Beranda Pemerintahan Pembahasan Pendayagunaan dan Perlindungan Tenaga Kerja Lokal Cilegon Berujung Revisi Perda

Pembahasan Pendayagunaan dan Perlindungan Tenaga Kerja Lokal Cilegon Berujung Revisi Perda

Hearing Komisi II DPRD Cilegon bersama Disnaker, PPMC dan PMAG. (Gilang)

CILEGON – Tingginya angka pengangguran di Kota Cilegon yang berada pada kisaran 9,68 persen telah menempatkan Cilegon sebagai daerah nomor urut kedua di Banten dengan angka pengangguran tertinggi setelah Kabupaten Serang di kisaran angka 10,65 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Banten pada akhir 2019 silam. Tak ayal, hal ini cenderung terkesan kontradiktif dengan Kota Cilegon yang lebih dikenal sebagai daerah industri bila dibandingkan dengan tujuh kabupaten/kota lainnya di Banten.

Kondisi tersebut melatarbelakangi Persatuan Perjuangan Masyarakat Cilegon (PPMC) bersama Persatuan Masyarakat Asli Gusuran (PMAG) mendesak Komisi II DPRD Cilegon untuk mampu melahirkan payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) inisiatif agar peluang dan kesempatan kerja masyarakat lokal mampu terakomodir secara maksimal di tengah pertumbuhan industri yang semakin padat.

“Kami menginginkan 70 sampai 80 persen masyarakat lokal lulusan SMA sederajat itu bisa terakomodir dalam setiap peluang kerja. Tapi kalau tanpa payung hukum, itu terasa berat. Kita juga lelah kalau harus teriak-teriak di lapangan untuk memperjuangkan itu. Untuk itu kami memandang pemerintah maupun legislatif mampu mendorong lahirnya perda pendayagunaan dan perlindungan SDM lokal ini,” ungkap Dewan Pertimbangan PPMC, Isbatullah Alibasja dalam hearing tersebut, Senin (9/3/2020).

Dengan adanya produk hukum tersebut, kata dia, maka otomatis menjadi pertimbangan bagi investor yang akan masuk sekaligus menjamin keberlangsungan kerja masyarakat lokal. “Kita butuh perisai, senjata supaya memaksa industri agar mengakomodir SDM lokal kita. Sambil memperbaiki sistem pendidikan, sehingga bisa nyambung antara output pendidikan kita dengan kebutuhan industri,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Cilegon, Soeparman mengaku sangat mengharapkan lahirnya produk hukum tersebut untuk memudahkan kinerja pemerintah dalam menekan angka pengangguran. Dan tidak lagi bertumpu pada sebatas surat edaran kepala daerah yang menuntut adanya prosentase tenaga kerja lokal ke industri.

“Kami sangat senang kalau perda ini lahir, ini jadi pedoman kami dalam mengentaskan pengangguran karena selama ini kan prosentase 70 persen masyarakat lokal prioritas itu kan hanya bisik-bisik saja. Siapa yang 70 persen dan 30 persennya untuk siapa?. Ini kan ngga jelas,” katanya.

Namun sayangnya, hearing yang semula membahas rencana lahirnya produk hukum baru dan dapat diusulkan dalam prolegda tersebut justru malah berujung pada adanya wacana kesepakatan merevisi Perda nomor 2 tahun 2009 tentang Pelayanan Ketenagakerjaan.

“Jadi bukan pembentukan perda, tapi merevisi perda yang ada, perda nomor 2 tahun 2009. Ada beberapa pasal dalam perda ini yang secara spesifik belum melindungi tenaga kerja lokal. Kita bisa komparasi, yurisprudensi dari enam kabupaten kota lain yang sudah memberlakukan perlindungan tenaga kerja lokal, dan akan kita adopt beberapa pasal,” ungkap Anggota Komisi II DPRD Cilegon, Ibrohim Aswadi usai hearing.

Lebih jauh, Ibrohim mengaku akan mengundang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten untuk dimintai pendapat kaitan wacana revisi perda tersebut.

“Saya rasa dari revisi itu tidak ada pertentangan dengan regulasi di atasnya. Karena ini kan kreatifitas dan upaya proteksi daerah. Yang terpenting tidak bertabrakan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi,” katanya. (dev/red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disiniĀ