BANTEN – Pihak Kejaksaan Agung telah mengembalikan berkas perkara pagar laut Tangerang Banten. Dalam kasus ini, Kepala Desa Kohod, Arsin ditetapkan menjadi tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, pengembalian berkas ke pihak penyidik lantaran belum disertakannya pasal korupsi. Sehingga saat ini, semua penyidikan ada di tangan penyidik.
“Jadi sekarang kewenangannya ada di penyidik. Bagaimana perkembangannya saya kira bisa ditanyakan ke penyidik,” ujarnya, di Kejaksaan Agung, Senin (21/4/2025).
Harli menyampaikan, dalam perkara ini pihaknya berkeyakinan yang dilakukan oleh Arsin dan kawan-kawan masuk dalam perbuatan tindak pidana korupsi. Bukan hanya pemalsuan surat-surat sertifikat hak guna bangun (SHGB).
“Itu yang sudah saya sampaikan berkali-kali. Jadi berdasarkan ketentuan pasal 110 ayat 2 KUHAP, intinya jika berkas perkara dinyatakan kurang lengkap oleh penuntut umum, maka penuntut umum menyerahkan berkas perkara itu ke penyidik dengan petunjuk untuk dilengkapi,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Harli, pihak penyidik hanya menggunakan tindak pidana umum. Saat ini, pihak jaksa penuntut telah memberikan petunjuk untuk disidik menggunakan tindak pidana korupsi.
“Kalau selama ini perkara ini disidik dengan tindak pidana umum, maka dengan petunjuk ini supaya dipersilahkan disidik dengan tindak pidana korupsi. Jadi saya kira tidak ada yang perlu diperdebatkan di situ,” katanya.
“Jadi misalnya kalau dikirim lagi dengan tindak pidana umum kan sudah ada petunjuk JPU. Supaya disidik dengan tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
Harli menyampaikan, pihak penyidik Bareskrim Polri tidak perlu merasa terbebani, lantaran dalam upaya pembuktian apakah hal itu masuk ke dalam unsur korupsi atau tidak ada di pihak penuntut umum.
“Beban pembuktiannya ada pada penuntut umum,” ujar dia.
Sehingga, lanjut Harli, kini penyidik Bareskrim Polri, tinggal menambahkan pasal tindak pidana korupsi dalam perkara kni.
“Tinggal penyidik laksanakan saja petunjuk dari penuntut umum. Supaya disidik dengan tindak pidana korupsi,” tandasnya.
Klaim Tidak Ada Korupsi
Bareskrim Polri sebelumnya mengaku telah mengembalikan berkas perkara pemalsuan sertifikat hak guna bangun (SHGB) di lokasi Pagar Laut wilayah Tangerang, Banten. Namun, tim penyidik tidak menyertakan pasal tindak pidana korupsi kepada Arsin Cs, sesuai dengan petunjuk dari pihak Kejaksaan Agung.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengaku, dalam perkara ini pihaknya belum menemukan adanya indikasi korupsi dalam perkara ini. Hal ini sesuai dengan hasil diskusi dengan sejumlah orang ahli, termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Kami ada beberapa orang ahli, kita coba untuk diskusi. Salah satu contohnya kepada BPK. BPK dari teman-teman BPK, kita diskusikan kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya, mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” kata Djuhandani di Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).
Berdasarkan hasil diskusi tersebut, sebabnya pihak penyidik tidak memasukan pasal tindak pidana korupsi di dalam berkas perkara dengan tersangka Kades Kohod, Arsin Cs.
Djuhandani mengatakan, berdasarkan hasil putusan MK No.25/ PUU 14-2016, tanggal 25 Januari 2017, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang memiliki kerugian negara nyata.
Kemudian dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga kerugian negara secara nyata haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK RI atau Badan Pengawas Keuangan Pembangunan BPKP.
“Ini juga merupakan jawaban kami kepada JPU,” ucapnya.
Alasan lain tidak menerapkan UU Tipikor dalam perkara pagar laur di wilayah Tangerang yakni berdasarkan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi secara eksplisit.
“Bahwa yang dapat dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar Undang-Undang tindak pidana korupsi atau melanggar Undang-Undang lain yang secara tegas dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Alasan selanjutnya, tidak dimasukannya pasal korupsi dalam perkara ini lantaran saat ini dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh Arsin sedang ditangani oleh pihak Kortas Tipikor Mabes Polri.
Kemudian yang ketiga, terdapatnya indikasi pemberitaan suap atau gratifikasi kepada para penyelenggaran negara saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri.
“Terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut desa Kohod, saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direkturat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprint sidiknya, ini yang sekarang berlangsung,” jelasnya.
Djuhandani menilai, jika dalam perkara pemalsuan dokumen ini tidak menyebabkan kerugian negara atau terhadap keuangan negara ataupun perekonomian negara.
“Sehingga penyidik berkeyakinan perkara tersebut merupakan bukan merupakan tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Pasalnya, Djuhandani menyampaikan, kerugian dalam proses pemagaran laut buntut pemalsuan sertifikat yakni para nelayan yang kesulitan dalam mencari ikan.
“Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” ujarnya.
Djuhandani mengatakan, modus perkara yang pemalsuan yang terjadi di Tangerang, hampir sama dengan yang terjadi di Desa Tarumajaya Bekasi.
Dengan dihentikannya penyidikan oleh pihak Kejaksaan Cikarang, maka semakin membuat Djuhandani yakin jika kasus pagar laut di Tangerang tidak termasuk dalam pidana korupsi.
“Nah inilah yang akhirnya pada hari ini berkas kita kembalikan dengan alasan-alasan yang kami sampaikan tadi,” kata Djuhandani.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung meminta tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menyertakan pasal tindak pidana korupsi dalam perkara pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM), di pesisir laut Desa Kohod, Tangerang, Banten.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan, jaksa peneliti yang bakal menjadi penuntut umum dalam perkara ini telah mengembalikan berkas perkara Arsin Cs kepada penyidik Bareskrim.
Harli mengatakan, pihaknya meminta agar polisi mengembangkan penanganan perkara pemalsuan ini ke arah tindak pidana korupsi.
“Petunjuk JPU agar penyidik melakukan penyidikan dalam perkara ini dengan pasal persangkaan UU Tipikor dan setelahnya berkoordinasi dengan jajaran Pidana Khusus,” ujar Harli, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (9/4/2025).
Saat ini, lanjut Harli, pihaknya masih menunggu pihak penyidik dari Bareskrim Polri untuk segera melengkapi berkas perkara tersebut sesuai dengan petunjuk jaksa.
Jika hal itu dilakukan, maka dalam penanganan ini bakal berubah menjadi tindak pidana korupsi.
“Harus dipahami penyidik melakukan penyidikan dengna pasal dalam tindak pidana umum dan oleh JPU memberikan petunjuk agar disidik dengan UU Tipikor,” ucap Harli.
Sumber : suara.com