Beranda Peristiwa Musim Paceklik Bagi Nelayan, SNNU Banten: Nelayan Harus Belajar Keahlian Lain

Musim Paceklik Bagi Nelayan, SNNU Banten: Nelayan Harus Belajar Keahlian Lain

Perahu-perahu bersandar di sekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Wadas, Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang. Foto: Nindia/BantenNews.co.id

KAB. SERANG – Akibat cuaca ekstrem dan gelombang tinggi yang terjadi hingga saat ini, para nelayan terpaksa harus tidak melaut. Kondisi saat musim paceklik ikan bagi nelayan menyebabkan para nelayan tidak memiliki sumber penghasilan selain dari hasil tangkapan melaut.

Seperti yang dialami Toto salah seorang nelayan yang berada di sekitar Kecamatan Bojonegara, dirinya memilih untuk tidak melaut sementara waktu dikarenakan tingginya gelombang laut sejak beberapa hari lalu.

Akibat hal itu ia pun jadi sulit memperoleh penghasilan dan akhirnya beralih profesi sementara.

“Enggak bisa melaut dulu, gelombangnya tinggi gitu. Keluarga juga khawatir kenapa-kenapa karena akhir-akhir ini banyak juga kabar nelayan yang tenggelam atau perahunya rusak. Ya sekarang akhirnya jadi kerja serabutan, jadi kuli angkut atau bantu-bantu orang yang penting ada penghasilan,” ujar Toto kepada BantenNews.co.id, Jumat (10/12/2021).

Musim paceklik bagi nelayan adalah musim di mana terjadinya gelombang laut dan intensitas angin tinggi hingga bisa terjadi badai. Umumnya kondisi ini terjadi pada Desember hingga Februari namun saat ini sulit diprediksi akibat perubahan iklim yang ekstrem secara global.

Salah satu permasalahan rumit yang dialami nelayan ketika musim paceklik yakni banyaknya nelayan yang tidak memiliki usaha sampingan maupun keahlian lainnya selain melaut sehingga para nelayan tidak memiliki sumber penghasilan lain. Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Pimpinan Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) Wilayah Provinsi Banten, Fran Santoso bahwa hampir 90 persen nelayan di sekitar Kecamatan Anyer dan Cinangka hingga pesisir utara saat ini tidak melaut, meski ada yang melaut pun kondisinya tidak maksimal.

“Beberapa hari lalu gelombangnya besar sekitar Anyer-Cinangka bahkan air laut sampai ke jalan utama menuju perkampungan. Itu yang di Anyer-Cinangka apalagi yang di daerah pesisir utara yang memang relatif rendah, itu air menggenangi pemukiman. Masalahnya rumit yang ada di sektor perikanan ini mana kala datangnya musim paceklik. Pada saat datang musim paceklik tentu saja mereka tidak bisa melaut sementara keahlian mereka adalah melaut. Seperti saat ini sebagian besar hampir 90 persen nelayan beristirahat. Kita sarankan beristirahat sembari berbenah jaring, sembari membersihkan gotong royong pemukiman,” ujar Fran pada BantenNews.co.id ketika dikonfirmasi.

Baca Juga :  Pura-pura Tanya Alamat, 2 Pria di Pinang Kota Tangerang Rampas Motor Pelajar

Karena itu, kata Fran dibutuhkan diversifikasi usaha nelayan agar para nelayan memiliki keahlian lain selain melaut. Diversifikasi usaha itu bisa dilakukan tak hanya oleh para nelayan namun juga dapat dilakukan oleh para istri nelayan dan keluarga nelayan.

“Salah satu untuk mengatasi hal tsb diperlukan diversifikasi pangan, diversifikasi usaha nelayan. Artinya manakala 4 bulan ini musim paceklik, gelombang tinggi, cuaca ekstrem kita pikirkan bagaimana caranya mendapatkan keahlian selain menangkap ikan jadi ibu-ibu rumah tangganya bisa menjahit, membuat kerajinan apa saja di luar sektor nelayan, apakah di sektor pertanian, atau tanaman obat keluarga sehingga pendapatan rumah tangga mereka relatif stabil itu yang mau kita harapkan, itu yang mau kita coba kolaborasi dengan pemerintah di Provinsi Banten,” tandas Fran.

Masa paceklik ikan tak hanya dirasakan oleh nelayan namun masyarakat pun merasakan. Akibat musim paceklik juga membuat harga ikan yang dijual di pasaran dapat tinggi karena jumlah ikan yang diperoleh pun lebih sedikit.
(Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News