LEBAK – Ikatan Mahasiswa Lebak (IMALA) menyoroti kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak terkait revitalisasi Alun-alun Rangkasbitung yang menelan anggaran hingga Rp8 miliar. Padahal, infrastruktur jalan di Kabupaten Lebak, khususnya jalan masih banyak yang rusak parah.
Ketua PP IMALA, Ridwanul Maknunah mengatakan, bahwa kebijakan tersebut mencerminkan kurangnya kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan mendesak masyarakat.
“Kami mempertanyakan logika anggaran Pemkab Lebak. Mengapa taman yang masih layak direnovasi dengan dana miliaran, sementara jalan yang setiap hari dilalui masyarakat dibiarkan rusak tanpa perbaikan permanen,” kata Ridwanul saat dihubungi, Jumat (18/4/2025).
Ia mengungkapkan, IMALA juga mengkritisi metode perbaikan jalan yang hanya menggunakan paving block bukannya menggunakan hotmix. Hal ini terjadi di sejumlah titik seperti jalur Gunung Kencana, Leuwidamar, dan Jalan Siliwangi Rangkasbitung.
Meski perbaikan telah berlangsung selama empat bulan, hingga kini belum ada peningkatan mutu infrastruktur yang signifikan.
“Kami melihat ada ketidaksesuaian penggunaan paving block pada ruas jalan utama. Ini bukan trotoar, melainkan jalur utama transportasi yang membutuhkan konstruksi kuat dan tahan lama. Apakah harus ada korban jiwa dulu di jalan berlubang, baru pemerintah sadar dan bertindak,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Pemerintah berdalih bahwa penggunaan paving block merupakan solusi cepat saat musim hujan. Namun, IMALA menilai alasan tersebut tidak bisa menjadi pembenaran atas lambannya penanganan secara permanen.
Pasalnya, banyak ruas jalan lain bahkan tidak mendapatkan penanganan sama sekali, dan justru diperbaiki secara swadaya oleh masyarakat.
“Warga sudah bayar pajak, tapi masih harus urunan tambal jalan. Ini bukan sekadar masalah pembangunan, ini soal keadilan. Pemerintah tidak bisa terus-menerus lepas tangan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, IMALA menekankan bahwa kritik ini bukan bentuk oposisi tanpa dasar, melainkan dorongan agar Pemkab Lebak lebih peka, tanggap, dan hadir secara nyata dalam menyelesaikan persoalan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat.
“Jika jalan rusak dibiarkan, nyawa masyarakat dipertaruhkan. Apakah kita harus menunggu jatuhnya korban terlebih dahulu, baru anggaran jalan muncul? Jangan sampai pembangunan hanya berhenti di tataran simbolik,” ucapnya.
Penulis: Sandi Sudrajat
Editor: Usman Temposo