BANTEN – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak permohonan perubahan aturan penikahan beda agama dalam UU Perkawinan. Keputusan itu diambil melalui sidang pengucapan putusan dan ketetapan pada Selasa (31/1/2023).
Putusan nomor perkara 24/PUU-XX/2022 itu dibacakan oleh Ketua Hakim MK Anwar Usman.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman, dikutip dari suara.com (Jaringan BantenNews co.id).
Permohonan tersebut diajukan oleh pemohon E. Ramos Petege, warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua. Ia mengajukan permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan karena gagal menikah dengan sang kekasih yang beragama Islam.
Dalam permohonannya, pemohon meminta Mahkamah agar menyatakan Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 8 huruf f UU 1/1974 adalah inkonstitusional.
Pasal 2 Ayat 1 UU 1/1974 mengatur agar perkawinan sah, perkawinan tersebut dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Menurut MK, Pasal 2 Ayat 1 UU 1/1974 bukan berarti menghambat ataupun menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya.
Norma Pasal 2 Ayat 1 mengatur perihal perkawinan yang sah menurut agama dan kepercayaan, bukan mengenai hak memilih agama dan kepercayaan.
Pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaannya tetaplah menjadi hak masing-masing orang untuk memilih, menganut dan menyakininya. Dan ini sudah dijamin UU sebagaimana Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945. (Red)