
SERANG – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Serang menggelar aksi protes di depan Gedung DPRD Kota Serang, mempersoalkan kelayakan Kota Serang sebagai Ibu Kota Provinsi Banten, Minggu (10/8/2025).
Berdasarkan data Dindikbud Kota Serang tahun 2024, tercatat 1.752 anak di Kota Serang terpaksa putus sekolah. Angka ini dinilai sebagai alarm serius bagi kualitas pendidikan di daerah tersebut.
“Angka 1.752 anak bukan hal yang sepele, Pemkot Serang harus serius menanggulangi rendahnya pendidikan,” tegas Fauzul, Wakil Ketua Bidang Advokasi GMNI Serang.
Rata-rata lama sekolah (RLS) warga Kota Serang juga hanya mencapai 8,93 tahun, jauh di bawah program wajib belajar 12 tahun. “Angka ini tergolong rendah,” jelas Dadang, salah satu orator aksi.
Tak hanya pendidikan, sektor kesejahteraan sosial juga memprihatinkan. Berdasarkan data BPS 2024, angka kemiskinan Kota Serang mencapai 5,65%, menempatkan kota ini di posisi keempat termiskin di Provinsi Banten.
“Dengan banyaknya persoalan, rasanya Kota Serang belum layak jadi Ibu Kota Provinsi Banten,” pungkas Dadang.
GMNI Serang pun mengajukan 8 tuntutan kepada Pemkot Serang, mulai dari membentuk SOP UPTD PPA, memberantas KKN, meningkatkan fasilitas dan kualitas pendidikan, memperluas penerangan jalan umum, mengoptimalkan UMKM, menaikkan PAD, memberikan kehidupan layak bagi masyarakat, hingga menolak Kota Serang sebagai Ibu Kota Provinsi.
Aksi ini menjadi pengingat bahwa predikat “Ibu Kota” bukan hanya soal lokasi kantor gubernur, tetapi soal kualitas hidup warganya yang saat ini, menurut mahasiswa, masih jauh dari kata layak.
Tim Redaksi