SERANG – Komisi V DPRD Banten meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten dan pihak ketiga segera menyelesaikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait pengadaan makan dan minum (mamin) di RSUD Labuan dan Cilograng.
Berdasarkan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten tahun 2024, menyatakan bahwa belanja mamin pasien RSUD Labuan dan Cilograng yang dianggarkan Dinkes Banten pada tahun anggaran 2024 tidak sesuai ketentuan.
Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Pemprov Banten tahun 2024 yang telah diaudit BPK RI disebutkan, realisasi belanja mamin RSUD Labuan dan Cilograng sebesar Rp1.898.334.200,00. Di sisi lain, BPK melihat hingga Maret 2025, dua rumah sakit milik Penprov Banten itu belum beroperasi.
BPK juga menyebut, salah satu produknya adalah susu UHT yang akan kedaluarsa pada Juni 2025. Seharusnya produk yang diserahkan penyedia waktu kedaluarsanya pada bulan Februari 2026.
Atas dasar tersebut, BPK menemukan adanya kemahalan harga kontrak dari harga pasaran pada belanja mamin untuk RSUD Labuan dan Cilograng sebesar Rp251.720.774,00 dari total belanja sebesar Rp1.898.334.200,00.
Anggota Komisi V DPRD Banten, Yeremia Menrofa menilai temuan tersebut wajib ditindaklanjuti baik oleh Dinkes Banten dan pihak ketiga. Jika tidak, maka akan masuk pada ranah hukum.
“Makanya dikasih waktu 60 hari. Kalau nggak segera diselesaikan ada konsekuensi hukum. Makanya mereka wajib menindaklanjuti remomendasi BPK dan juga nanti ada rekomendasi dari DPRD Banten,” kata Yeremia, Kamis (22/5/2025).
Terkait alasan mamin yang masuk dalam pengadaan merupakan bukan makanan basah, politisi PDIP itu menegaskan, apapun alasannya rekomendasi itu harus dilaksanakan.
“Kalau sudah wajib ganti, wajib ganti bro. Kalau nggak ke ranah hukum,” tegasnya.
Penulis : Tb Moch. Ibnu Rushd
Editor: Gilang Fattah