Beranda Kesehatan Penggunaan Surat Keterangan Miskin di Pandeglang Meningkat

Penggunaan Surat Keterangan Miskin di Pandeglang Meningkat

Ramadani, Asda I Bidang Pemerintahan Setda Pandeglang. (Memed/bantennews)

 

PANDEGLANG – Ramadani, Asisten Daerah (Asda) I bidang Pemerintahan Setda Pandeglang mempertanyakan pemanfaatan layanan kesehatan berupa Surat Keterangan Miskin (SKM) yang terus meningkat setiap tahunnya. Padahal, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai bantuan bagi warga tidak mampu.

Ramadani mengatakan, pemerintah selama ini terus memberikan bantuan untuk warga kurang mampu. Seharusnya jika bantuan itu terus diberikan maka penggunaan SKM akan makin berkurang bukan malah bertambah.

“Yang jadi masalah kok setiap tahun SKM selalu meningkat. Kan jadi lucu? Padahal logikanya harus berkurang,” katanya, Selasa (24/12/2019).

Bengkaknya pengguna SKM tersebut, berimbas pada dihentikannya layanan berobat itu sejak tanggal 16 Desember 2019 lalu. Layanan itu baru akan dibuka kembali pada awal Januari tahun depan, pasca ditetapkannya APBD Pandeglang tahun 2020.

Namun, Ramadani enggan menyebut bahwa ada penyalahgunaan terhadap program bantuan tersebut. Hal itu masih terlalu dini lantaran perlu dibuktikan terlebih dahulu. Hanya dia mengingatkan Dinas Sosial, untuk memperketat proses verifikasi penerima layanan berobat melalui SKM.

“Belum tahu (ada penyalahgunaan atau tidak). Nanti akan kami lihat. Makanya kuncinya tadi verifikasinya diperketat. Kalau betul-betul miskin silakan didaftarkan,” jelasnya.

Sementara, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang, Nuriah tidak mengelak akan kemungkinan adanya penyalahgunaan program tersebut.  Ia menjabarkan, meningkatnya penggunaan SKM karena salah satunya akibat peserta yang tidak sanggup membayar premi asuransi pemerintah, lalu memanfaatkan SKM ketika berobat.

“Indikator kemiskinan harus evaluasi data. Karena awalnya mereka sudah ada kartu yang ditanggung oleh subsidi pemerintah. Pada saat iuran itu naik, mereka tidak sanggup bayar sehingga pakai SKM. Kemudian, dia sebetulnya mampu, tapi pas datang ke rumah sakit biayanya besar, maka minta surat rekomendasi (SKM) dari desa,” jelasnya.

Baca Juga :  Epidemiolog: Kasus Covid-19 Usai Mudik Lebaran Baru Terlihat Sebulan Mendatang

Ia mengaku bingung untuk mengatasi persoalan itu. Pasalnya, rekomendasi SKM dikeluarkan atas permintaan kepala desa yang disetujui oleh TKSK lalu camat. Jika ditingkat bawah menyetujui, Dinsos tidak bisa menolak untuk mengeluarkan persetujuan.

“Coba ini harusnya gimana bisa begini? Karena kalau sudah ditandatangan oleh desa, TKSK, dan camat, kami tidak bisa menolak. Berarti kan harus dari bawah verifikasinya. Kalau sudah sampai di Dinsos, bingung juga menolaknya,” sambungnya.

Malah seharusnya Nuriah melanjutkan, pemerintah membuat sistem audit terhadap penerima manfaat SKM sebagai upaya validasi program tepat sasaran. Sayangnya, hal itu belum menjadi perhatian pemerintah.

“Seharusnya memang ada sistem audit untuk memastikan bahwa bantuan SKM yang diberikan sudah tepat sasaran. Sekaligus memverifikasi untuk mengevaluasi bagaimana disekstor pelayanan kesehatan kategorinya itu yang harus dievaluasi,” tutupnya. (Med/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News