
SERANG – Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (5/11/2025).
Sejumlah saksi dari tim teknis dan staf DLH dihadirkan untuk dimintai keterangan soal pelaksanaan proyek yang diduga fiktif tersebut.
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Dalam persidangan, para saksi kompak menyebut bahwa kegiatan yang dilakukan hanya sebatas pengangkutan dan pembuangan sampah, bukan pengelolaan sebagaimana tercantum dalam dokumen kontrak dan Surat Keputusan (SK) dinas.
Sutisna, sekretaris tim teknis, menjelaskan tugasnya hanya sebatas menerima hasil pekerjaan dari pihak penyedia jasa dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“Tugas saya menerima hasil pekerjaan baik secara fisik maupun administrasi, membuat berita acara kegiatan, dan melaporkan hasilnya ke PA dan KPA,” ujar Sutisna di hadapan majelis hakim, Rabu (5/11/2025).
Sutisna mengaku telah tiga kali melakukan pengecekan lapangan, masing-masing pada 21 September, November, dan saat kegiatan penimbangan di lokasi persampahan di tahun 2024.
Namun begitu, dari seluruh pengecekan itu, ia hanya melihat aktivitas pengangkutan sampah saja, tanpa aktivitas pengelolaan sampah.
“Yang saya lihat hanya armada memuat sampah dari TPA Cipeucang. Tidak ada kegiatan pengelolaan,” ucapnya.
Ia menambahkan, seluruh pengecekan lapangan yang ia lakukan berlangsung pada malam hari dan ia tidak mengetahui secara rinci siapa pihak yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pengelolaan.
“Saya benar-benar tidak tahu soal pengelolaan. Tidak ada rapat, tidak ada informasi ke kami. SK dari kepala dinas memang menyebut wilayah pengelolaan, tapi di naskahnya hanya ada tugas-tugas, bukan teknis pelaksanaan,” jelasnya.
Hal senada disampaikan saksi Akbar, anggota tim teknis. Ia juga mengaku bahwa hanya memeriksa kelengkapan administrasi dan dokumentasi kegiatan pengerjaan.
“Saya hanya mencocokkan berita acara dengan dokumen yang ada, tidak pernah ke lapangan. Berdasarkan data, yang saya terima hanya kegiatan pengangkutan, tidak ada pengelolaan,” sampainya.
Menurut Akbar, meski di dokumen tertulis ‘pengangkutan dan pengelolaan’, ia menganggap keduanya sebagai hal yang sama.
“Saya pikir pengangkutan itu bagian dari pengolahan, karena yang saya lihat hanya data tonase,” tambahnya.
Sementara itu, saksi Hesty, staf bidang kebersihan DLH Tangsel, menyebut dirinya hanya membantu dalam penyusunan dokumen pencairan anggaran.
Ia mengaku tidak memahami detail teknis proyek maupun proses rekonsiliasi (rekon) yang dilakukan sebelum pencairan.
“Dokumen saya upload di sistem, lalu dilakukan penawaran dan negosiasi kontrak sekitar 20 Mei 2024. Setelah itu saya diminta menyiapkan dokumen SPJ sebelum berita acara diajukan,” kata Hesty.
Jaksa Penuntut Umum sempat menyoroti proses administrasi yang dinilai dilakukan terburu-buru. Namun Hesty mengaku tidak mengetahui alasan di balik percepatan tersebut.
“Waktu rekon, saya hadir bersama PPTK dan PPK. Tapi saya tidak tahu apa yang dinilai dalam proses rekon itu. Tonase, pengiriman, dan perencanaan sudah ada draft-nya, saya hanya melanjutkan berkas yang sudah ada,” terangnya.
Untuk diketahui, sidang perkara dugaan korupsi proyek pengelolaan sampah DLH Tangsel tersebut akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya.
Penulis : Rasyid
Editor : Tb Moch. Ibnu Rushd