Beranda Hukum Pemprov Banten Jangan Ulangi Kesalahan Pemkab Pandeglang Soal Pinjaman Bank

Pemprov Banten Jangan Ulangi Kesalahan Pemkab Pandeglang Soal Pinjaman Bank

Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Uday Suhada. (Wahyu/bantennews.co.id)

SERANG – Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (Allip) mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Pandeglang ketika melakukan pinjaman ke Bank Jabar Banten (BJB).

Diketahui, Pemprov Banten mengajukan pinjaman dana tanpa bunga sebesar Rp800 miliar ke BJB. Pinjaman itu akan dilunasi pada APBD tahun berjalan.

Direktur Eksekutif Allip, Uday Suhada menjelaskan, proses pinjaman Pemkab Pandeglang senilai Rp200 miliar dari BJB menuai masalah, baik terkait kasus suap maupun oertanggung jawaban penggunaan dana pinjaman di muka hukum.

“Walaupun mekanismenya atas persetujuan DPRD, tapi menyisakan masalah hingga kini,” kata Uday kepada BantenNews.co.id, Selasa (5/5/2020).

Terkait proses pinjaman Pemprov Banten ke BJB, Uday melihat, pemerintah berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah. Namun, dirinya menyayangkan jika dalam proses pengajuan pinjaman tanpa disertai persetujuan dari DPRD Banten.

“(Gubernur) WH (Wahidin Halim) nampaknya merasa cukup pemberitahuan. Dan sepertinya Bank BJB siap menalangi kebutuhan APBD Banten untuk Covid-19 dengan mekanisme utang,” ujar Uday.

Seharusnya, lanjut Uday, Pemprov Banten tidak perlu memindahkan rekening kas umum daerah (RKUD).

“Mestinyanya kita tidak perlu pindah Kasda. Sepanjang rasionalisasi belanja dan semangat untuk penanganan Covid-19 tanpa kepentingan,” kata dia.

“Karena itu dalam konstitusi kita, DPRD dimungkinkan utk gunakan hak interpelasi atas kebijakan gubernur itu,” sambungnya.

Uday menjelaskan, pasca reformasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menganut peneraoan SPBN dan APBD dengan neraca defisit. Denfan kata lain, perhitungan yang dilakukan mulai dari belanja baru kemudian menghitung pendapatan.

“Zaman Pak Harto neraca berimbang, menghitung pendapatan baru Belanja. Jadi angka-angka yang tertuang dalam APBD itu sebetulnya tidak ada uangnya, sehingga begitu ada KLB (Kejadian Luar Biasa) Covid-19 dan butuh uang, maka ada di triwulan II. Sementara ketersediaan uang di Bank Banten tidak ada,” paparnya. (Tra/Mir/Red)