TANGSEL – Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Adi Prayitno menjelaskan, bahwa praktik politik uang (money politic) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) masih kental.
Menurut Adi, ada paradoks di kota berjuluk Cerdas, Modern, Religius (CMORE) itu dalam perpolitikan. Pasalnya, di Tangsel sendiri banyak kampus ternama, aktivis, taraf ekonomi yang baik, dan dekat dengan Jakarta, namun dalam politik masih permisif dengan politik uang.
“Budaya politiknya 45 persen warganya agak matre dan mentoleransi politik uang. Ini menyedihkan. Politik seperti itu harus diputus untuk mencari pemimpin yang revolusioner dan transformatif,” kata Adi saat menjadi pembicara pada diskusi Tangsel Bisa Lebih Baik di salah satu rumah makan di Situ Gintung, Sabtu (27/7/2019).
Ia menyatakan, perlunya pemimpin alternatif di Kota Tangsel. Olehkarena itu, lanjut Adi, para aktivis, mahasiswa, dan semua pemangku kepentingan perlu turun ke masyarakat untuk memberikan pemahaman.
“Yang nyalon jangan itu-itu saja. Perlu tokoh baru yang bisa menjadi alternatif,” tambah Adi.
Hal yang sama dikatakan Dekan Fakultas Fisip UIN Ciputat Ali Munhanif. Menurutnya, Tangsel membutuhkan pemimpin yang terbebas dari dinasti, bisa mengendalikan partai dan tidak transaksional.
“Kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan daerah. Kepemimpinan ini syaratnya mampu mengendalikan partai, tidak transaksional, dan terbebas dari dinasti,” kata Ali.
Menurut dia, absennya tata kelola pemerintahan membuat daerah tak mengalami kemajuan. Pemerintah Tangsel sekarang bukannya tidak berhasil tapi menyia-nyiakan kesempatan untuk membawa daerah itu ke arah lebih baik.
“Tangsel sebagai penyangga Jakarta seharusnya bisa melebihi menjadi lebih baik. Bojobegoro, Bandung, Surabaya, Bantaeng merupakan contoh bagi kita untuk selalu optimis,” pungkasnya. (Ihy/Red)
Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini
