Beranda Opini Pernak-pernik Sejarah Pembentukan Kota Cilegon

Pernak-pernik Sejarah Pembentukan Kota Cilegon

Pegiat Literasi, Moch. Nasir SH. (doc.pribadi)

Oleh : Moch. Nasir SH,
Pegiat Literasi

Tanggal 10 Agustus, pada dua puluh lima tahun silam merupakan hari yang kami anggap bersejarah, karena berkaitan dengan terbentuknya Kota Cilegon. Lahirnya Kotamadya Cilegon yang saat ini dikenal sebagai Kota Cilegon, bukanlah hadiah Pemerintah Pusat, melainkan hasil dari sebuah perjuangan.

Perjuangan ini bermula dari adanya keprihatinan “wong” Cilegon yang melihat kondisi daerahnya. Usulan peningkatan status dari Kota Administratif menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon melalui Surat Gubernur Jawa Barat Nomor 135/2493-otda/1996 yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri tidak diketahui kejelasannya. Bahkan tersiar kabar bahwa status Kota Administratif justru akan dilikuidasi dan akan dikembalikan pada status awal yaitu Kewedanaan.

Disamping itu, pelaksanaan pemerintahan Kota Administratif tidak punya kewenangan penganggaran sehingga sulit untuk membuat program pembangunan, semua masih tergantung dari Pemerintah Kabupaten Serang. Saat itu, alokasi anggaran dari APBD Kabupaten Serang untuk pembangunan Cilegon sangat minim, bahkan bisa dikatakan sangat memprihatinkan. Ironis memang. Padahal kurang lebih 50% Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Serang saat itu berasal dari wilayah Cilegon.

Kondisi inilah yang membuat masyarakat Cilegon terpacu untuk menunjukkan jati diri. Melalui pergerakan kaum muda yang berkoordinasi dengan tokoh masyarakat, pada tanggal 10 Agustus 1998 mereka berkumpul bersama di kediaman H.Tb Aat Syafa’at yang saat itu masih menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Serang dari Golkar. Agendanya membicarakan pembentukan wadah perjuangan, yang belakangan disepakati bernama Forum Reformasi.

Namun malam hari di sebuah pertemuan sepekan berikutnya, pada tanggal 17 Agustus 1998 nama Forum Reformasi diubah, kemudian dideklarasikan menjadi Lembaga Peduli Masyarakat Cilegon (LPMC). Dalam pertemuan itu dibentuk struktur kelembagaan, yaitu Landasan Dasar Organisasi dan Program Kerja. Susunan Pengurus LPMC disepakati terdiri dari Dewan Presidium dengan Ketua Tb Aat Syafa’at (Anggota DPRD Kabupaten Serang), Sekretaris Drs. Chusaeri (Dosen Untirta) Anggota H. Mufrodi Muhsin (Anggota DPR RI) dan H. Sanawiri Muhsin (Sekretaris Gapensi Cilegon). Sedangkan Ketua Umum LPMC dipercayakan kepada Arief Riva’i Madawi SH, dan Sekretarisnya Anang Rahmatullah.

LPMC dibentuk sebagai wadah perjuangan peningkatan status Kota Administratif menjadi Kotamadya. Mufrodi Muhsin diberikan tugas khusus yaitu mengkonsolidasi Anggota DPR RI dan Departemen Dalam Negeri kala itu. Sementara di daerah, LPMC segera mengambil langkah strategis.

Melalui rapat tanggal 13 September 1998, disepakati membentuk kepanitiaan untuk lebih mengkoordinasikan langkah-langkah perjuangan. LPMC membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Kotamadya Cilegon. Adapun susunan kepanitiaannya adalah Tb Aat Syafa’at dan Arief Riva’i sebagai Penanggungjawab. Diketuai Sanawiri Muhsin, Sekretaris Ibrohim Madawi SH, serta kenggotaan yang terdiri dari Drs. Bachri Syamsu Arief, Budi Suharlat, Ir. Tata Pelita, Mumu Mustaqim, Anang Rahmatullah, Fauzi Sanusi SE, Drs. Zainal Mustaqim, M. Siroj Ibnu Usman, Moch. Nasir SH. Oos Rosani serta Eni Nur’aini (sesuai Surat Keputusan Nomor 005/LPMC/IX/98).

Mufrodi Muhsin melaksanakan tugas dengan baik, dan tak kenal lelah. Bahkan ia mendapat julukan khusus di kalangan Anggota DPR RI yakni Wakil Rakyat dari Komisi Pembentukan Kotamadya Cilegon. Tanggal 4 Oktober 1998, Tim mengundang berbagai unsur masyarakat di rumah makan Sari Kuring Indah dengan agenda diskusi pembahasan kesiapan dan keinginan masyarakat Cilegon menuju tercapainya Kota Otonomi Tingkat II Kotamadya Cilegon. Adapun narasumbernya antara lain yakni : Mufrodi Muhsin, Tb Aat Syafa’at, Tb Rifa’i Halir, Walikota Administratif Cilegon dan Setia Hidayat selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Serang.

Tak lama kemudian, LPMC mengadakan simposium sehari di Krakatau Country Club (KCC) pada 22 Oktober 1998 dengan agenda Sosialisasi dan Dukungan Cilegon menjadi Kotamadya. Hadir dalam simposium antara lain Mufrodi Muhsin, Tb Rifa’i Halir, Tb Aat Syafa’at sebagai Presidium LPMC sekaligus Anggota DPRD Kabupaten Serang, Setia Hidayat serta tokoh masyarakat, alim ulama, Ormas dan organisasi kepemudaan, pelajar dan mahasiswa, hingga perwakilan industri dan perbankan.

Dalam simposium inilah dicapai sebuah kesepakatan bahwa “Masyarakat Cilegon mendesak Pemerintah Republik Indonesia agar Kota Administratif Cilegon dinaikkan statusnya menjadi Kotamadya Cilegon sesegera mungkin karena seluruh masyarakat Cilegon sudah siap secara moril dan materiil”.

Ada cerita menarik menjelang kegiatan simposium ini. Tak disadari, teman-teman dari LPMC lupa menyediakan spanduk, parahnya lagi mereka juga kebingungan mencari kain yang bisa dijadikan sebagai backdrop dalam kegiatan tersebut lantaran acaranya boleh dibilang dadakan. Untungnya ada Mumu Mustaqim yang menyediakan kain putih, sehelai kain kafan yang tanpa dosa sengaja diambilnya beberapa meter dari dalam Masjid Agung untuk disulap menjadi backdrop.

Hasil dari kedua kegiatan tersebut, disampaikan kepada DPR RI melalui surat tertanggal 27 Oktober 1998 Nomor : 06/Mas-LPMC/X/1998 yang intinya agar Pemerintah/MPR/DPR Republik Indonesia segera menetapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembentukan Kotamadya Tk II Cilegon menjadi Undang-undang Kotamadya Cilegon.

Berkat konsolidasi dua tokoh masyarakat Cilegon yakni Tb Aat Syafa’at melalui LPMC dan Mufrodi Muhsin di DPR RI, akhirnya Komisi II DPR RI mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanggal 8 Desember 1998 terkait Rencana Peningkatan status Kotatif Depok dan Kotatif Cilegon. Adapun yang diminta penjelasan saat itu adalah dari Pemerintah Kabupaten Serang serta perwakilan dari LPMC.

Mengkoordinasikan masyarakat untuk berkunjung ke DPR RI dalam rangka RDP bukan tanpa biaya. Untuk biaya operasional seperti akomodasi, transportasi dan konsumsi. Lalu dari mana dana itu?. LPMC sama sekali tak mengambil dana dari ASN yang ada di Kotif Cilegon, tetapi  dari masyarakat melalui sumbangan para pengusaha yang tergabung dalam beberapa organisasi profesi Gapensi dan Kadin serta donatur lain. Adapun dalam situasi tertentu atau jika ada kebutuhan mendesak, Tb Aat Syafa’at dan Sanawiri Muhsin yang ketiban pulung, kas Gapensi yang diketuai Tb Aat Syafa’at dan Sanawiri Muhsin pun ikut terkuras demi untuk kelancaran niat masyarakat Cilegon agar punya daerah yang otonom.

Dengan adanya RDP, titik harapan mulai terpancar. Apalagi setelah 57 Anggota DPR RI mengusulkan draft RUU inisiatif tentang Pembentukan Kotamadya Tk II Depok dan Cilegon ke Pimpinan DPR RI. Para pengusul tersebut terdiri dari Anggota Fraksi Karya Pembangunan (F-Golkar) 47 orang, F-ABRI 5 orang, F-PPP 6 orang, F-PDI 1 orang. Tak berselang lama, Komisi II DPR RI mengadakan peninjauan ke Cilegon pada tanggal 17 Desember 1998 dalam rangka peningkatan status Kotif Cilegon menjadi Kotamadya diterima oleh Walikotatif Cilegon Tb Rifa’i Halir beserta Pengurus LPMC dan tokoh masyarakat di Kantor Walikota Administratif.

Ada lagi cerita menarik terkait saat peninjauan jajaran Anggota Komisi II DPR RI ke Cilegon. Sementara wakil rakyat itu sedang mengadakan pertemuan dengan pengurus LPMC serta para tokoh masyarakat Cilegon seperti H. Hambasi Abdullah, Syahwandi Darta, H. Sam Rahmat dan para tokoh ulama, aktivis muda LPMC pada malam itu rela basah kuyup berhujan-hujanan bahkan sampai terjatuh-jatuh mengendarai motor di rute jalanan Cilegon – Mancak hanya untuk mencari gula merah dan emping melinjo yang asli, untuk dijadikan oleh-oleh kepada rombongan Komisi II DPR RI di atas.

Setelah diadakan peninjauan oleh Komisi II DPR RI, LPMC terus mengadakan konsolidasi baik dengan masyarakat maupun instansi terkait. Mufrodi Muhsin mengabarkan bahwa draf RUU yang sudah diserahkan ke Pimpinan DPR RI sedang dibahas oleh Eksekutif.

Tanggal 9 Maret 1999, Presiden menyerahkan draf RUU ke DPR RI untuk diminta persetujuan. Akhirnya pada tanggal 27 April 1999, DPR RI mengadakan Sidang Paripurna Pengesahan RUU Pembentukan Kotamadya Tk II Depok dan Kotamadya Cilegon menjadi Undang-undang. Semua Fraksi di DPR RI sepakat peningkatan status Kotif Cilegon menjadi Kotamadya Cilegon. Mufrodi Muhsin yang saat itu menjadi juru bicara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dengan berderai air mata memberikan Pemandangan Umum Fraksi dan menyetujui RUU disahkan menjadi Undang-undang (UU Nomor 15 Tahun 1999).

Bersamaan dengan diketuknya palu sidang oleh pimpinan sidang paripurna DPR RI, tanda persetujuan pembentukan Kotamadya Depok dan Cilegon. Di antara ribuan masyarakat Cilegon yang dipimpin Tb Aat Syafa’at yang ikut menghadiri sidang paripurna, banyak yang melakukan sujud syukur karena atas izin-NYA Kotamadya Cilegon berhasil terbentuk dan secara resmi memisahkan diri dari Kabupaten Serang.

Demikian sekilas tentang pernak-pernik yang mengiringi proses atau sejarah terbentuknya Kota Cilegon. Sama sekali tidak ada maksud mengungkit kembali perjuangan yang sudah dilakukan oleh masyarakat Cilegon yang terhimpun dalam LPMC, tetapi sekadar mengingatkan agar para penikmat pembangunan Cilegon, siapapun itu, tak lupa dengan sejarah.

Kota Cilegon ada karena perjuangan masyarakat Cilegon. Maka dari itu, para pemimpin Cilegon saat ini, dari manapun datangnya, jangan sia-siakan masyarakat Cilegon. Kini sebagian para pejuang Pembentukan Kota Cilegon sudah tiada seperti Tb Aat Syafa’at, Mufrodi Muhsin, Arief Riva’i, Ibrohim Madawi, Hambasi Abdullah, Sam Rahmat, M. Siroj Ibnu Usman. Al Fatihah, semoga jasa-jasa beliau menjadi ladang pahala. Aamiin. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini