Beranda Lipsus Cerita Warga Pontirta Serang Rela Jual Tanah Rp17 Ribu Per Meter...

[Lipsus] Cerita Warga Pontirta Serang Rela Jual Tanah Rp17 Ribu Per Meter ke PIK 2

Gambar maket PIK 2. (Istimewa/net)

KAB. SERANG – Pembebasan lahan untuk proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Kabupaten Serang terus menjadi sorotan. Sejumlah warga mengaku menerima harga yang sangat rendah, yakni Rp17 ribu per meter, untuk tanah mereka yang dijual kepada pengembang PT Agung Sedayu Group (ASG) yang belum terselesaikan pembayarannya meskipun sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

Kisah Warga yang Terkena Dampak

Suenah, seorang warga Desa Wanayasa, Kecamatan Pontang, mengungkapkan bahwa ia menjual lahan empangnya seluas empat hektare kepada seorang perantara tanah dengan harga Rp17 ribu per meter. Namun, hingga kini, ia belum menerima pelunasan penuh dari pihak pembeli.

“Saya sudah menjual tanah sejak satu tahun lalu, tapi masih ada sisa pembayaran Rp11 juta yang belum diberikan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Dia mengungkapkan bahwa tamah dijual kepada pihak yang disebut sebagai Pak Soleh, suami dari Nafiah. Namun, hingga saat ini, pembayaran sebesar Rp11 juta masih belum dilunasi.

“Jual ke Pak Soleh, ambil uangnya ke Pak Haji Nur. Pelunasan itu yang belum,” kata Suenah, Rabu (14/5/2025).

Menurut Suenah, lahan tersebut kini telah dikontrakkan oleh Soleh, namun hak pembayaran penuh atas lahan itu belum ia terima. Suenah berharap agar sisa pembayaran Rp11 juta segera diselesaikan.

Proses Pembebasan Lahan yang Kontroversial

Pembebasan lahan di wilayah Pontang, Tanara, dan Tirtayasa (Pontirta) diduga dilakukan untuk proyek PIK 2. Total lahan yang telah dibebaskan mencapai lebih dari 1.000 hektare, dengan target perluasan hingga 7.000 hektare.

Harga tanah yang ditawarkan kepada warga dinilai sangat rendah, bahkan lebih murah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa warga terdampak tidak mendapatkan kompensasi yang layak.

Baca Juga :  [Seri Ulama Banten] KH Tubagus Muhammad Falak, Pendiri Pesantren Al-Falak Pagentongan

Koordinator Koalisi Rakyat Banten Utara Melawan (Karbala), Ahmad Muhajir, yang menerima laporan dari tetangga Suenah, menyoroti kasus ini sebagai bentuk ketidakadilan.

“Kasus seperti ini mirip dengan praktik perampasan lahan jika tidak ada penyelesaian yang adil. Seharusnya proses jual beli tanah ini mengikuti harga sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),” tegasnya.

Muhajir menjelaskan bahwa dalam transaksi ini, terdapat peran pihak ketiga atau makelar tanah yang mengatasnamakan ASG.

“Harga jual tanah yang disepakati jauh di bawah NJOP. Bahkan, setelah transaksi berlangsung lebih dari satu tahun, makelar tersebut meminjam uang sebesar Rp11 juta dari pemilik tanah, yang hingga kini belum dilunasi,” jelasnya.

Reaksi dan Penolakan dari Masyarakat

Koordinator Koalisi Rakyat Banten Utara Melawan, Ahmad Muhajir, mengecam keras praktik pembebasan lahan yang dilakukan oleh pengembang. Ia menyebut harga Rp17 ribu per meter sebagai tindakan yang tidak manusiawi dan merugikan masyarakat kecil.

Sementara itu, penolakan terhadap proyek PIK 2 semakin meluas hingga ke wilayah Serang Utara. Tokoh nasional Said Didu mengkritisi harga pembebasan lahan yang dinilai tidak masuk akal.

Ia menyoroti bahwa tambak yang dikelola dengan baik bisa menghasilkan ratusan juta rupiah per tahun, namun tanahnya justru dihargai sangat murah.

Massa Aksi penolak dan pendukung PIK 2 di kawasan Kronjo kabupaten Tangerang bersitegang (Foto: Rasyid/BantenNews)

Pihak perusahaan PT Agung Sedayu Group sendiri, melalui klarifikasinya menyebutkan bahwa pembayaran sebenarnya sudah diselesaikan. Mereka mengklaim bahwa masalah ini murni ulah oknum makelar yang bertindak tanpa prosedur perusahaan.

Muhajir mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjual lahan mereka dan mendesak pemerintah untuk memperjelas regulasi terkait pembangunan kawasan di Pontang-Tanara, terutama yang terkait dengan pengembangan kawasan industri.

“Sebelum ada kejelasan regulasi, sebaiknya lahan tetap dikelola oleh masyarakat. Pemerintah harus memastikan hak-hak warga terlindungi dan tidak dirugikan,” tutupnya.

Baca Juga :  [Seri Ulama Banten] Ki Wasyid, Ulama Pemimpin Geger Cilegon

Harapan Warga dan Langkah Selanjutnya

Warga yang terdampak berharap adanya kebijakan yang lebih adil dalam pembebasan lahan. Mereka meminta transparansi dalam proses pembayaran dan kompensasi yang sesuai dengan nilai tanah mereka.

Kasus ini terus menjadi perhatian publik, terutama terkait dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan di Kabupaten Serang.

Tim Redaksi

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News