday menegaskan, KMSB setidaknya memberikan tiga rekoemndasi, pertama, mendesak Pimpinan DPRD Banten untuk membawa persoalan ini melalui Badan Musyawarah (BANMUS) untuk mengusulkan agar Mendagri mengganti Al Muktabar sebagai PJ Gubernur Banten.

“Kedua DPRD berkoordinasi dengan Kemendagri untuk mendesak agar menyampaikan hasil evaluasi secara transparan kepada rakyat Banten. Dan tiga mendesak DPRD Menghentikan pembahasan perampingan SOTK,” tegasnya. (Mir/Red)

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini